KREDONEWS.COM, BANGKALAN- Kisah hidup Maryam Ahmad (54) sungguh luar biasa. Tiga puluh tahun kemudian baru bisa pulang ke Bangkalan Madura, kini dia sudah menginjakkan kaki di halaman rumahnya, di dusun Jaddih Laok, desa Jaddih, kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.
Ia tak mengenal dengan jelas satu persatu, siapa orang-orang yang berkumpul menyambut kedatangannya setelah dipulangkan dari Arab Saudi. Maklum, Maryam meninggalkan kampung halamannya selama 30 tahun silam untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi.
Maryam ditangkap pada tahun 2009 setelah terlibat insiden dengan majikannya, Yahya. Ketika majikannya memaki-maki, Maryam merespons dengan menyiram air panas, yang mengakibatkan majikannya melaporkannya ke polisi dan menuduhnya melakukan percobaan pembunuhan. Tuduhan ini mengarah pada tuntutan hukuman qisas (hukuman mati) terhadapnya
Maryam menjalani hukuman penjara selama 15 tahun 7 bulan, berpindah antara dua penjara: Briman dan Dhahban. Selama masa penahanannya, ia mengalami kondisi yang sangat sulit, termasuk tinggal di penjara bawah tanah dan mengonsumsi makanan yang tidak layak.
Proses pengampunan Maryam dari hukuman mati di Arab Saudi melibatkan beberapa langkah penting yang dilakukan oleh keluarganya dan melibatkan pihak majikan.
Setelah keluarga Maryam mengetahui tentang ancaman hukuman mati yang dihadapinya pada tahun 2015, mereka segera berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan KBRI di Arab Saudi. Dalam proses ini, mereka menemukan bahwa hukuman mati atau qisas hanya bisa digugurkan jika ada pengampunan dari pihak pelapor, yaitu majikan Maryam
Keluarga Maryam menunggu pengampunan dari keluarga majikannya selama bertahun-tahun. Selama waktu itu, Maryam menjalani hukuman penjara yang sangat berat, total selama 15 tahun dan 7 bulan
Keluarga Maryam terus berupaya untuk mendapatkan pengampunan melalui komunikasi dengan pihak berwenang. Akhirnya, pengampunan diberikan oleh anak majikan Maryam. Namun, sebagai syarat untuk mendapatkan pengampunan tersebut, pihak keluarga Maryam harus membayar denda sebesar Rp 1,6 miliar
Satu persatu wajah orang-orang dipandanginya. Mulai dari anak-anaknya, menantunya, cucunya dan suaminya. Semuanya sudah hilang dari ingatannya. Kini dia sudah kembali ke kampung halamannya, tinggal dan bertemu dengan ketujuh anaknya.
Ketujuh anak Maryam yakni Hartatik (41), Sobirin (40), Jazuli (36), Mustain (22), Maria Ulfa (21), Luluk (20) dan Turmudzi (19).
“Saya sedih, menangis saat diperkenalkan satu persatu anak-anak saya yang saya tinggalkan sejak kecil. Sekarag sudah besar, bahkan ada yang sudah punya anak. Padahal mereka semua, saya yang melahirkan,” kata Maryam saat didatangi di rumahnya pada Rabu, 4 Desember 2024,
Kepada para tetangganya, Maryam juga sudah lupa kepada mereka. Padahal, banyak dari mereka adalah teman bermain dan teman bekerja saat dirinya menjadi kuli tani saat masih muda.
Tetangga sekaligus teman saya bernama Sayuna. Dulu ke mana-mana dengan dia saat kerja serabutan. Kemarin waktu pertama kali datang saya tidak ingat siapa dia,” imbuhnya. Perasaan sedih bercampur bahagia dirasakan Jazuli, anak ketiga Maryam. Pertama kali melihat ibunya, matanya berkaca-kaca. Jazuli ditinggal ibunya saat berusia 12 tahun. Kini Jazuli sudah memiliki 2 anak.
Perasaan saya sedih tapi bahagia. Sedih karena ibu lupa kepada saya dan tidak mengenal cucu-cucunya. Senang karena dia bisa kembali ke rumah dalam keadaan sehat,” ujar Jazuli.
Jazuli mengenang wajah ibunya waktu masih muda, saat pertama kali pergi ke Arab Saudi di usia 24 tahun. Jazuli masih duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar.
Kini, ibunya sudah tua. Jalannya harus dipapah agar tidak jatuh. Jazuli mengaku sedikit sekali mendapatkan sentuhan kasih sayang ibunya.
“Setelah ibu saya dipenjara pada tahun 2009, saya sempat telepon dia dan kondisinya sehat. Saya khawatir dia sudah dihukum mati. **