Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, JAKARTA– Asuransi parametrik adalah skema perlindungan yang membayarkan klaim berdasarkan parameter atau indikator tertentu yang telah ditentukan sebelumnya, seperti magnitudo gempa, curah hujan ekstrem, atau kecepatan angin. Berbeda dengan asuransi konvensional, model ini tidak memerlukan verifikasi kerusakan fisik di lapangan. Jika parameter terpenuhi, dana langsung cair.
Mulai 1 Januari 2026, Indonesia akan menerapkan asuransi parametrik secara resmi untuk memperkuat perlindungan fiskal terhadap risiko bencana seperti gempa dan banjir. Skema ini melibatkan konsorsium perusahaan asuransi dan reasuransi, baik nasional maupun internasional, dengan tujuan mempercepat pencairan dana bantuan tanpa proses klaim yang rumit.
Dalam mekanisme ini, pemerintah pusat dan daerah menjadi pihak yang ditanggung, bukan lembaga atau individu. Premi asuransi dibayarkan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pemerintah pusat, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pemerintah daerah.
Jika terjadi bencana dan parameter tertentu—misalnya magnitudo gempa—terlampaui, dana asuransi langsung dicairkan tanpa perlu menghitung nilai kerugian secara fisik. Keputusan pencairan didasarkan pada data objektif dari sumber terpercaya seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Skema ini memungkinkan proses penanganan bencana dilakukan lebih cepat dan efisien, karena tidak tergantung pada survei lapangan atau proses klaim manual yang memakan waktu.
Saat ini, Indonesia sudah memiliki Konsorsium Asuransi Barang Milik Negara (KABMN) yang memberikan perlindungan terhadap aset-aset milik kementerian dan lembaga melalui asuransi indemnity. Namun, efektivitasnya masih terbatas, dengan total premi hanya sekitar Rp150 miliar selama 5–6 tahun terakhir.
Berbeda dengan KABMN, asuransi parametrik difokuskan untuk melindungi anggaran negara, baik APBN maupun APBD, dari lonjakan pembiayaan akibat bencana. Skema ini menjadi langkah strategis dalam menjaga ketahanan fiskal dan mempercepat respons pemerintah terhadap krisis bencana.***