Penulis: Agung Sedayu|Editor: Gandung Kardiyono
KREDONEWS.COM, JAKARTA -Saat penanganan bencana di Sumatera, kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto, sempat menjadi sorotan publik.
Pasalnya, pada akhir November 2025 lalu, Suharyanto sempat menyebut bahwa kondisi bencana di Sumatera hanya mencekam di media sosial.
Menanggapi pernyataan tersebut, akademisi Sulfikar Amir menyinggung tentang permasalahan informasi yang didapatkan.
“Di dalam penanganan bencana, salah satu faktor yang sangat menentukan di dalam mitigasinya itu adalah informasi,” ujar Sulfikar Amir, dikutip dari podcast yang diunggah di kanal YouTube Forum Keadilan TV pada Senin, 15 Desember 2025.
Menurut Sulfikar, ada dua jenis informasi yang seharusnya sudah dikantongi lebih dulu.
Pertama, informasi tentang apa yang sedang terjadi dan kedua adalah informasi apa yang mau dilakukan selanjutnya.
“Ini mestinya udah masuk ke masyarakat ketika peristiwa itu berlangsung selama 1 hari pertama, masyarakat harus sudah mendapatkan informasi apa yang terjadi dan apa yang mereka harus lakukan,” terangnya.
Menurut Sulfikar, belum ada informasi bencana yang masuk ke masyarakat, tak terkecuali dengan peringatan dini.
Indonesia dengan kondisi geografisnya sebagai negara yang punya banyak dataran tinggi rawan longsor hingga gunung berapi, menjadi salah satu yang punya risiko bencana tertinggi di dunia.
“Coba kita bayangkan, negara dengan salah satu risiko bencana yang tinggi tapi tidak punya sistem peringatan dini yang memadai, kan ironis,” imbuhnya.
“Karena tidak ada informasi yang jelas, BNPB pun tidak punya infrastruktur informasi yang valid sehingga Kepala BNPB akhirnya mengambil sikap yang mungkin meremehkan,” sambungnya.
Kontroversi Pernyataan Kepala BNPB
Pernyataan Kepala BNPB itu dilontarkan dalam konferensi pers mengenai dampak banjir Sumatera yang dilakukan pada 28 November 2025.
Dalam momen tersebut, Suharyanto mengklaim bahwa dampak di lapangan berbeda dengan apa yang banyak terlihat di media sosial.
“Memang kemarin kelihatannya mencekam karena berseliweran di media sosial, tetapi begitu kami tiba langsung di lokasi, banyak daerah yang sudah tidak hujan.
Yang paling serius memang Tapanuli Tengah, tetapi wilayah lain relatif membaik,” kata Suharyanto saat itu.
Pernyataan tersebut lantas ditarik dan permintaan maaf pun dilakukan karena telah meremehkan dampak banjir.
“Nah, Tapsel ini saya surprise begitu ya, saya tidak mengira sebesar ini. Saya mohon maaf, Pak Bupati,” kata Suharyanto saat mengunjungi Tapanuli Selatan, Sumatera Utara yang menjadi salah satu wilayah terdampak paling parah pada 30 Desember 2025.**







