Penulis: Jacobus E Lato | Editor: Yobie Hadiwijaya
KREDONEWS.COM, JAKARTA-Media afiliasi pemerintah Rusia, Sputnik, menduga protes yang berujung kerusuhan dan pembakaran gedung pemerintah di Indonesia sebagai aksi yang didanai oleh asing.
Sputnik, mengutip Analis Geopolitik Angelo Giuliano, menyoroti penggunaan simbol bendera bajak laut “One Piece” yang cukup masif sebelum demonstrasi memuncak.
Menurut Giuliano, simbol tersebut mengindikasikan adanya pengaruh eksternal, serupa dengan pola yang terlihat di negara lain.
Kerusuhan itu berdampak signifikan, hingga membatalkan rencana kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke China dalam rangka Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Shanghai Cooperation Organisation (SCO).
Giuliano menilai, meski aksi massa berangkat dari keresahan ekonomi yang nyata, penggunaan simbol dari anime Jepang tersebut bukanlah hal kebetulan.
Dalam “One Piece”, para bajak laut mengibarkan bendera hitam bertengkorak dengan topi jerami sebagai simbol perlawanan terhadap “tirani.”
Giuliano mengklaim ada dua aktor eksternal yang mungkin berperan, yakni National Endowment for Democracy (NED)—lembaga donor yang ikut mendanai media di Indonesia sejak 1990-an, serta Open Society Foundations milik George Soros.
“Hal ini berkaitan dengan fokus Indo-Pasifik belakangan ini terjadi,” kata Giuliano.
Penulis The China Trilogy sekaligus pendiri Seek Truth From Facts Foundation, Jeff J. Brown, juga menyampaikan klaim serupa.
Ia menilai pola yang terjadi di Indonesia mirip dengan situasi di Serbia. “G7 menginginkan diktator baru yang didukung AS, seperti Suharto di masa lalu,” ujar Brown.
Brown juga menilai Presiden Prabowo tidak sejalan dengan agenda Amerika Serikat (AS) dan Eropa, karena memperkuat kerja sama dengan China, Rusia, SCO, dan BRICS.
“Indonesia adalah negara Asia Tenggara pertama yang bergabung dengan BRICS dan secara terbuka bekerja sama dengan China dalam Inisiatif Belt and Road,” tambahnya.
Lebih jauh, Brown menekankan posisi strategis Indonesia di kancah global. Indonesia dianggap sebagai sasaran empuk karena memiliki perekonomian terbesar kedelapan di dunia berdasarkan, terbesar di ASEAN, dan berpenduduk hampir 300 juta jiwa.
“Dari sudut pandang negara imperialis, semua ini menjadikan Indonesia sebagai target besar yang sangat layak untuk diserang melalui revolusi berwarna yang direkayasa,” kata Brown.
Saat krisis moneter melanda, nama Soros ikut disebut sebagai spekulan yang memperparah anjloknya rupiah. Bahkan, PM Malaysia kala itu, Mahathir Mohamad, menuding Soros sebagai pemicu krisis Asia. Namun, Soros sendiri membantah dan menyatakan tidak melakukan operasi pasar di Indonesia saat itu. Kerusuhan Mei 1998 lebih banyak dipicu faktor politik domestik dan ketegangan sosial, bukan intervensi individu.***