Menu

Mode Gelap

Uncategorized

Cerita Hari Ini: PB VIII, Raja Pertama Mataram yang Memilih Tak Punya Selir

badge-check


					PB VIII tak punya selir Perbesar

PB VIII tak punya selir

Penulis: Satwiko Rumekso | Editor: Yobie Hadiwijaya

KREDONEWS.COM, SURABAYA-Sri Susuhunan Pakubuwono (PB) VIII merupakan Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang memerintah pada 1858-1861. PB VIII naik tahta pada 17 Agustus 1858 setelah menggantikan adiknya yaitu Pakubuwono VII yang meninggal dunia sebulan sebelumnya.

Masa pemerintahan PB VIII terbilang cukup singkat karena hanya berlangsung selama tiga tahun. Ini karena saat diangkat menjadi raja, PB VIII sudah masuk usia senja yakni 69 tahun. Pria dengan nama lahir Raden Mas Kuseini itu naik tahta karena PB VII tidak memiliki putra mahkota.

Sebagai putra PB IV yang lahir dari istri selir, Raden Mas Kuseini memang tidak pernah memiliki impian menjadi seorang raja sebelumnya. Namun, keadaan yang membuat dia akhirnya dinobatkan menjadi seorang raja pada usia 69 tahun. Ini terjadi karena pemilik tahta yang sah pada saat itu yakni putra mahkota dari PB VI masih belum cukup umur untuk menjadi raja.

Selama PB VIII menjabat sebagai raja, tatanan kehidupan masyarakat Surakarta sudah membaik setelah hampir dua dasawarsa berkobarnya perang Jawa pada masa PB VI. Hingga kini peninggalan kesenian serta artefak dari peninggalan PB VIII masih tersimpan rapi di Keraton.

Silsilah PB VIII

PB VIII lahir dari ibu bernama Kanjeng Raden Mas Ayu Rantansari putri dari R. Ng. Jayakartika, seorang Menteri di Keraton Surakarta.

Sinuhun Bei atau RMG Kusen terlahir pada Senin Kliwon tanggal 20 April 1789 M. Setelah dewasa mendapatkan anugrah nama KGPH Hangabehi pada hari Kamis 15 Besar 1731 J atau tahun 1805 M.

Dan atas perkenan ayahnya, KGPH Hangabehi dan keluarga mendiami Dalem Sasana Mulyo Karaton Surakarta.
KGPH Hangabehi menikah dengan BRAy Ngaisah putri dari KPH Purbonegara ( Putra KGPAA Mangkunegara I ) pada Senen Legi 1 Rejeb1733 Jawa atau 1807 M.

Sebelum dinobatkan sebagai seorang raja, KGPH Hangabehi sudah kerap membantu Keraton melalui keahliannya di bidang administrasi. “Sebelum menjadi raja, PB VIII sering ditugasi oleh saudaranya PB VII untuk membantu mengurus Keraton.

Dari pernikahan tersebut menurunkan 4 orang putri sbb:
1. GKR Kedaton
2. GKR Hamengkubuwana VI menjadi Permaisuri Sultan HB VI Yogyakarta
3. GKR Bandara menikah dgn BPH Hadiwijaya II ( wayah KGPAA MN II )

Ia memiliki putri bernama RAy Koestiyah menjadi permaisuri Sunan PB IX menurunkan Sunan Pakubuwana X
4. GKR Angger menikah dengan KPH Kol Purbonegoro.
KGPH Hangabehi dinobatkan menjadi Raja di Kraton Surakarta sesuai pesan dari Sinuhun PB VII, jika Sinuhun PB VII wafat maka yang menggantikan beliau adalah KGPH Hangabehi.

Dan penobatan Sinuhun PB VIII pada hari Senin Pon 4 Syawal 1786 J atau 17 Mei 1858. berbarengan dengan pengangkatan GPH Prabuwijaya putra Sinuhun PB VI sebagai Putra Mahkota Kraton Surakarta dan kelak menjadi raja selanjutnya.

Pada saat dinobatkan sebagai Sinuhun PB VIII, usia beliau 69 tahun.Dan beliau memerintah selama 3 tahun.
Penobatan KGPH Hangabehi sebagai Sunan Pakubuwana VIII menjawab ramalan seorang Ulama kepada Sunan Pakubuwana IV bahwa ketiga putra Sinuhun PB IV akan jadi Raja. Serta menjawab kekhawatiran Sinuhun PB IV akan terjadi perebutan tahta. Ternyata tidak ada. Dan suksesi tahta selanjutnya kembali kepada putra Sunan PB VI dengan damai.

Hal yang cukup unik terjadi pada saat suksesi raja di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Semua putra dari PB IV pernah diangkat menjadi Raja Keraton Kasunanan Surakarta. Seperti diketahui PB IV memiliki tiga anak yakni PB V, PB VII, dan PB VIII.

PB V (1820–1823) atau yang memiliki nama asli Raden Mas Sugandi adalah putra mahkota dari PB IV. Ia anak dari permaisuri KRAy. Handaya atau setelah wafat bergelar GKR. Pakubuwana.

PB VII atau Raden Mas Malikis Solikin merupakan putra PB IV dari Raden Ayu Sukaptinah alias Ratu Kencanawungu. Ia naik tahta setelah PB VI yang merupakan anak dari PB V di asingkan ke Ambon oleh Belanda pada masa berkobarnya perang Jawa.

Guna mengisi kekosongan tahta Keraton Surakarta, diangkatlah paman dari PB VI yakni Raden Mas Malikis Solikin atau PB VII. Ini terjadi karena anak PB VI masih dalam kandungan saat ia diasingkan Belanda ke Ambon atas tudingan membantu Pangeran Diponegoro. PB VII memimpin Keraton Kasunanan Surakarta pada pada 1830–1858.

