Menu

Mode Gelap

Life Style

PDAM Se-Indonesia Harus Baca Pendapat Ahli Rusia, Begini Katanya

badge-check


					Mikroplastik ada di mana-mana Perbesar

Mikroplastik ada di mana-mana

Penulis: Satwiko Rumekso | Editor: Yobie Hadiwijaya

KREDONEWS.COM, SURABAYA-Mikroplastik merupakan salah satu topik lingkungan yang paling banyak dibahas saat ini. Media massa kerap menyoroti dampak buruk nanopartikel polimer terhadap organisme hidup.

Nah Perusahaan Air Minum di Indonesia yang menyediakan air minum tentu akan sulit menjawab bagaimana harus mengatasi masalah ini. Apakah aman meminum air yang utamanya bahan bakunya dari air sungai apalagi sumber air lainnya juga tidak menjamin bebas mikroplastik. Bakan air hujan juga mengandung mikroplastik.

Akan tetapi, sebagaimana disampaikan oleh kepala Departemen Fisika Polimer dan Kristal di Universitas Negeri Moskow, sekaligus anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, Alexei Khokhlov kepada Russian Today (RT), klaim tersebut tidak memiliki dasar ilmiah.

Khokhlov berpendapat bahwa partikel mikroplastik tidak lebih berbahaya bagi manusia dibandingkan partikel kayu atau beton berukuran sangat kecil yang jumlahnya jauh lebih banyak di lingkungan.

RT: Dalam beberapa tahun terakhir, banyak penelitian ilmiah dan laporan media yang diterbitkan tentang mikroplastik. Terbuat dari apakah sebenarnya mikroplastik?

Khokhlov: Mikroplastik didefinisikan sebagai pecahan bahan polimer yang berukuran lebih kecil dari 5 mm. Partikel-partikel ini dapat terurai menjadi potongan-potongan berukuran mikron yang lebih kecil lagi, dan ada pula nanopartikel polimer.

Kita hidup di era yang didominasi oleh material baru. Hanya 100 tahun yang lalu, industri polimer hampir tidak ada. Penggunaan plastik secara luas dimulai pada tahun 1950-an, dan saat ini, sekitar 400 juta ton berbagai plastik diproduksi setiap tahunnya di seluruh dunia.

Jenis-jenis polimer utama meliputi polietilena, polipropilena, polietilena tereftalat, polistirena, dan polivinil klorida. Bahan-bahan ini digunakan untuk membuat plastik pembungkus, kemasan, dan sebagainya. Pada dasarnya, kita dikelilingi oleh bahan-bahan polimer; kehidupan saat ini tidak akan terbayangkan tanpa bahan-bahan tersebut.

Warga Indonesia paling banyak mengonsumsi mikroplastik

RT: Benarkah mikroplastik ada di mana-mana, bahkan di makanan dan air kita?

Khokhlov: Struktur molekul polimer terdiri dari rantai panjang unit monomer. Menariknya, kita sendiri terbuat dari polimer, karena protein, DNA, dan rantai RNA adalah molekul jenis tersebut. Mengenai keberadaannya di lingkungan, partikel dari semua bahan alami dan buatan manusia masuk ke lingkungan.

Nanopartikel debu, pasir, dan polimer alami seperti selulosa dapat memasuki sel. Kayu sendiri pada dasarnya adalah material komposit yang terbuat dari selulosa dan lignin. Setiap tahunnya, sekitar 2,5 miliar ton kayu diproduksi secara global, sementara plastik hanya menghasilkan 400 juta ton. Jumlah tersebut sangat kecil dibandingkan dengan polimer alami.

RT: Bagaimana mikroplastik memengaruhi sel hidup? Dapatkah partikel menembus sel dan mengganggu fungsinya?

Khokhlov: Semua material akan terurai menjadi partikel yang lebih kecil akibat paparan lingkungan. Semua nanopartikel dapat memasuki aliran darah manusia, bukan hanya mikroplastik. Misalnya, dinding secara bertahap hancur menjadi debu dan pasir, yang juga masuk ke dalam tubuh manusia. Tidak ada bukti bahwa partikel mikroplastik sangat berbahaya.

Umat manusia telah hidup berdampingan dengan debu biasa selama jutaan tahun, dan debu tidak membahayakan kita. Ketika partikel apa pun memasuki tubuh manusia, partikel tersebut akan dilapisi oleh cairan biologis yang meliputi fragmen bakteri, protein, dll. Sebuah ‘biokorona’, atau lapisan yang terbuat dari fragmen-fragmen ini, terbentuk di sekitar partikel tersebut, sehingga tidak dapat memengaruhi organisme manusia. Proses ini terjadi pada semua partikel, terlepas dari komposisinya — termasuk mikroplastik. Bagi tubuh, tidak ada perbedaan antara mikroplastik dan debu.

