Penulis: Satwiko Rumekso | Editor: Yobie Hadiwijaya
KREDONEWS.COM, SURABAYA-Sultan Agung tak ingin mengulangi kegagalan serangan pertama ke Batavia pada 1628. Ia berusaha mempersiapkan serangan kedua dengan lebih baik. Ia membuat gudang-gudang beras agar pasukannya tidak kelaparan. Untuk mengetahui pertahanan VOC, ia mengirim mata-mata ke Batavia.

Mata-mata bernama Warga itu tiba di Batavia pada 16 April 1629. Dengan menyamar sebagai pedagang, ia berhasil mengamati benteng-benteng VOC. Ia malaporkan hasil pengamatannya kepada penanggung jawab serangan kedua.
“Namun malang baginya, ia tertangkap oleh Kompeni, kemudian disiksa dan dipenjarakan,” tulis Sutrisno Kutoyo, dkk. dalam Sejarah Ekspedisi Pasukan Sultan Agung ke Batavia.
Sultan Agung mengerahkan 130.000 prajurit yang diperkuat dengan meriam. Mereka mulai bergerak pada akhir Mei 1629. Namun, akibat tertangkapnya mata-mata itu, VOC berhasil menghancurkan logistik untuk pasukan Mataram.
Serangan kedua Mataram ke Batavia pada tahun 1629 merupakan salah satu upaya paling ambisius dalam sejarah Nusantara untuk menantang kekuasaan VOC di wilayah tersebut. Serangan ini dipimpin oleh Sultan Agung, raja Mataram yang dikenal sebagai pemimpin yang tangguh dan penuh ambisi untuk mengusir Belanda dari tanah Jawa.
Sultan Agung memulai persiapan dengan membangun lumbung-lumbung beras di daerah Karawang dan Cirebon. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pasukan Mataram memiliki pasokan makanan yang cukup selama pengepungan. Ini merupakan pelajaran yang dipetik dari serangan pertama, di mana kekurangan logistik menjadi salah satu faktor utama kegagalan. Selain itu, Sultan Agung juga memerintahkan pembangunan peralatan militer, termasuk meriam, untuk digunakan dalam serangan tersebut.
Pada bulan Mei 1629, pasukan pertama yang dipimpin oleh Adipati Ukur mulai bergerak menuju Batavia. Pasukan ini terdiri dari sekitar 14.000 prajurit yang dibagi menjadi beberapa kelompok, dengan pasukan kedua yang dipimpin oleh Adipati Juminah menyusul pada bulan Juni. Meskipun pasukan Mataram bergerak dengan semangat juang yang tinggi, mereka segera menghadapi tantangan besar di sepanjang perjalanan.
VOC, yang telah mendengar desas-desus tentang rencana serangan ini, mulai mengirim mata-mata dan melakukan tindakan preventif untuk menggagalkan upaya Mataram. Salah satu langkah penting yang diambil oleh VOC adalah menghancurkan lumbung-lumbung beras yang dibangun oleh Sultan Agung.
Pada tanggal 4 Juli 1629, tiga kapal Belanda menyerang Tegal dan memusnahkan 200 kapal, 400 rumah, dan gunungan padi yang disimpan di sana. Beberapa minggu kemudian, lumbung padi kedua di Cirebon juga dihancurkan oleh pasukan Belanda. Dengan hilangnya pasokan makanan ini, pasukan Mataram kembali menghadapi masalah logistik yang serius.
Pengepungan Batavia dan Kegagalan Misi
Pasukan Mataram akhirnya mencapai Batavia pada akhir Agustus 1629. Pada tanggal 21 Agustus, pelopor pertama dari pasukan Mataram terlihat oleh pos penjagaan Belanda di sepanjang Kali Ciliwung. Para prajurit Mataram segera mulai mengepung kota dari arah timur, selatan, dan barat, dengan tujuan untuk mengepung Batavia sepenuhnya dan memutus jalur suplai ke kota tersebut.
Namun, masalah yang telah dihadapi pasukan Mataram selama perjalanan mereka semakin memperburuk situasi. Selain kekurangan makanan, wabah penyakit seperti malaria dan kolera mulai melanda pasukan Mataram. Kondisi ini semakin melemahkan daya tempur mereka, membuat mereka tidak mampu melakukan serangan yang efektif terhadap pertahanan Belanda yang kuat.
Meskipun demikian, pasukan Mataram berhasil mencemari Sungai Ciliwung, yang menjadi sumber air utama bagi penduduk Batavia. Akibatnya, wabah kolera melanda kota tersebut, dan salah satu korban yang jatuh adalah Gubernur Jenderal VOC, Jan Pieterszoon Coen, yang merupakan simbol kuat kekuatan VOC di Nusantara.
Pada 8 September 1629, pasukan Mataram mendekati benteng Hollandia, salah satu benteng utama Belanda di Batavia. Namun, upaya untuk menembus pertahanan Belanda terbukti sangat sulit. Pada tanggal 12 September, sekitar 200 prajurit Mataram mencoba menyerbu Benteng Bommel, tetapi serangan ini berhasil dipukul mundur oleh pasukan Belanda.
Beberapa hari kemudian, pasukan Mataram berhasil mendekati pertahanan paling luar Belanda dan menyiapkan meriam-meriam mereka. Pada tanggal 21 September, tembakan pertama dari pasukan Mataram dilepaskan, menandai dimulainya pertempuran yang sengit.
Meskipun pasukan Mataram berjuang dengan gagah berani, mereka tidak mampu menandingi keunggulan teknologi dan taktik militer Belanda. Serangan demi serangan yang dilancarkan oleh pasukan Mataram berhasil dipatahkan oleh pertahanan Belanda yang kokoh. Pada tanggal 27 September, Belanda memutuskan untuk tidak lagi mengadakan serangan umum, karena pasukan Mataram mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan dan kekurangan semangat akibat kelaparan yang semakin parah.
Pada tanggal 1 Oktober 1629, pasukan Mataram memulai penarikan mundur mereka dari Batavia. Selama penarikan mundur ini, banyak prajurit Mataram yang meninggal karena penyakit dan kelaparan, meninggalkan mayat-mayat dan peralatan perang mereka di sepanjang jalan. Serangan kedua ini berakhir dengan kegagalan total, dan Sultan Agung tidak pernah lagi mencoba menyerang Batavia. ***