Menu

Mode Gelap

Kolom

Mengapa Israel Seharusnya Tidak Boleh Menegosiasikan Soal Sandera Lagi

badge-check

Perayaan hari ini menutupi tragedi di masa mendatang karena Hamas muncul lebih kuat dari kesepakatan ini.

 

Oleh Gregg Roman”*

Pembebasan sandera dari Gaza akan segera dilakukan berdasarkan kesepakatan damai yang dirumuskan Presiden Trump. Baru saja diumumkan kemarin, Kamis, 9 Oktober 2025. Memang patut dirayakan. Pihak keluarga pasti lega gembira setelah menderita dua tahun menderita. Persoalannya, kesepakatan itu menutupi bencana strategis yang mengancam karena bakal melanggengkan siklus penculikan dan pembunuhan yang tak berujung.

Ada persoalan mendasar yang sangat rentan di sini akibat prinsip kontrak sosial yang tidak diucapkan. Yaitu “karena warganya bertugas di militer, negara berjanji melakukan “segalanya” untuk memulangkan mereka. Lewat upaya penyelamatan atau negosiasi dengan “harga mahal”. Prinsip tanggung jawab bersama, landasan ketahanan masyarakat Israel ini bagaimanapun menjadi kewajiban strategis.

Sikap Israel ini membuktikan keinginannya untuk membayar harga sangat mahal. Berbagai kasus bisa dijadikan contoh. Israel membebaskan 1.150 tahanan Palestina dalam kesepakatan Jibril tahun 1985 untuk tiga tentaranya. Membebaskan 1.027 tahanan untuk membebaskan Gilad Shalit.

Kebijakan itu, membuat setiap warga Israel menjadi target bernilai tinggi. Musuh jadi tahu bahwa menangkap satu warga Israel menyebabkan tujuan strategis mereka yang mustahil dicapai di medan perang bisa terwujud.

Jadi kontrak sosial harus diubah. Israel tidak bisa lagi hanya berjanji “kami akan berjuang bagimu.” Janjinya harus menjadi “Akan kami hancurkan mereka yang menangkapmu.”

Pergeseran dari pemulihan melalui konsesi menjadi pencegahan dengan melakukan aksi pembalasan mengubah hasil yang diharapkan musuh. Dari kemenangan strategis menjadi pemusnahan total. Jadi, penyanderaan warga Israel menjadi sama sekali tidak ada untungnya.

Para pemimpin Israel modern melupakan praktek Israel kuno. Raja Israel Saul rela mengorbankan nyawanya daripada membiarkan dia dan warganya ditangkap oleh orang Filistin. Simson memilih mati daripada terus dipermalukan sebagai tawanan. Para pejuang ini sadar bahwa menjadi sandera berarti menjadi senjata melawan bangsa mereka sendiri.

Mereka yang menggunakan Alkitab untuk membenarkan negosiasi penyanderaan salah menafsirkan teks. Abraham menyelamatkan Lot dan Daud menyelamatkan penduduk Ziklag lewat aksi militer yang tegas itu, bukan negosiasi. Preseden tersebut mendukung operasi penyelamatan, bukan konsesi yang melegitimasi para penyandera.

Yang terpenting, hukum Yahudi melarang praktik Israel modern. Mishnah secara eksplisit menyatakan: “Kita tidak menebus tawanan dengan harga yang lebih dari harga pasarnya, demi ketertiban dunia.” Para rabi kuno memahami bahwa membayar harga selangit mendorong lebih banyak penculikan, yang akhirnya menyebabkan penderitaan yang lebih besar.

Ada perbedaan krusial antara pertukaran tawanan perang yang sah dan negosiasi penyanderaan teroris. Konvensi Jenewa menetapkan protokol untuk pertukaran tawanan perang. Ada pertukaran simetris antara negara-negara berdaulat saat permusuhan berakhirnya, yang melibatkan kombatan berseragam yang ditangkap secara sah dalam pertempuran.

Israel kini melakukan pertukaran sandera dengan aktor non-negara yang bertindak di luar kerangka hukum. Padahal penawanan warga sipil adalah kejahatan perang menurut hukum internasional. Bukannya menolak pertukaran tidak seimbang, Israel justru membebaskan 1.000+ warga Palestina untuk 30 sandera pada tahun 2025, 240 warga Palestina untuk 105 warga Israel pada 2023, 435 warga Palestina untuk satu warga sipil dan tiga jenazah Israel pada 2004.

Sejarah pun terbuktikan memberikan vonis yang memberatkan. Kesepakatan Shalit 2011 langsung memungkinkan pembantaian 7 Oktober 2023. Di antara mereka yang dibebaskan adalah Yahya Sinwar. Ia dalang serangan paling mematikan dalam sejarah Israel. Pemimpin Hamas Ahmed Jabari mengonfirmasi bahwa tahanan yang dibebaskan dalam kesepakatan itu secara kolektif bertanggung jawab atas pembunuhan 569 warga sipil Israel.

Asosiasi korban teror Israel melaporkan bahwa 180 warga Israel tewas akibat teroris yang dibebaskan dalam pertukaran tahanan sejak tahun 2000. Pada 2015 saja, enam warga Israel tewas dalam insiden yang melibatkan tahanan yang dibebaskan dalam kesepakatan Shalit yang kembali ke aktivitas militan.

Seorang negosiator Israel pernah berucap, “Shalit diculik oleh saudara-saudara Sinwar untuk membebaskan Sinwar.” Operasinya berhasil tepat seperti direncanakan. Teroris yang dibebaskan kemudian belajar bahasa Ibrani di penjara Israel, mempelajari masyarakat Israel selama 22 tahun, dan menggunakan pengetahuannya untuk merencanakan serangan 7 Oktober 2023.

