Penulis : Jayadi | Editor : Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM-INDONESIA: Civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid menyuarakan penolakan terhadap RUU TNI. Mereka menilai aturan ini berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi militer seperti di era Orde Baru.

Aksi ini digelar di halaman Gedung Balairung UGM, Selasa (18/3), dengan berbagai spanduk bertuliskan ‘Tolak RUU TNI’, ‘Tolak Dwifungsi TNI’, dan ‘Kembalikan TNI ke Barak’. Dalam mimbar bebas, sejumlah akademisi UGM dan UII menyampaikan orasi secara bergantian.
Dosen FIB UGM, Achmad Munjid; Dosen Hukum Tata Negara FH UGM, Herlambang Wiratraman; Dosen Sekolah Vokasi UGM, Yudistira Hendra Permana; Peneliti Pukat UGM, Hasrul Halili; Rektor UII, Fathul Wahid; serta Guru Besar Ilmu Komunikasi UII, Masduki, membacakan pernyataan sikap.
Baca juga
Pimpinan Bulog Kalsel Dicopot: Mentan Tuntut Perbaikan Serapan Gabah
RUU TNI: Tidak Ada Dwi Fungsi ABRI, Berikut Daftar Final 14 K/L yang Bisa Ditempati TNI
“Artinya, tidak ada urgensinya membahas perubahan UU TNI. Apalagi jika prosesnya dilakukan secara tertutup dan tersembunyi di hotel mewah, bukan di rumah rakyat – Gedung DPR,” bunyi pernyataan bersama mereka.
Para akademisi juga menyoroti Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TNI, yang di dalamnya terdapat perluasan jabatan bagi anggota TNI aktif, termasuk di ranah peradilan. Mereka menilai hal ini berisiko mengancam independensi peradilan dan memperkuat impunitas anggota TNI.
“Ini bertentangan dengan prinsip negara hukum demokratis, dan akan membawa bangsa ini kembali pada keterpurukan otoritarianisme seperti pada masa Orde Baru,” lanjut pernyataan tersebut.
Mereka menuntut pemerintah dan DPR membatalkan RUU TNI yang dinilai tidak transparan dan mengabaikan aspirasi publik.
“Mendesak seluruh insan akademik di seluruh Indonesia segera menyatakan sikap tegas menolak sikap dan perilaku yang melemahkan demokrasi, melanggar konstitusi, dan kembali menegakkan agenda reformasi,” bunyi tuntutan keempat dalam pernyataan sikap.
Selain itu, mereka juga mendorong masyarakat sipil untuk terus mengawal agenda reformasi dengan melakukan pengawasan terhadap pemerintah dan DPR.
Di Jakarta, aksi serupa juga digelar oleh ratusan mahasiswa Universitas Trisakti. Mereka mendatangi Gedung DPR-MPR RI pada Rabu (19/3/2025), sehari setelah RUU TNI disepakati untuk disahkan dalam rapat paripurna. Mengenakan almamater biru tua, mereka meneriakkan “Tolak RUU TNI, Tolak RUU TNI!”
Di Solo, puluhan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) menggelar aksi di depan Gedung DPRD Solo. Mereka membentangkan spanduk bertuliskan ‘Hapuskan RUU TNI’, ‘Batalkan RUU TNI’, ‘Pulangkan TNI ke Barak’, dan ‘Supremasi Sipil’. Aksi ini sempat menutup sebagian ruas Jalan Adi Sucipto, dengan mahasiswa duduk sambil berorasi.
Presiden BEM UNS, Muhammad Faiz Yuhdi, menegaskan bahwa aksi ini bertujuan untuk mengingatkan DPRD Solo agar menyampaikan aspirasi publik sebelum RUU disahkan.
“Di sini kita teman-teman daerah ingin memperingatkan DPRD yang seharusnya menjadi representasi masyarakat daerah. Untuk nanti mereka bisa menyampaikan, masih ada waktu masih ada harapan sebelum besok disahkan,” ujarnya.
Di Purworejo, Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) turut menolak RUU TNI. Ketua PMII Purworejo, Fatkhu Rohman, menyatakan pihaknya siap turun ke jalan bersama organisasi mahasiswa lain.
“RUU TNI membuka ruang bagi militer untuk kembali terlibat dalam jabatan-jabatan sipil strategis, dan hal ini berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI yang pernah menjadi alat kontrol pemerintahan yang otoriter di masa lalu,” kata Fatkhu Rohman.
Gelombang penolakan dari akademisi dan mahasiswa di berbagai daerah menunjukkan bahwa RUU TNI masih menjadi polemik besar. Mereka mendesak pemerintah dan DPR untuk lebih transparan serta melibatkan publik dalam proses legislasi.***