Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, JAKARTA– Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan (KPKP) DKI Jakarta, Hasudungan Sidabalok, menegaskan bahwa wacana BPJS Hewan tidak sama dengan skema BPJS untuk manusia. Istilah tersebut lebih sebagai ungkapan yang mudah dipahami masyarakat. Program ini sejatinya berupa subsidi atau potongan biaya layanan kesehatan hewan bagi warga Jakarta yang kurang mampu.
“Kalau BPJS manusia ada iurannya, sementara ini tidak dikenakan iuran sama sekali,” jelas Hasudungan, Kamis (19/6/2025). Ia menambahkan, subsidi akan diberikan saat pemilik membawa hewan ke Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) milik Pemprov DKI. Namun, wacana ini masih tahap awal dan memerlukan kajian komprehensif, termasuk penambahan Puskeswan di lima kota administrasi Jakarta. Saat ini, baru tersedia dua Puskeswan di Ragunan, Jakarta Selatan, dan Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
Anggota Komisi C DPRD DKI dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth, yang mendorong ide ini, menilai layanan tersebut penting karena tidak semua pemilik hewan berasal dari kalangan mampu. Bahkan, banyak yang merawat kucing atau anjing liar hasil rescue.
“Mereka adalah garda terdepan dalam membantu hewan domestik,” ujar Kenneth.
Program ini juga direncanakan terintegrasi dengan pemasangan microchip untuk pendataan hewan peliharaan. Kenneth berharap Puskeswan Ragunan menjadi barometer pelayanan kesehatan hewan nasional dan berkembang menuju standar internasional.
Secara garis besar, BPJS Hewan adalah skema subsidi, bukan asuransi berbasis iuran. Tujuannya untuk meringankan beban pemilik hewan kurang mampu, mendorong kesejahteraan hewan, serta mengendalikan penyakit menular dan populasi hewan liar melalui layanan kesehatan yang lebih terjangkau. Program ini diproyeksikan dijalankan penuh setelah persiapan infrastruktur rampung, dengan uji coba yang ditargetkan mulai 2026.
Tanggapan masyarakat terhadap program BPJS Hewan di Jakarta menunjukkan beragam pandangan:
Sebagian masyarakat, terutama para pemilik hewan peliharaan dan pakar kesehatan hewan, mendukung inisiatif ini karena dianggap dapat meringankan biaya pemeliharaan dan perawatan hewan bagi warga kurang mampu. Program ini juga dinilai bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan hewan dan mencegah penyebaran penyakit zoonosis seperti rabies.
Namun, ada juga kritikan yang menilai bahwa layanan kesehatan hewan di Jakarta saat ini masih sangat terbatas dan belum merata. Beberapa kalangan meminta pemerintah untuk lebih dulu memperkuat layanan dasar kesehatan hewan sebelum meluncurkan program subsidi ini agar program bisa berjalan efektif dan berkelanjutan.
Di sisi lain, sebagian masyarakat menganggap bahwa prioritas anggaran pemerintah sebaiknya untuk masalah sosial dan kesehatan manusia yang masih mendesak, dan mempertanyakan relevansi program BPJS Hewan di tengah keterbatasan dana dan pelayanan publik lainnya.
Ada pula yang memandang bahwa program ini berpotensi baik tapi perlu transparansi dan mekanisme pelaksanaan yang jelas agar manfaatnya tepat sasaran dan tidak menyulitkan warga.
Singkatnya, dukungan ada dari kelompok tertentu dengan catatan kesiapan sarana, pelayanan, dan alokasi anggaran harus diperhatikan. Sementara beberapa kalangan tetap skeptis dan meminta prioritas untuk layanan dasar yang lebih mendesak.****