Menu

Mode Gelap

Uncategorized

Cerita Hari Ini: Saat Berjuang Pangeran Diponehoro Ditemani Dua Punakawan

badge-check


					Cerita Hari Ini: Saat Berjuang Pangeran Diponehoro Ditemani Dua Punakawan Perbesar

Penulis: Satwiko Rumekso | Editor: Yobie Hadiwijaya

KREDONEWS.COM, SURABAYA-Pangeran Diponegoro selain dibantu panlima perangjuga didampingi oleh para pendamping yang sering disebut sebagai panakawan (pengiring), yakni Joyosuroto (Roto), Banthengwareng, Sahiman (Rujakbeling), Kasimun (Wangsadikrama), dan Teplak (Rujakgadhung).

Mereka para panakawan disebut juga sebagai bocah becik (anak baik) dan berperan bergantian sebagai abdi pengiring, guru, penasihat, peracik obat, pembanyol, hingga penafsir mimpi.

Joyosuroto (dipanggil Roto) adalah panakawan yang selalu ada di setiap perjalanan sang Pangeran sejak awal perjuangan hingga perjalanan sebagai tahanan menuju pengasingan. Roto bahkan ikut dalam kereta kuda residen Kedu menuju Semarang dan bertugas membawa kotak sirih.

Roto juga menjaga kamar Pangeran Diponegoro dengan tidur di depan pintu kamarnya ketika sang pangeran telah tiba dan menginap selama seminggu di Wisma Residen Bojong, Semarang. Dia menyajikan roti putih yang dipanggang setiap pagi berikut kentang walanda.

Sebelum bergabung dengan Pangeran Diponegoro, Roto adalah hanya seorang warga desa sekitar Tegalrejo. Setelah perang dimulai, Roto ikut bersama pasukan Diponegoro menuju perbukitan di Selarong pada tahun 1825 dan tinggal di Guwo Secang yang memiliki dapur. Di tempat ini, sang Pangeran kian mendalami ilmu mistik dan agamanya dengan tinggal di gua-gua dan berziarah.

Ketika perang berkecamuk dan sang pangeran menerapkan sistem pemerintahan keraton di Selarong (Oktober 1825) dan di Kemusuk, Kulon Progo (November 1825-Agustus 1826), para panakawan tidak lagi menjadi satu-satunya sahabat karib sang Pangeran.

Meski demikian, para panawakan selalu mendampingi setiap langkah sang Pangeran. Bahkan, Roto bersama Banthengwareng, menemani Pangeran Diponegoro ke hutan-hutan di sebelah barat Bagelen ketika meloloskan diri dari kejaran pasukan AV Michiels.

Saat itu, kondisi Diponegoro terkena sakit malaria, terpaksa berpindah-pindah dari gubug petani satu ke gubug lainnya dan Roto menghibur sang Pangeran yang sedang sakit dengan banyolan-banyolan yang lucu.

Sosok Roto hadir dalam lukisan Raden Saleh berjudul Penangkapan Pangeran Diponegoro. Dia dilukiskan sedang berdiri di pilar bagian barat, sosoknya tersembunyi di belakang seorang pasukan Hindia Belanda yang tengah memegang senjata, tanpa mengenakan sorban, dengan wajah tengah memandang ke arah tuannya.

Roto juga ikut serta ketika Diponegoro diasingkan ke Manado dan tinggal bersama keluarganya selama tiga tahun sebelum pada tahun 1839, pemerintah Hindia Belanda mengirimnya ke Tondano dan bergabung dengan Kiai Modjo.

Bantheng Wareng
Banthengwareng yang hidup antara tahun 1810-1858 disebut-sebut sebagai panakawan yang paling setia. Banthengwareng disebut sebagai panakawan yang paling setia, karena dia ikut hingga Pangeran Diponegoro diasingkan ke Makassar.

Namanya tertulis dalam Babad Dipanagara dengan julukan lare bajang, anak muda yang nakal dan cebol. Tubuh cebolnya juga tergambar dalam lukisan koleksi Snouck Hurgronje yang tersimpan di Universitas Leiden, yang menggambarkan Banthengwereng sebagai sosok bertubuh cebol, buncit dan tak berbusana.

