Menu

Mode Gelap

Uncategorized

Cerita Hari Ini: Ditagih Dokumen Perjanjian oleh HB IV, Pangeran Diponegoro Malah Membakarnya

badge-check


					Sultan muda yan meninggal secara misteriu Perbesar

Sultan muda yan meninggal secara misteriu

Penulis: Satwiko Rumekso | Editor: Yobie Hadiwijawa

KREDONEWS.COM, SURABAYA-Perang Diponegoro dimulai pada 20 Juli 1825 ketika pihak Belanda mengutus dua bupati senior untuk menangkap Pangeran Diponegoro serta Mangkubumi yang berada di Tegalrejo.

Pada saat kediamannya dibakar, Pangeran Diponegoro beserta pasukannya mampu menyelamatkan diri dengan menjebol tembok kediamannya dan bersama pengkutnya menuju Gua Selarong.

Tiga minggu kemudian Pangeran Diponegoro menduduki Keraton Yogyakarta, bukan dalam arti mengambil alih secara permanen, melainkan selama beberapa waktu dalam perlawanan terhadap kolonial Belanda.

Hal ini terjadi dalam konteks Perang Diponegoro (1825-1830) di mana Pangeran Diponegoro secara terbuka menentang kebijakan kolonial Belanda.

Keberhasilan ini diikuti oleh serangkaian kemenangan di beberapa wilayah lainnya pada tahun-tahun awal peperangan.

Pergolakan yang dipimpin oleh Diponegoro meluas ke arah timur, menjangkau Madiun, Magetan, Kediri, dan daerah sekitarnya. Pergerakan yang semakin meluas ini dianggap sebagai upaya untuk menggalang kekuatan di seluruh pulau Jawa.

Putus Hubungan denga Adiknya

Pangeran Diponegoro merupakan keturunan ningrat atau pejabat keraton. Tetapi hubungannya dengan pejabat keraton Yogya itu tidak sepenuhnya berjalan mulus. Sang pangeran bahkan pernah bermusuhan dengan sang adik sendiri Sultan Hamengkubuwono IV, saat bertahta di Kesultanan Yogyakarta.

Dan inilah salah satu pemicu Perang Jawa.

Permusuhan Pangeran Diponegoro dengan sang adik ini bukan tanpa sebab. Konon saat itu pihak keraton yang dipimpin Sultan Hamengkubuwono IV cenderung memiliki kedekatan dengan pemerintah kolonial Belanda yang dipimpin oleh Nahuys Van Burgst selaku residen Belanda di Yogyakarta.

Apalagi sebelumnya sempat timbul pemberontakan atau perlawanan dari beberapa kerabat keraton, salah satunya yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro. Pemberontakan ini sendiri akhirnya gagal, karena ketiadaan dukungan dari pejabat-pejabat pribumi dan kegagalan strategi.

Dari sanalah konon sang pangeran sebagaimana dikutip dari buku “Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 – 1855” tulisan Peter Carey, memendam kekecewaan dengan Keraton Yogyakarta. Ketegangan antara Diponegoro dengan keraton membuncah saat dokumen yang ditulis oleh ayah Diponegoro, Sultan Hamengku Buwono III, yang mengakui hak kesulungan atas tahta Yogya. Masalah ini telah menjadi bahan perbantahan antara Pangeran Diponegoro dan ibu tirinya, pada waktu membicarakan soal penunjukan pejabat polisi (gunung) baru, yang telah disebut.

Menurut kesaksian Pangeran Diponegoro, Sultan Hamengku Buwono IV pernah datang ke Tegalrejo, di ujung tahun 1822 untuk menemuinya. Dikisahkan pertemuan antara Pangeran Diponegoro dengan Sultan Hamengku Buwono IV, untuk tujuan meminta dokumen yang berisi perihal semua perjanjian politik sejak masa Inggris.