Pemimpin Barat tidak memahami bagaimana kelompok teroris mengartikan negosiasi. Bagi Hamas, penyanderaan bukan hal yang membuat mereka putus asa. Sebaliknya, itu strategi yang terbukti menghasilkan kemenangan strategis. Satu sandera Israel bisa menyebabkan seribu pejuang Palestina dibebaskan. Ribuan orang itu lalu membunuh ratusan warga Israel. Siklus ini terus berlanjut karena Israel memperlakukan setiap krisis secara terpisah alih-alih mengakui masalah sistemik.

Israel harus mengubah pendekatannya. Pertama, menyatakan bahwa mereka tidak akan pernah lagi bernegosiasi dengan organisasi teroris untuk mendapatkan sandera, benar-benar menghilangkan hal yang menguntungkan musuh sambil mempertahankan pertukaran tahanan normal dengan aktor negara yang sah.

Kedua, setiap kelompok teroris yang menyandera Israel harus menghadapi konsekuensi eksistensial langsung. Bukan lagi operasi terbatas. Melainkan kehancuran organisasi sepenuhnya.

Ketiga, menghapus tuntas penyebab konflik tuntas ke akar-akarnya. Bukan sekedar infrastruktur militer. Tetapi seluruh ekosistem yang memungkinkan operasi penyanderaan. Seperti jaringan terowongan, struktur komando, sistem keuangan, dan kepemimpinan politik.

Dengan cara ini, berarti bakal ada sandera tewas. Beberapa upaya penyelamatan bakal gagal. Beberapa sandera mungkin tidak selamat. Siklus penculikan dan pembebasan bakal terus-menerus terjadi dan penderitaan yang jauh lebih besar bakal terjadi.

Ketika Israel misalnya memilih melakukan aksi militer daripada bernegosiasi pada tahun 1994 dengan tentara Nachshon Wachsman, penyelamatan tersebut gagal. Wachsman tewas. Tetapi pesannya jelas. Bahwa penculikan tidak akan dihargai.

Kini, setelah sanderanya kembali, Israel menghadapi pilihan sulit. Apakah mau terjebak pada paradigma manajemen dan penahanan yang gagal yang justru menjamin terjadinya peristiwa 7 Oktober pada masa datang. Atau, memanfaatkannya untuk merestrukturisasi pendekatannya terhadap perang asimetris secara fundamental.

Perubahan kontrak sosial membutuhkan keberanian nasional. Israel harus memberi tahu tentara dan warganya bahwa mereka dilindungi bukan karena negosiasi pembebasan, melainkan karena Israel memastikan tidak ada musuh yang selamat dari aksi penculikan. Suara 26-3 dalam Kabinet Israel yang menyetujui kesepakatan Shalit bukanlah belas kasihan, melainkan kebutaan strategis.

Musuh-musuh Israel tahu bahwa penculikan membuat upaya strategis mereka tercapai. Satu-satunya cara untuk melupakan pelajaran ini adalah dengan bertindak tegas. Dengan menjadikan penyanderaan sebagai tindakan bunuh diri bagi pelakunya.

Sejarah akan menilai Israel bukan dari berapa banyak sandera dibebaskannya melalui negosiasi, melainkan dari apakah Israel berani mengakhiri krisis penyanderaan secara permanen.

Terkadang tindakan paling manusiawi adalah menolak bernegosiasi dengan mereka yang menjadikan kemanusiaan sebagai senjata. Tanggung jawab moral Israel menuntut kemenangan penuh atas infrastruktur teror. Kontrak sosial harus diubah dari janji untuk memperdagangkan tawanan menjadi janji untuk memusnahkan para penculiknya. Hanya dengan demikian siklus ini akhirnya akan terputus.

 

  • Gregg Roman adalah Direktur Eksekutif Middle East Forum, AS. Ia dianggap sebagai satu dari 10 pemimpin muda Yahudi yang menginsipirasi masyarakat. Ia pernah menjadi penasehat politik Wakil Menlu Israel dan bekerja untuk Kementerian Pertahanan Israel. Selain berbicara dalam berbagai saluran televisi, tulisannya bermunculan dalam berbagai media papan atas dunia.
Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Keberadaan Warga Turki di Gaza Bakal Berarti Kematian bagi Warga Amerika

14 Oktober 2025 - 17:16 WIB

Nvidia DGX Spark Superkomputer AI Operasi 1.000 Triliun/Detik, Harga Rp 67 Juta

14 Oktober 2025 - 10:03 WIB

Akhir Dukungan Windows 10, Ini Opsi yang Tersedia

13 Oktober 2025 - 15:38 WIB

Microsoft Mulai Besok Tak Lagi Dukung Windows 10, Bisakah Tetap Dioperasikan?

13 Oktober 2025 - 14:58 WIB

Yang Menanggung Biaya Pemulangan Jenazah PMI ke Indonesia

12 Oktober 2025 - 16:40 WIB

Lupakan AS dan Tiongkok: Negara Gurem Menemukan Cara Memanfaatkan Energi Bulan untuk Listrik

12 Oktober 2025 - 08:20 WIB

Apakah Perang di Gaza Berakhir?

11 Oktober 2025 - 13:41 WIB

Gempa di Davao Filipina Mag 7.6, Awas Tsunami di Sulawesi Sampai Papua

10 Oktober 2025 - 15:59 WIB

Sandera Israel Bebas, Berapa Biayanya?

9 Oktober 2025 - 17:54 WIB

Trending di Internasional