Di lukisan tersebut, Banthengwereng berdiri di dekat Pangeran Diponegoro dan membantu sang Pangeran mengajarkan ilmu mistik Islam kepada putranya, ketika berada dalam pengasingan tahun 1835-1855.

Roto bersama Banthengwareng, menemani Pangeran Diponegoro ke hutan-hutan di sebelah barat Bagelen ketika meloloskan diri dari kejaran pasukan AV Michiels. Saat itu, kondisi Diponegoro terkena sakit malaria, terpaksa berpindah-pindah dari gubug petani satu ke gubug lainnya dan Roto menghibur sang Pangeran yang sedang sakit dengan banyolan-banyolan yang lucu.

Sejarawan Belanda, George Nypels dalam bukunya yang berjudul De Oorlog in Midden-Java van 1825 tot 1830, menuliskan bahwa Diponegoro ditemani dua pengiringnya dalam kondisi kekurangan, dengan luka di kakinya dan sakit malaria, harus berpindah-pindah terkadang tidak memiliki tempat berteduh dan cukup makanan.

Pangeran Diponegoro bersembunyi selama tiga bulan antara pertengahan November 1829 hingga pertengahan Februari 1830.

Walaupun namanya “sangar” tetapi perawakan Banteng Wareng kecil seperti cebol, dia suka melucu sehinga sering membuat Diponegoro tertawa karena kelucuannya. Dalam karyanya Babad Diponegoro versi Manado, Diponegoro mengatakan bahwa Banteng Wareng dan Joyosuroto jika melucu sering membicarakan yang jorok-jorok (berbau seksual).

Dengan tubuhnya yang kecil, maka makam Banteng Wareng berbentuk kecil seperti makam anak usia 12 tahun karena Banteng Wareng perawakannya kecil (cebol) sebagaimana diceritakan Diponegoro dalam babadnya.

Banteng Wareng dan keluarganya tetap bersama Diponegoro di Makassar hingga akhir hidupnya. Banteng Wareng meninggal setelah Diponegoro terlebih dahulu menghadap Tuhan Yang Maha Pencipta. Pada tahun 1858 Banteng Wareng meninggal dalam usia 48 tahun. Artinya Banteng Wareng dipanggil Tuhan setelah 3 tahun Diponegoro meninggal dunia.

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Cerita Hari Ini: Daendels Merekrut Tentara 20.000 Orang, Tak Mau Orang Jawa

27 Juni 2025 - 14:16 WIB

Cerita Hari Ini: Daendels Nyaris Pindahkan Batavia ke Surabaya

26 Juni 2025 - 12:49 WIB

Cerita Hari Ini: Hukuman Khas Daendels, Membariskan Manusia Menjadi Tiang Pancang Jembatan

25 Juni 2025 - 12:12 WIB

Cerita Hari Ini: Kasunanan Surakarta Punya Ghostbusters Namanya Legiun Canthang Balung

24 Juni 2025 - 13:30 WIB

Cerita Hari Ini: Goplem, Raksasa Gaib Pemimpin Para Danyang Penunggu Sitihinggil Keraton Solo

23 Juni 2025 - 11:13 WIB

Cerita Hari Ini: Meriam Legendaris Era Mataram Islam, Ada yang Berisyarat Cabul

22 Juni 2025 - 18:00 WIB

Beginilah Ujud Mother Ship, Drone Induk yang Mampu Angkut 100 Anak Drone

21 Juni 2025 - 20:00 WIB

Cerita Hari Ini: Gedung Sakral di Keraton Surakarta Ini Tempat Pertemuan Raja dan Ratu Kidul

21 Juni 2025 - 14:23 WIB

Cerita Gari Ini: Sri Sultan Hamengkubuwono IX PNS Pertama RI, Ini Penyebabnya

19 Juni 2025 - 14:04 WIB

Trending di Uncategorized