Saat ini, plastik hanya berjumlah 15% dari total volume limbah padat. Jumlah ini relatif rendah, dan konsentrasi mikroplastik di lingkungan masih sangat minim. Studi laboratorium yang mengklaim adanya dampak berbahaya sering kali dilakukan dengan menggunakan konsentrasi mikroplastik yang sangat tinggi yang tidak mencerminkan skenario dunia nyata.

RT: Jika dampak lingkungannya tidak signifikan, mengapa menurut Anda media dan publik begitu peduli dengan masalah ini?

Khokhlov: Karena media butuh cerita sensasional. Gagasan bahwa partikel kayu dapat memasuki sel manusia tidaklah mengejutkan karena kayu sudah tidak asing lagi bagi kita dan tidak ada yang percaya bahwa kayu dapat menimbulkan risiko. Akan tetapi, polimer sintetis menimbulkan rasa takut karena tidak dikenal dan buatan. Namun, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa polimer sintetis bertindak secara berbeda dari partikel lainnya.

Misalnya, telah banyak dibicarakan tentang penghapusan botol plastik karena mikroplastik dapat masuk ke dalam air. Namun, penelitian lebih lanjut telah menunjukkan bahwa sebagian besar mikroplastik yang ditemukan dalam air terutama berasal dari poliamida, yang merupakan serat sintetis yang digunakan dalam tekstil. Ketika kain ini dicuci, partikel-partikel kecil masuk ke dalam air limbah dan akhirnya ke saluran air kita.

RT: Bisakah kita mengganti wadah plastik dengan alternatif yang tidak akan terurai menjadi mikroplastik, atau yang terbuat dari partikel yang aman bagi alam dan manusia?

Khokhlov: Selalu ada alternatif, tetapi cenderung jauh lebih mahal. Dan di banyak industri, seperti perawatan kesehatan, alternatifnya tidak sama. Misalnya, kita dapat beralih dari jarum suntik dan sarung tangan sekali pakai ke pilihan yang dapat digunakan kembali, tetapi apa konsekuensinya?

Di wilayah-wilayah yang akses terhadap air bersihnya tidak merata dan sanitasinya buruk, barang-barang sekali pakai dan botol plastik berfungsi sebagai satu-satunya cara untuk menghindari keracunan dan penyakit menular.

Namun, penting untuk memastikan bahwa kemasan plastik tidak dibuang sembarangan di luar ruangan, tetapi dibuang dengan benar. Dari 400 juta ton plastik, 300 juta berakhir di tempat pembuangan sampah atau insinerator, yang berarti bahwa 100 juta ton tidak dibuang dengan cara yang bertanggung jawab terhadap lingkungan. Ini adalah masalah signifikan yang memerlukan perhatian dan tindakan.

Selain itu, sumber utama mikroplastik bukanlah peralatan atau kemasan plastik, melainkan pakaian [sintetis] yang sudah dicuci, ban mobil yang sudah usang, debu perkotaan, dan bahkan marka jalan serta cat laut. Hal ini menunjukkan bahwa memerangi mikroplastik mengharuskan kita untuk berhenti mengendarai mobil dan menggunakan mesin cuci. Namun, apa akibatnya? Orang tidak dapat mengabaikan standar kebersihan, dan infrastruktur serta logistik kita saat ini tidak dapat menyediakan solusi alternatif yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.***

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Ayu Ting Ting Masih Dirawat di Rumah Sakit, Kondisinya Membaik

24 Juni 2025 - 14:18 WIB

Gawat! Data Pribadi Pengemudi Diduga Dibocorkan Produsen Mobil

23 Juni 2025 - 20:51 WIB

Putri Anne Dihujat Gegara Video Pole Dance Berbusana Terbuka

23 Juni 2025 - 20:09 WIB

Bupati Warsubi Luncurkan Pantun Meriahkan Sedekah Dusun Bulak Mojokrapak

23 Juni 2025 - 09:28 WIB

Demi Serial Reacher, Anggun Rela Digenjot Juara Dunia Kickboxing

22 Juni 2025 - 22:18 WIB

Komunitas Diecast Surabaya: Koleksi, Lomba, hingga Peluang Bisnis

21 Juni 2025 - 21:02 WIB

Buah Kepel, Rahasia Wangi Putri Keraton yang Punya Banyak Mitos

21 Juni 2025 - 18:31 WIB

Waspada, Wanita Australia Tewas Akibat Overdosis Kafein

21 Juni 2025 - 18:19 WIB

Idola K-Pop Dipecat dari Grup Setelah Ketahuan Nongkrong dengan Mantan Bintang Dewasa Jepang

20 Juni 2025 - 20:39 WIB

Trending di Life Style