Menu

Mode Gelap

Nasional

Jessica Wongso Menyangkal Berteman Dekat dengan Mirna Salihin dalam Wawancara TV Australia

badge-check


					Jessica Wongso sekarang jadi influencer Perbesar

Jessica Wongso sekarang jadi influencer

Penulis: Satwiko Rumekso | Editor: Yobie Hadiwijaya

KREDONEWS.COM, SURABAYA-Beberapa bulan setelah dibebaskan dari Lapas Pondok Bambu, Jakarta Timur, Jessica Wongso muncul di saluran televisi Australia. Dalam wawancara tersebut ia menyangkal berteman dekat dengan sosok perempuan yang menurut tuduhan, ingin dibunuhnya.

Jessica, yang merupakan penduduk tetap Australia, dinyatakan bersalah atas pembunuhan berencana terhadap temannya Mirna Salihin dengan memasukkan sianida ke dalam es kopi yang dipesannya untuk Mirna.

Rangkaian sidang pada tahun 2016 sempat menggemparkan warga Indonesia, menggambarkan kisah kehidupan dua perempuan muda etnis Tionghoa yang glamor dari kalangan elit di Jakarta.

Hakim menyimpulkan Jessica, yang pernah bekerja di Ambulance Service NSW (negara bagian New South Wales dengan ibu kota Sydney), tidak menunjukkan penyesalan atas apa yang mereka anggap sebagai kejahatan yang “keji dan sadis.”

Namun, dengan alasan memiliki perilaku baik, Jessica dibebaskan pada bulan Agustus 2024, setelah menjalani hukuman selama delapan tahun dari hukuman penjara 20 tahun.

Perjuangan memperbaiki citra
Dalam putusannya di tahun 2016, pengadilan Indonesia menyimpulkan Jessica marah karena Mirna menyarankan agar ia putus dengan pacarnya yang berkebangsaan Australia.

Pengadilan juga menetapkan Jessica cemburu kepada Mirna yang baru menikah waktu itu.

Keduanya bertemu saat belajar bersama di Billy Blue Design College di Sydney.

Jessica Wongso dan Mirna Salihin

Kontradiktif dengan hubungan persahabatan yang digambarkan sebelumnya, dalam wawancara program ‘Spotlight’ dari saluran TV 7 News, Jessica mengatakan mereka “sama sekali tidak dekat”.

“[Kami berteman] karena berasal dari negara yang sama,” kata Jessica.

“Kami bukan sahabat. Setelah lulus, ia pulang untuk menetap di Indonesia dan saya tinggal di Australia”.

Sejak dibebaskan, Jessica mendapat penghasilan sebagai ‘influencer’ di jejaring sosial, sambil berusaha memperbaiki citranya.

Ia menolak menjawab beberapa pertanyaan wartawan Seven, dengan alasan hukum untuk pembebasan bersyaratnya dan peninjauan kembali kasusnya, sehingga tidak memberikan kesempatan baginya untuk menyatakan tidak bersalah.

Direktur Centre for Indonesian Law, Islam and Society, Tim Lindsey mengatakan Mahkamah Agung tidak mungkin membatalkan keputusannya sendiri kecuali ada bukti baru yang meyakinkan.

Profesor Tim mengatakan ada beberapa kemungkinan lain: keputusan tersebut dapat ditegakkan; dapat dibatalkan, dengan kemungkinan Jessica dibebaskan; atau keputusan sebelumnya dapat dibatalkan, tapi Jessica tetap dinyatakan bersalah namun dijatuhi hukuman yang berbeda.

“Harus ada alasan yang cukup kuat bagi pengadilan untuk membatalkan putusan banding sebelumnya,” kata Profesor Tim.

Upaya sebelumnya untuk membatalkan hukuman untuk Jessica telah gagal.

Penuntutan dianggap ‘cacat secara fundamental’
Banyak pihak yang merasa kasus Jessica kurang bukti dan bergantung pada kondisi.

Sidang yang berlangsung selama berbulan-bulan menjadi sorotan media yang intens, dengan spekulasi liar dan sebagian besar warga Indonesia meyakini Jessica bersalah.

Rekaman CCTV yang diberikan ke pengadilan menunjukkan Jessica datang sekitar satu jam sebelum Mirna dan seorang teman lainnya tiba di Kafe Olivier.

Setelah memesan es kopi untuk Mirna, Jessica terlihat menata tas belanja di sekitar minuman itu, menutupi sorotan kamera CCTV.

Setelah mencicipi minuman tersebut, Mirna jatuh pingsan dan meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.

Pakar hukum Indonesia di University of Sydney, Simon Butt berpendapat Jessica tidak diberikan kesempatan untuk memiliki praduga tak bersalah.

“Di pengadilan dan di media, Jessica digambarkan sebagai orang gila, jahat, dan bisa membunuh,” tulis Profesor Butt.