Namun Diponegoro konon enggan menyerahkan dokumen yang tersimpan dalam arsip pribadinya, sambil betul – betul menekankan agar dokumen itu dijaga dengan baik. Tapi menurut beberapa cerita dan sumber, saat raja muda ini kembali ke keraton, Diponegoro justru langsung membakar dokumen itu. Hal ini untuk menghilangkan jejak bukti – bukti yang dapat mengancam tahtanya.

Hal ini pula yang menjadikan kemudian Pangeran Diponegoro mempercepat penolakannya untuk terus melakukan tugas – tugasnya dengan baik sebagai wali, dan bermuara pada putusnya hubungan antara Pangeran Diponegoro dengan Keraton Yogyakarta. Dengan demikian, sultan keempat Yogya telah melakukan sebuah tindakan yang mengakibatkan terjadinya bencana di masa depan.

Hingga sang sultan wafat pada 6 Desember 1822 sekitar pukul 15.30 WIB, sekembalinya ia di Keraton Yogyakarta, setelah melakukan perjalanan pulang dari salah satu tempat peristirahatannya. Caranya meninggal adik Pangeran Diponegoro ini juga konon dinilai tidak wajar. Tubuhnya mendadak membengkak, suatu petunjuk, menurut dugaan beberapa orang di masa itu, bahwa ia diracun.

Tetapi isu itu tidak bisa dikonfirmasi kebenarannya atas dugaan itu. Tubuhnya Sultan Hamengku Buwono IV di akhir hayatnya tubuhnya kian gemuk, kegemarannya makan makanan berbumbu, serta sikapnya yang selalu memaksakan diri naik ke sadel kuda, telah memberinya serangan jantung pada usia masih sangat muda, yakni 18 tahun.

Gaya hidupnya yang mempertontonkan hasrat hati karena pengaruh residen Belanda Nahuys Van Burgst dan asistennya R.C.N d’Abo membawanya kian cepat menghadap ke Sang Kuasa. Sultan Hamengku Buwono IV adalah raja pertama yang menjadi gaya hidup kebarat-baratan yang melanda keraton – keraton Jawa selatan – tengah pasca 1816.

Hal ini yang menjadikan pula Pangeran Diponegoro begitu kurang menghargai dan memutuskan hubungan dengan keraton di bawah kepemimpinan Sultan Hamengku Buwono IV.***

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Cerita Hari Ini: Pujangga Keraton Ini Menolak Gaji 1.000 Gulden dari Belanda

31 Mei 2025 - 11:50 WIB

Cerita Hari Ini: PB IX Berseteru dengan Ronggowarsito Gara-gara Ramalan

30 Mei 2025 - 14:15 WIB

Alasan Sapi dan Babi Dilarang Dimakan, Dosa Buang Sampah Sembarangan Menurut Pendekatan Materialisme

30 Mei 2025 - 10:47 WIB

Cerita Hari Ini: PB IX Raja Solo Memakai Kalung Salib, Begini Kisahnya

29 Mei 2025 - 12:43 WIB

Cerita Hari Ini: PB VIII, Raja Pertama Mataram yang Memilih Tak Punya Selir

28 Mei 2025 - 12:29 WIB

Cerita Hari Ini: Tanam Paksa Belanda Menyebakan Ratusan Ribu Orang Mati Kelaparan

27 Mei 2025 - 13:45 WIB

Cerita Hari Ini: Tanam Paksa Memberi Keuntungan Belanda 832 Juta Gulden, Pegawai Pribumi Rame-rame Korupsi

26 Mei 2025 - 11:01 WIB

Cerita Hari Ini: Mangkunegaran Akhirnya Tak Bisa Netral dan Berperang Melawan Pasukan Diponegoro

25 Mei 2025 - 14:56 WIB

Wanita Meninggal 8 Menit dan Mengatakan Jiwa Tak Pernah Mati

24 Mei 2025 - 16:48 WIB

Trending di Uncategorized