Penulis: Arso Yudianto | Editor: Priyo Suwarno
KREDONEWS.COM, SIDOARJO– Kejaksaan Negeri Sidoarjo menggelar konferensi pers tentang dugaan korupsi dana pihak ketiga sebesar Rp 3,6 miliar di Desa Entalsewu, Kecamatan Buduran, Sidoarjo, serta menyita uang tunai sebesar Rp 951,5 juta bagian dari dana yang disalahgunakan.
Dana tersebut berasal dari kompensasi pelepasan tanah gogol desa dari pengembang perumahan PT Cahaya Fajar Abaditama (CFA) pada 2022, yang semestinya masuk dan dikelola secara transparan melalui APBDes. Namun, dana ini ternyata tidak tercatat dalam APBDes dan digunakan secara tidak resmi oleh Pemerintah Desa Entalsewu.
Kepala Desa Sukriwanto dan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Asrudin sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejari Sidoarjo. Pengembalian sebagian dana ini sudah dilakukan dari ketua RT dan RW atas perintah kepala desa, dan proses penyidikan serta penahanan masih berlanjut.
Keterangan mengenai kasus dugaan korupsi dana Desa Entalsewu, Buduran, disampaikan oleh Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Jhon Franky Yanafia Ariandi.
Ia menjelaskan tentang penyitaan uang tunai senilai Rp 951,5 juta dari kasus tersebut dan memberikan rincian terkait dana yang disalahgunakan serta proses penyidikan yang sedang berjalan.
Letak pidana dalam kasus dugaan korupsi dana desa seperti yang terjadi di Desa Entalsewu diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Secara spesifik, pasal yang sering digunakan untuk menjerat pelaku korupsi dana desa adalah Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, yang mengatur tentang tindak pidana korupsi dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun hingga paling lama 20 tahun serta denda yang besar.
Pasal tersebut menegaskan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain melalui kerugian keuangan negara akibat penyalahgunaan dana desa dapat dikenakan sanksi pidana tersebut.
Selain itu, penyalahgunaan dana desa yang tidak tercatat di APBDes dan penggunaan dana tidak sesuai peruntukannya merupakan inti pelanggaran pidana dalam kasus ini.**