Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, JAKARTA-Berdasarkan data dari PPATK, praktik judi online (judol) di Indonesia menunjukkan tren yang mengkhawatirkan dan terus meningkat pada tahun 2025.
Lonjakan transaksi yang signifikan dan meluasnya jangkauan korban menjadi bukti seriusnya masalah ini.
Fakta dan Dampak yang Mengkhawatirkan
1. Lonjakan Transaksi Finansial:
Transaksi judi online melonjak tajam dari Rp981 triliun di tahun 2024 menjadi sekitar Rp1.200 triliun pada 2025, naik sebesar Rp219 triliun. Faktor utama peningkatan ini adalah kemudahan akses teknologi, penetrasi internet tinggi, dan pemasaran agresif judi online.
2. Jumlah Pemain Aktif yang Masif:
Jumlah pemain judi online aktif diperkirakan mencapai lebih dari 16,3 juta orang pada tahun 2025. Sebagian besar pemain berasal dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, bahkan yang penghasilannya di bawah UMR, yang mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk berjudi online.
3. Korban dari Kalangan Anak-Anak:
Studi akademik dari STIA YPPAI Makasar menyebutkan, anak-anak juga menjadi korban, dengan data menunjukkan bahwa sekitar 2% pemain judi online berusia di bawah 10 tahun, sekitar 80.000 anak-anak terlibat dalam judi online.
4. Penyalahgunaan Bantuan Pemerintah:
Kementerian Sosial juga sudah mengetahui berkat kerjasama dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), bahwa lebih dari 600 ribu penerima bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah itu dijadikan modal untuk melakukan judi online. Pemerintah juga telah mendeteksi sejumlah bantuan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa justru digunakan untuk judol.
5. Dampak Sosial yang Merusak:
Tidak sedikit kasus penganiayaan, pencurian, frustasi, hingga bunuh diri terjadi hanya karena pencandunya kalah berjudi. Bagi Yusril, skala judol lebih dahsyat dibandingkan judi konvensional. Sebab, judol mengikuti perkembangan teknologi dan berkembang dalam sistem transaksi keuangan.
Seruan dan Langkah Strategis Pemerintah
Menyikapi krisis ini, Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, menekankan bahwa persoalan judol merupakan tanggung jawab sosial yang tidak hanya menjadi tugas pemerintah untuk memberantasnya, tetapi juga tokoh masyarakat hingga kelompok sosial terkecil di dalam keluarga.
Beliau secara khusus mengajak tokoh agama untuk membahas bahaya judi online dalam khotbah-khotbah keagamaan. “Saya kira memang diseminasi tentang ini perlu mengajak para ulama, para tokoh agama untuk membahas persoalan ini,” kata Yusril, 4 November
Ia menambahkan, “Kalau saya setiap minggu sembahyang Jumat, dengar khatib, itu lima tahun terakhir ini saya enggak pernah mendengar ada membahas masalah judi online, yang dibicarakan masalah neraka jahanam
terus-terusan, tapi lupa membahas masalah yang riil dihadapi oleh masyarakat kita.”
Yusril menjelaskan bahwa perjudian merupakan perbuatan buruk yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma agama maupun adat istiadat yang dianut mayoritas masyarakat Indonesia.
“Judi menurut Yusril adalah suatu perbuatan buruk maka orang tua, tokoh agama, para guru, ustaz dan tokoh masyarakat berkewajiban untuk mengajak masyarakat agar menjauhi perjudian.”
Dia pun mengatakan judol bisa menjadi pintu menuju kejahatan-kejahatan lain. Oleh karena itu, judol harus diberantas dengan sungguh-sungguh.
Terkait hal ini, pemerintah akan bersikap tegas menghadapi judi online ini, terhadap bandar judi, tapi juga proses penyadaran kepada para pelaku perjudian itu sendiri.***