Setelah PB VII atau Raden Mas Malikis Solikin meninggal dunia, putra mahkota PB VI yang berhak naik tahta sebagai Raja Keraton Kasunanan Surakarta masih belum cukup umur. Atas dasar itulah, diangkatlah KGPH Hangabehi atau kakak dari PB VII sebagai raja bergelar PB VIII. PB VIII wafat pada 28 Desember 1861. Ia kemudian digantikan oleh Raden Mas Duksina yang kemudian bergelar PB IX. Raden Mas Duksina merupakan putra dari PB VI yang meninggal saat diasingkan ke Ambon oleh Belanda.

Pilihan Monogami

PB VIII merupakan seorang raja Mataram yang memilih untuk tidak melakukan Poligami. Selama masa hidupnya, ia hanya memiliki satu permaisuri yakni Bendoro Raden Ajeng Ngaisah yang merupakan putri dari Kanjeng Pangeran Tumenggung Adipati Purbonagoro putra dari Mangkunegara I yang saat itu menjabat sebagai pemimpin di Kediri. Dapat dikatakan bahwa istri dari PB VIII ini merupakan cucu dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aria Mangkunegara I atau Pangeran Sambernyawa.

Pilihan dari PB VIII untuk hanya memiliki satu istri ini tentu berbeda dengan pilihan raja-raja yang menjadi pendahulunya. Sebut saja, adiknya yakni PB VII memiliki dua permaisuri yakni GKR. Pakubuwana dan KRAy. Retnadiluwih.

Pilihan tersebut dalam perspektif masyarakat saat ini bisa disebut dengan kesetiaan. Namun perspektif tersebut tidak sama dengan perspektif dalam budaya Jawa pada masa lalu. Bagi seorang raja, memiliki banyak selir bukan semata untuk melampiaskan hasrat seksual yang dimilikinya.

Para selir memang bertugas melayani keinginan raja secara biologis. Namun, memiliki banyak istri atau selir bagi seorang raja juga menjadi simbol politik alias kekuasaan. Semakin banyak istri atau selir yang dimiliki raja, maka kekuatan dimilikinya sebagai seorang raja juga terlihat semakin besar.

“Dalam konsep budaya Jawa, apalagi bagi seorang raja, memiliki banyak istri bagi seorang raja adalah sebuah simbol legitimasi. Itu berhubungan dengan simbol-simbol kekuasaan. Pada saat itu, raja yang memiliki istri banyak bisa disebut sebagai raja yang ampuh”.

Dalam sejarahnya, wanita juga bisa dipandang sebagai upeti atau saserahan dari kerajaan lain setelah ditaklukkan dalam peperangan. Mempersunting selir bagi raja juga bisa dilakukan dalam rangka memperkokoh hubungan politik persaudaraan.

Ungkapan terkait harta, takhta, lalu wanita memang menjadi pedoman para raja di zaman dulu. Bagi para raja, harta dan takhta yang mereka miliki menjadi senjata ampuh untuk menggaet banyak perempuan. Semakin banyak perempuan yang mau menjadi selir, maka semakin besar juga kekuatan para raja. Ada pula yang beranggapan bila memiliki banyak istri membuat para raja memiliki kesempatan yang lebih besar untuk memperoleh keturunan laki-laki yang bisa menjadi generas penerus.

Terlepas dari perpektif itu, PB VIII mendobrak tradisi dan tatanan raja-raja pendahulunya. Saat raja-raja yang lain memperbanyak istri selir yang dianggap sebagai simbol kekuatan sang raja, PB VIII memilih hanya memiliki seorang permaisuri yakni Bendoro Raden Ajeng Ngaisah.

PB VIII wafat pada 28 Desember 1861. Ia kemudian digantikan oleh Raden Mas Duksina yang kemudian bergelar PB IX. Raden Mas Duksina merupakan putra dari PB VI yang meninggal saat diasingkan ke Ambon oleh Belanda.***

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Cerita Hari Ini: Menurut Tulisan Jayabaya Gubahan Ronggowarsito, Indonesia Jaya Tahun 2025

2 Juni 2025 - 13:55 WIB

Cerita Hari Ini: Pujangga Keraton Ini Menolak Gaji 1.000 Gulden dari Belanda

31 Mei 2025 - 11:50 WIB

Cerita Hari Ini: PB IX Berseteru dengan Ronggowarsito Gara-gara Ramalan

30 Mei 2025 - 14:15 WIB

Alasan Sapi dan Babi Dilarang Dimakan, Dosa Buang Sampah Sembarangan Menurut Pendekatan Materialisme

30 Mei 2025 - 10:47 WIB

Cerita Hari Ini: PB IX Raja Solo Memakai Kalung Salib, Begini Kisahnya

29 Mei 2025 - 12:43 WIB

Cerita Hari Ini: Tanam Paksa Belanda Menyebakan Ratusan Ribu Orang Mati Kelaparan

27 Mei 2025 - 13:45 WIB

Cerita Hari Ini: Tanam Paksa Memberi Keuntungan Belanda 832 Juta Gulden, Pegawai Pribumi Rame-rame Korupsi

26 Mei 2025 - 11:01 WIB

Cerita Hari Ini: Mangkunegaran Akhirnya Tak Bisa Netral dan Berperang Melawan Pasukan Diponegoro

25 Mei 2025 - 14:56 WIB

Wanita Meninggal 8 Menit dan Mengatakan Jiwa Tak Pernah Mati

24 Mei 2025 - 16:48 WIB

Trending di Uncategorized