Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, BEIJING– Nenek Mao Shihua: Penjual Bakpao yang Tak Pernah Mencari Untung, Hanya Ingin Anak-Anak Sekolah Tak Belajar dalam Keadaan Lapar

Di sebuah sudut kota kecil di Tiongkok, di antara hiruk pikuk kehidupan yang tak kenal ampun, berdirilah seorang nenek renta yang tak pernah menuntut balas budi.
Namanya Mao Shihua. Setiap pagi, ia menyiapkan bakpao hangat dan menjualnya hanya seharga 50 sen. Bukan untuk mencari keuntungan, tapi demi satu harapan sederhana: agar tak ada anak sekolah yang menahan lapar saat menuntut ilmu.
Beberapa waktu lalu, seorang wanita memaksa anaknya menunjukkan lokasi penjual bakpao itu. Ia tak percaya, mana mungkin di masa sekarang masih ada jajanan seharga 50 sen? Namun begitu sampai, langkahnya terhenti. Ia mengenali si nenek yang sedang duduk melayani anak-anak dengan senyum tulus. Ingatannya kembali pada 20 tahun lalu, ketika dirinya kecil dan miskin hanya mampu berdiri memandangi teman-temannya jajan.
Saat itu, si nenek memanggilnya dan menyodorkan bakpao hangat. “Kalau tak punya uang, jangan malu. Datang saja kemari. Yang penting kamu belajar sungguh-sungguh,” pesan nenek Mao.
Anak itu bernama Syaoli. Ayahnya lumpuh, ibunya kerja serabutan. Sejak hari itu, sepulang sekolah Syaoli selalu mampir ke gerobak si nenek.
Kadang ia belajar di sana, ditemani wangi roti kukus dan kasih sayang seorang asing yang lebih hangat dari siapa pun. Suatu hari, nenek Mao memberinya tas baru agar ia tak lagi pergi ke sekolah membawa keranjang anyaman.
Kini, dua dekade berlalu, Syaoli telah menjadi wanita dewasa. Ia kembali, membawa anaknya tanpa disangka, anak itu ternyata pelanggan tetap nenek Mao.
Namun saat bertanya, sang nenek tak mengenalinya. Sampai Syaoli menunjukkan foto tas pemberiannya dulu. Nenek itu terdiam. Air matanya jatuh saat menyadari gadis kecil yang dulu ia beri makan kini berdiri di depannya berdiri tegap, berhasil, dan tak lagi lapar.
Ketika ditanya mengapa masih menjual murah, nenek Mao hanya tersenyum. “Tak semua anak bisa jajan, sama sepertimu dulu. Aku hanya ingin menghabiskan sisa umurku membantu mereka. Meskipun cuma sepotong bakpao.”
Tak ada kata heroik yang keluar dari mulutnya. Namun dari tindakannya, kita belajar: cinta tanpa pamrih masih hidup, meski dunia terus berubah. Nenek Mao bukan sekadar penjual bakpao. Ia adalah pelindung kecil-kecil yang lapar, pahlawan diam di tengah dunia yang sering lupa memeluk orang-orang sederhana sepertinya.***
1 Komentar