Penulis: Yoli Andi Purnomo | Editor: Priyo Suwarno
KREDONEWS.COM, BANYUWANGI – Warga Banyuwangi, Jawa Timur, semakin resah. Karena hutan di kawasan Tumpang Pitu, di Banyuwangi, menjadi lokasi penambangan emas oleh PT Bumi Suksesindo, akibat terjadi perubahan status dari semula hutan lindung menjadi hutan produksi.
Pernyataan itu muncul dalam sebuah narasi yang diunggah oleh akun instagram@idbaruid, Minggu 14 Desember 2025, yang melakukan ekspedisi Koperasi Ekspedisi Indonesia Baru merupakan organisasi koperasi yang dibentuk untuk mengelola Ekspedisi Indonesia Baru.
Yaitu sebuah perjalanan dokumentasi lintas generasi keliling Indonesia dengan sepeda motor selama 424 hari (2022-2023), menempuh 11.000 km di 26 provinsi. Termasuk ke wilayah Tumpang Pitu, Banyuwangi.
Disebutkan bahwa hutam Tumpang Pitu rusak berat berdasarkan jejak digital akibat keputusan mantan menteri Kehutanan Zulkifli Hassan. Selain hutan rusak, juga menyebabkan gangguan lingkungan di wilayah patai Banyuwangi Selatan, dan rawan longsor.
Jauh sebelumnya, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) secara eksplisit menyoroti keputusan SK Menteri Kehutanan Nomor 826/Menhut-II/2013 pada 19 November 2013 sebagai langkah memuluskan tambang emas PT Bumi Suksesindo, dengan petisi penutupan tambang sejak 2016.
Luas hutan lindung Tumpang Pitu yang diubah statusnya menjadi hutan produksi melalui SK Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan No. 826/Menhut-II/2013 adalah 1.942 hektare, memungkinkan aktivitas tambang PT Bumi Suksesindo (BSI).
Penambangan emas di Tumpang Pitu oleh PT Bumi Suksesindo (BSI) tetap aktif hingga akhir 2025, dengan produksi kuartal III mencapai 25.338 ons emas dan target tahunan 100.000-110.000 ons.
Perusahaan menerapkan metode tambang terbuka di 992-1.115 hektare dari konsesi 4.998 hektare, sambil membangun terowongan bawah tanah sepanjang 1,8 km untuk transisi pasca-2030, dengan investasi US$1-1,5 miliar.
Penemuan zona mineral baru pada 2024 menambah cadangan, dan reklamasi lahan 67,5 hektare sedang berjalan dengan anggaran Rp200-240 juta per hektare.
Laporan Desember 2025 soroti kerusakan hutan yang gundul di Desa Pesanggaran, picu kritik warga soal pencemaran dan hilangnya vegetasi, ditambah insiden penambang ilegal di Petak 78 pada November 2025. Warganet dan media sosial viral gambar kawasan rusak terlihat dari laut, meski status Objek Vital Nasional sejak 2016 lindungi operasi resmi.
Luasan Tambang
Total konsesi IUP Operasi Produksi mencapai 4.998 hektare, tetapi operasi aktif hanya menggunakan sekitar 1.115 hektare hingga 992 hektare untuk tambang terbuka (open pit).
Laporan warga dan media pada 2025 menggambarkan kawasan kini gundul dan rusak parah akibat aktivitas tambang, meski data pasti luas penebangan tidak tersedia secara eksak; kritik fokus pada hilangnya vegetasi di Petak 78 dan sekitarnya.
Warga Desa Sumberagung dan paguyuban lokal seperti FK3I Korda Jatim juga mengkritik melalui demonstrasi sejak 2015, menolak dampak lingkungan dan alih fungsi hutan tersebut.
Laporan akademis serta media sosial memperkuat narasi ini, menuding keputusan tersebut melanggar aturan kawasan lindung.
Tahap Awal Eksplorasi (1991-2006)
-
1991-1994: PT Gamasiantara (Golden Eagle Indonesia) memulai eksplorasi emas.
-
1994-1997: Dilanjutkan oleh Korea Toosun Holding.
-
1997: Golden Valley Mines; 1999-2000: Placer Dome dan Hakman Group JV.
-
2000: PT Banyuwangi Mineral mengajukan izin prinsip Kontrak Karya untuk 150.000 ha.
-
2006: PT Indo Multi Cipta (IMC) mendapat SKIP dan Kuasa Pertambangan Penyelidikan; Hakman berakhir perizinannya.
Peralihan ke Produksi (2007-2012)
-
2007: IMC berubah menjadi PT Indo Multi Niaga (IMN), mendapat Kuasa Pertambangan Eksplorasi 11.621 ha.
-
2008: Kuasa Pertambangan Eksploitasi diterbitkan.
-
2010: Disesuaikan menjadi IUP Operasi Produksi seluas 4.998 ha oleh Bupati Ratna Ani Lestari (UU No.4/2009).
-
2012: IMN mengalihkan IUP ke PT Bumi Suksesindo (BSI) via SK Bupati No. 188/547/KEP/429.011/2012 (9 Juli) dan amandemen 7 Desember.
Alih Fungsi Hutan dan Konflik (2013-Sekarang)
-
Oktober 2012: Bupati Abdullah Azwar Anas usul ubah 9.743 ha hutan lindung jadi produksi.
-
19 November 2013: SK Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan No. 826/Menhut-II/2013 alih fungsi 1.942 ha.
-
2015-2016: Konflik warga Desa Sumberagung, petisi JATAM, dan status Objek Vital Nasional (SK Menteri 2016).
-
2023-2024: Kritik WALHI dan Komnas HAM soal dampak lingkungan berlanjut. **






