Penulis : Jayadi | Editor : Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM-MOJOKERTO: Polres Mojokerto, Polda Jatim, berhasil mengungkap sindikat peredaran uang palsu (upal) dengan total nilai Rp 792.100.000. Delapan tersangka dari berbagai daerah telah diamankan dalam kasus ini.

Dari delapan tersangka, empat di antaranya berasal dari Mojokerto: Siswadi (47) dan Utama Wijaya Ariefianto (50) dari Kelurahan Meri, Magersari, Kota Mojokerto; David Guntala alias Mbah Dul (46) dari Desa Ngingasrembyong, Sooko, Mojokerto; serta Achmad Untung Wijaya (61) dari Desa Mojotengah, Bareng, Jombang.
“Dan seorang warga Kanuruhan Jombang, yaitu atas nama Achmad Untung Wijaya (61), warga Desa Mojotengah, Bareng,” ungkap Kasat Reskrim Polres Mojokerto, AKP Nova Indra Pratama, Jumat (15/3/2025).
Empat tersangka lainnya berasal dari luar Mojokerto, yakni Moh Fauzi (37) dari Desa Gunung Sereng, Kwanyar, Bangkalan; Mujianto (45) dari Tambaksawah, Waru, Sidoarjo; serta Stanislaus Wijayadi (52) dari Desa Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
“Dan atas nama Stanislaus Wijayadi (52) asal warga Desa Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, sebagai pengedar,” kata Nova.
Pengungkapan kasus ini berawal dari aktivitas Achmad Untung Wijaya yang terlibat peredaran upal di sekitar Makam Mbah Surgi, Mojosari. Polisi kemudian menangkap Siswadi dan mengembangkan penyelidikan, hingga menemukan peran masing-masing tersangka dalam sindikat ini.
Wijaya berperan sebagai penyedia peralatan cetak, sedangkan Utama menyewakan rumah di Desa Jambuwok, Trowulan, Mojokerto, untuk produksi uang palsu
Baca juga
Revisi Usia Pensiun TNI: Upaya Maksimalkan Potensi Prajurit SeniorBaca juga
Gegara Bela Letkol Teddy, Jenderal Maruli Dikirimi Surat Terbuka, Polemik Makin PanjangBaca juga
Pro Kontra Koperasi Desa Merah Putih: Antara Harapan dan Tantangan
“Untuk tersangka David, diketahui berperan untuk mencari pendana. Sementara Mujianto dan Mulyono bertindak sebagai pemodal,” terang Nova.
Hadi Mulyono diketahui menyediakan dana Rp 200 juta untuk produksi uang palsu. Peralatan yang digunakan cukup lengkap, seperti mesin fotokopi, pemotong kertas, dan peralatan sablon.
“Uang palsu yang diproduksi memiliki kualitas yang cukup baik, sehingga mampu lolos dari deteksi alat sinar UV. Tersangka menjual uang palsu tersebut dengan harga 1 banding 3 kepada para pengedar,” jelas Nova.
Barang bukti yang disita berupa berbagai pecahan uang palsu:
Rp 100.000 senilai Rp 403,25 juta
59 lembar Rp 50.000 senilai Rp 2,95 juta
288 lembar Rp 50.000 senilai Rp 14,4 juta
Rp 100.000 senilai Rp 67 juta
Rp 100.000 senilai Rp 304,5 juta
Selain itu, polisi juga menyita satu unit detektor uang sinar UV, enam ponsel, uang asli Rp 1.050.000 hasil penjualan upal, dua sepeda motor, kartu ATM, buku rekening, serta peralatan cetak seperti mesin fotokopi, printer, dan tinta khusus.
Para tersangka dijerat Pasal 244 dan 245 KUHP tentang pemalsuan uang dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
“Kasus ini menunjukkan keseriusan aparat dalam memberantas peredaran uang palsu yang dapat merugikan perekonomian di masyarakat,” kata Nova mengakhiri.
Maraknya Uang Palsu yang Lolos Deteksi UV dan Solusi Cashless
Belakangan ini marak ditemukan kasus uang palsu yang mampu lolos dari deteksi sinar ultraviolet (UV). Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama para pelaku usaha, karena uang palsu tersebut sulit dibedakan dengan uang asli hanya dengan menggunakan alat deteksi UV biasa.
Modus operandi pembuat uang palsu semakin canggih, menggunakan teknologi yang mampu meniru fitur keamanan uang asli, termasuk tinta yang berpendar di bawah sinar UV.
Salah satu solusi yang semakin relevan adalah beralih ke sistem **cashless** atau pembayaran non-tunai.
Transaksi cashless, seperti menggunakan e-wallet, mobile banking, atau kartu debit/kredit, menawarkan keamanan yang lebih tinggi dibandingkan transaksi tunai.
Dengan sistem ini, risiko menerima uang palsu dapat dihindari sepenuhnya. Selain itu, transaksi cashless juga lebih praktis, efisien, dan memudahkan pelacakan keuangan. Pemerintah dan pihak swasta terus mendorong masyarakat untuk beralih ke sistem cashless dengan memberikan berbagai insentif, seperti diskon dan cashback.
Dengan meningkatnya ancaman uang palsu yang semakin canggih, beralih ke transaksi cashless bukan hanya sebuah pilihan, melainkan kebutuhan. Langkah ini tidak hanya melindungi masyarakat dari kerugian finansial, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi digital yang lebih inklusif dan aman.***