
M. Ichwan ketua Tim Ekskavasi situs petirtaan abad 11-12 Sumberbeji, desa Kesamben, Ngoro, kabupaten Jombang, Jawa Timur. Tangkap layar video instagram@jombanginformasi
KREDONEWS.COM, JOMBANG- Ekskavasi Situs Sumberbeji di desa Kesamben, kecamatan Ngoro, Jombang, Jawa Timur yang merupakan petirtaan kuno, telah mencapai tahap keempat dan mengungkapkan sekitar 90% bentuk situs tersebut.
Temuan baru termasuk saluran air masuk dan keluar, dengan dimensi kolam 20 x 17 meter dan kedalaman 2 meter.
Situs ini diperkirakan berasal dari era kerajaan Kediri (Kahuripan) hingga Majapahit, berfungsi sebagai tempat pemandian raja.
Selain itu, teridentifikasi dua sumber air artesis, satu di sisi barat dan satu di tenggara, yang berfungsi sebagai pemasok utama air. Namun, pagar keliling situs belum ditemukan, menandakan bahwa situs ini kemungkinan tidak berdiri sendiri.

Petirtaan tempat mandi raja ini disebut Situs Sumberbeji, di desa Kesamben, Ngoro, Jombang. Tangkap layar video instagram@jombanginformasi
Meskipun banyak struktur ditemukan, pagar keliling yang diduga ada belum ditemukan. Situs ini telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Peringkat Nasional.
Situs Sumberbeji di Jombang diyakini merupakan peninggalan dari era Kerajaan Airlangga Kahuripan, yang berfungsi sebagai petirtaan atau kolam pemandian.
Ekskavasi di titik 14 meter di Situs Sumberbeji dihentikan, karena khawatir tanah di atasnya akan ambruk dan menutupi lubang air masuk.
Tim arkeolog menemukan saluran air masuk dan keluar, namun penggalian tidak dapat dilanjutkan lebih jauh karena lokasi tersebut berada di luar lahan milik masyarakat.

Para pekerja sedang aktif menggali kelengkapan situs Sumber Beji.
Mereka juga mencatat bahwa saluran buang telah teridentifikasi sepanjang 14 meter, dan jika ada pembebasan lahan di masa depan, ekskavasi dapat dilanjutkan untuk menelusuri lebih jauh.
Dibangun pada abad ke-11 atau ke-12, situs ini mencerminkan praktik ritual dan budaya pada masa itu. Struktur yang ditemukan, seperti jaladwara dan saluran air, menunjukkan bahwa tempat ini digunakan oleh pejabat tinggi kerajaan.
Meskipun banyak elemen berasal dari masa Majapahit, situs ini tetap mempertahankan kaitannya dengan tradisi Kahuripan dan diperkirakan mengalami pemugaran selama periode tersebut.**