Penulis: Satwiko Rumekso | Editor: Yobie Hadiwijaya
KREDONEWS.COM, SURABAYA-Panembahan Senopati adalah Raja Pertama Mataram Islam. Ia naik ke tampuk kekuasaan Mataram usai menggantikan ayahnya, Ki Ageng Pemanahan atau disebut juga Ki Ageng Mataram. Uniknya, Panembahan Senopati diceritakan pernah menantang Jaka Tingkir alias Sultan Hadiwijaya yang merupakan ayah angkatnya.

Tatkala diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan, Alas Mentaok atau Hutan Mentaok masih berbentuk rimba belantara. Hutan tersebut memiliki banyak tanaman mentaok yang kini mulai langka.
Berdasarkan cerita rakyat dalam buku ‘Antologi Cerita Rakyat Daerah Yogyakarta’ karya Dhanu Priyo Prabowo, awalnya Jaka Tingkir enggan menyerahkan tanah yang telah dijanjikannya tersebut. Alasannya, Sunan Giri pernah berkata bahwa kelak akan muncul raja dari wilayah Mataram tersebut yang dapat menguasai Pajang.
Setelah akhirnya diberikan, Ki Ageng Pemanahan bersama rakyat dan anaknya membuka hutan tersebut. Setelahnya didirikan pemukiman hingga berkembang pesat. Ki Ageng Pemanahan kemudian wafat pada tahun 1575 Masehi.
Sebelum wafat, ia berpesan agar Danang Sutawijaya menggantikannya. Karenanya, berdasar fakta sejarah, Danang Sutawijaya menggantikan kedudukan ayahnya sebagai penguasa Mataram.
Cerita unik ini dikisahkan dalam buku ‘Babad Tanah Jawi’ oleh W.L. Olthof. Usai menggantikan Ki Ageng Pemanahan, Jaka Tingkir memberi waktu Panembahan Senopati untuk mengembangkan wilayah Mataram selama satu tahun.
Setelah satu tahun, ia diwajibkan untuk menghadap Jaka Tingkir di Istana Pajang. Satu tahun berlalu, tetapi belum ada itikad dari Panembahan Senopati untuk sowan. Akibat perkataan Sunan Giri, timbul rasa khawatir dalam hati Jaka Tingkir. Sultan Pajang tersebut lalu mengutus Wuragil dan Ngabehi Wila Marta untuk menemui Panembahan Senopati.
Seperti diketahui Sunan Giri pernah mengucapkan ramalan, kelak keturunan Ki Ageng Pemanahan di Mataram akan memerintah seluruh Tanah Jawa, termasuk Giri pun akan patuh pada Mataram. Di Pajang, ramalan itu membuat geger. Tapi Joko Tingkir menyadari itu sebagai takdir. Sebelumnya, ia sudah pernah mendengar ramalan Suban Giri itu`
Keduanya berangkat menggunakan kuda dan mengunjungi rumah Raja Mataram tersebut. Kebetulan, kala itu Panembahan Senopati tengah bertapa di daerah Lipura, maka mereka pun segera menyusulnya.
Tantangan Panembahan Senopati kepada Jaka Tingkir
Ketika bertemu, Ki Wuragil mengajak Ki Wila Marta untuk turun dari kuda dan menyampaikan pesan Sultan Pajang tersebut. Ki Wila Marta menolak dengan alasan hal tersebut akan merendahkan kehormatan sultan yang mengutus mereka berdua.
Ki Wuragil terus meyakinkannya hingga akhirnya berhasil. Keduanya lalu menyambangi Panembahan Senopati yang tengah berada di punggung kudanya sembari berjaga.
Melihat keduanya, Panembahan Senopati tidak turun dari kudanya dan justru menanyakan tujuan keduanya datang. Kedua utusan tersebut mengiyakan bahwa mereka adalah utusan Sultan Pajang dan meminta Senopati untuk berhenti berfoya-foya, minum-minum, mencukur rambut, dan sowan ke Pajang.
Dengan tetap berada di punggung kuda, Panembahan Senopati menjawab bahwa ia baru akan mengunjungi Pajang jika Jaka Tingkir berhenti dari kebiasaannya mengganggu istri orang lain dan sembuh dari kesukaan mengambil perawan dari abdinya.
Kedua utusan tersebut lalu kembali ke Istana Pajang dan memberikan laporan palsu. Dikatakanlah bahwa Panembahan Senopati bersedia dan akan segera menyusul.
Perasaan Bersalah Panembahan Senopati
Mengetahui ucapan bernada angkuh dari sang raja, Ki Juru Martani lantas menasehatinya sebaik mungkin. Panembahan Senopati merasa bersalah dan kemudian berdoa kepada Allah agar kelak dapat menggantikan Sultan Pajang tersebut.
Ki Juru Martani juga berpesan untuk jangan sekali-kali melawan ayah angkatnya tersebut. Sebagaimana telah begitu besar jasa Sultan Hadiwijaya kepada Senopati dan Bumi Mataram.
Suatu ketika datanglah rombongan menteri melalui Mataram ingin menuju Pajang. Para menteri tersebut ingin memberikan upeti kepada Pajang. Namun, di Mataram, mereka dicegat oleh Panembahan Senopati.
Senopati kemudian memberikan hadiah yang begitu bagus dan indah kepada semuanya. Para menteri tersebut begitu senang dan mengurungkan niatnya untuk membayar upeti ke Pajang.
Bahkan, menteri-menteri tersebut bersumpah setia untuk membantu Panembahan Senopati jika pecah perang. Kelak, berdasarkan catatan sejarah, Panembahan Senopati benar-benar menguasai Pajang usai mengalahkan Jaka Tingkir dalam perang besar.***