Penulis : Jayadi | Editor : Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM-INDONESIA: Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menegaskan pentingnya reformasi dalam tubuh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Ia mengingatkan agar TNI/Polri tidak kembali ke sistem Dwifungsi ABRI seperti di era Orde Baru, yang memungkinkan prajurit aktif berpolitik dan menduduki jabatan sipil.

“Waktu pemilu tahun 1997, waktu itu pesertanya hanya tiga partai. Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Yang pertama kali melakukan reformasi, ABRI. Setelah itu bersama-sama reformasi nasional,” ujar SBY dikutip dari kanal YouTube Liputan6 SCTV, Minggu (16/3/2025).
SBY menyebut bahwa saat itu ia ditunjuk sebagai Ketua Tim Reformasi ABRI oleh Panglima TNI, Jenderal Wiranto. “Dan saya oleh Pak Wiranto, Panglima TNI, ditunjuk untuk menjadi ketua Tim Reformasi ABRI,” kata SBY.
Selama dua tahun memimpin tim tersebut, SBY aktif berdialog dengan mahasiswa, reformis, dan masyarakat guna memahami harapan rakyat terhadap reformasi militer. “Dan akhirnya TNI atau ABRI waktu itu, harus melakukan perubahan, reformasi,” ucapnya.
TNI Harus Tetap Netral
SBY yang kini menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat menekankan bahwa netralitas TNI adalah prinsip yang harus dijaga.
“Jangan sampai ABRI, sekarang TNI/Polri, mengulangi masa lalu yang sudah dikoreksi oleh sejarah. We have to respect democracy. Justice, freedom. Ini pandangan saya,” tegasnya.
Baca juga
Keistimewaan Celana Dalam Militer Amerika vs. Pembelian Celana Dalam dan RUU TNI
Gelombang Penolakan RUU TNI Meluas, Akademisi dan Mahasiswa Bersatu
Ia juga mengingatkan bahwa selama masa reformasi, TNI aktif dilarang berpolitik. “Dulu waktu saya masih di militer dalam semangat reformasi, TNI aktif itu tabu untuk memasuki dunia politik, politik praktis. Itu salah satu doktrin yang kita keluarkan dulu,” kata SBY dalam silaturahmi bersama 38 Ketua DPD Partai Demokrat, Minggu (23/2/2025).
Menurutnya, sebagai bagian dari reformasi, prajurit yang ingin terjun ke politik harus mengundurkan diri dari dinas militer. “Kami jalankan, benar saya tergugah terinspirasi, kalau masih jadi jenderal aktif jangan berpolitik, kalau mau berpolitik pensiun,” ujarnya.
Contoh dari AHY dan SBY Sendiri
SBY mencontohkan putranya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang memilih mundur dari TNI sebelum terjun ke politik dalam Pilkada Jakarta 2017.
“Ketua Umum AHY dan beberapa mantan perwira militer yang karirnya dulu cemerlang, tapi ketika pindah pengabdian dari dunia militer ke dunia pemerintahan atau politik, syaratnya harus mundur. Itulah salah satu yang kita gagas dulu,” kata SBY.
SBY pun menerapkan prinsip yang sama ketika ia sendiri mengundurkan diri dari militer setelah ditunjuk sebagai Menko Polhukam di era Presiden Megawati Soekarnoputri.***