Sebuah film dokumenter Netflix yang dirilis pada tahun 2023 mengungkap kelemahan dalam kasus penuntutan Jessica, yang mengubah sebagian opini publik ke arah Jessica tidak membunuh Mirna.

Profesor Tim setuju penuntutan Jessica “cacat secara fundamental”.

“[Kasus ini] tidak akan pernah sampai ke tahap penuntutan di negara yang menerapkan aturan bukti forensik yang tepat,” katanya.

“Semua orang membahas hal yang tidak masuk akal, dengan semua teori tentang kecemburuan lesbian dan kopi beracun yang misterius, padahal tidak satu pun dari hal-hal ini yang menjadi subjek bukti yang jelas.”

Keluarga Mirna tidak mengizinkan otopsi lengkap, sehingga hanya perut, hati, dan urinnya yang diuji.

Di hadapan pengadilan tahun 2016, seorang ahli toksikologi Australia mengatakan “tidak ada bukti toksikologi konsumsi sianida”.

Mantan bos Australia membahas ‘trauma’
Masa lalu Jessica yang bermasalah di Sydney menjadi dasar utama penuntutan.

Polisi Federal Australia membantu polisi Indonesia dalam penyelidikan setelah mendapat jaminan kalau Jessica tidak dijatuhi hukuman mati.

Polisi memberikan laporan intelijen polisi kepada jaksa yang merinci masalah kesehatan mental Jessica yang parah dan perilaku mengancam terhadap rekan kerjanya.

Dalam wawancara dengan 7 NEWS, Jessica mengaku sebagai pecandu alkohol dan pernah menabrakkan mobilnya ke sebuah pusat perawatan warga lanjut usia di Sydney karena berada di bawah pengaruh alkohol pada tahun 2015.

Kristie Carter, mantan bos Jessica di divisi media NSW Ambulance, mengatakan kepada pengadilan pada tahun 2016, kalau Jessica memiliki “dua kepribadian.”

“Saya melihat Jessica sebagai seseorang yang baik, yang suka tersenyum dan tiba-tiba dia bisa menjadi seseorang yang cepat marah ketika keinginannya tidak diikuti,” kata Kristie kepada polisi.

Kristie mengatakan kepada 7 NEWS pengalamannya menjadi saksi dalam kasus tersebut merupakan hal yang traumatis.

“Seperti banyak warga Australia lainnya yang terlibat dalam penyelidikan ini, kami tidak ingin terlibat dalam hal ini,” katanya.

Ketika ditanya oleh 7 NEWS mengapa mantan pacarnya yang berkebangsaan Australia mengeluarkan ‘apprehended violance order’ agar memastikanya dirinya tidak terancam jika Jessica melakukan kekerasan, ia menjawabnya dengan tertawa.

“[Hubungan kami] tidak sehat, kami tidak benar-benar sependapat dalam banyak hal,” kata Jessica.

“Tetapi [hubungan kami] itu rumit. Tidak seperti yang terlihat.”

Ketika ditanya apakah ia bisa melakukan kekerasan, Jessica berkata: “Tidak, tentu saja tidak, apa yang akan saya lakukan?”

Menunggu hasil peninjauan kembali dari kasusnya, Jessica akan tetap berada dalam kondisi bebas bersyarat hingga tahun 2032.***

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

16 Pulau Disengketakan Trenggalek Vs Tulungagung, Tito: Semua Masuk ke Pemprov Jatim

25 Juni 2025 - 14:20 WIB

Deretan Bisnis Mentereng Ustaz Khalid Basalamah Disorot, Buntut Pemeriksaan KPK

25 Juni 2025 - 13:22 WIB

Netizen Global Serukan SOS, Pedaki dari Brasil Juliana Marins Meninggal Dunia Gunung Rinjani

25 Juni 2025 - 10:56 WIB

KPK Sita Aset Anggota DPR Anwar Sadad Terkait Korupsi Dana Hibah Jatim

24 Juni 2025 - 18:47 WIB

Dokter di Blitar Gratiskan Biaya Operasi Mata Kuli Bangunan, Demi Kemanusiaan

23 Juni 2025 - 12:38 WIB

77 Jabatan di Pemkab Jombang Masih Lowong, Bupati Warsubi: Persetujuan Kemendgari Belum Turun

23 Juni 2025 - 10:04 WIB

Rumah Syukur HUT ke 80 RI, Warsubi: Kepedulian Luar Biasa dari Ponpes Siddhiqiyyah Jombang

23 Juni 2025 - 07:18 WIB

LIRA dan LDC Tegaskan Dukungan Komitmen Presiden Prabowo Berantas Korupsi

22 Juni 2025 - 20:25 WIB

Tiket Kereta Diskon 30% Masih Tersedia 2 Juta Kursi

22 Juni 2025 - 19:01 WIB

Trending di Nasional