Penulis: Satwiko Rumekso | Editor: Yobie Hadiwijaya
KREDONEWS.COM, SURABAYA-Amangkurat II merupakan sultan Mataram Islam kedua yang memerintah dari tahun 1677 hingga tahun 1703.

Ia merupakan Sultan Mataram yang memindahkan keraton Mataram dari Plered ke Kartasura.
Sultan Amangkurat II mendapat julukan Sultan Amral. Hal itu disebabkan karena ia suka memakai seragam Angkatan Laut (Admiral) Belanda.
Amangkurat II dikenal haus kekuasaan dan perjalanannya ke singgasana diwarnai konflik hingga akhir hayatnya.
Amangkurat II atau Sultan Amaral merupakan anak dari Amangkurat I dan Ratu Kulon.
Ia memiliki nama kecil Raden Mas Rahmat dengan gelar Pangeran Adipati Anom. Amangkurat II dibesarkan di Surabaya oleh kakeknya, Pangeran Pekik.
Ia diasuh kakeknya tersebut setelah ibunya, Ratu Kulon meninggal dunia.
Ketika menginjak dewasa, Amangkurat II pernah terlibat konflik dengan ayahnya, Amangkurat I.
Konflik itu disebabkan adanya berita bahwa jabatan Adipati Anom (putra mahkota) akan digantikan dengan putra Amangkurat I yang lain, yaitu Pangeran Puger.
Berita tersebut kemudian memaksa Amangkurat II memberontak terhadap ayahnya, Amangkurat I pada tahun 1661.
Konflik tersebut akhirnya mampu dipatahkan oleh Amangkurat I.
Akan tetapi muncul konflik lagi pada tahun 1668. Hal itu disebabkan Amangkurat II yang jatuh cinta dengan seorang gadis asal Surabaya yang bernama Rara Oyi.
Ternyata, Rara Oyi juga diinginkan oleh ayahnya, Amangkurat I untuk dijadikan selir.
Berkat bantuan kakeknya, Pangeran Pekik, Amangkurat II berhasil mendahului ayahnya untuk menikahi Roro Oyi.
Amangkurat I murka setelah mengetahui pernikahan Amangkurat II dengan Roro Oyi.
Pangeran Pekik yang membantu Amangkurat II kemudian dibunuh oleh Amangkurat I.
Sementara itu, Amangkurat II diampuni oleh Amangkurat I setelah dipaksa membunuh Roro Oyi.
Meski diampuni, Amangkurat II dipecat oleh Amangkurat I dari jabatannya sebagai Adipati Anom atau Putra Mahkota.
Adipati Anom kemudian diteruskan kepada adiknya, yakni Pangeran Puger.
Setelah perselisihan itu, pada tahun 1670, Amangkurat II kemudian meminta bantuan kepada Panembahan Rama atau Raden Kajoran. Melalui Panembahan Rama, Raden Mas Rahmat kemudian dikenalkan kepada menantunya, Trunojoyo, seorang bangsawan dari Madura.
Trunojoyo memiliki pasukan besar yang berasal dari orang-orang pelarian dari Makassar. Mereka memberontak terhadap pemerintahan Mataram di Plered.
Amangkurat II dan Trunojoyo bekerja sama menggulingkan Amangkurat I dan menguasai Mataram.
Mengetahui kekuatan Trunojoyo yang mampu menguasai Mataram, membuat Amangkurat II bimbang. Ia kemudian kembali ke Plered.
Namun, pada akhirnya Plered berhasil dikuasai oleh Trunojoyo pada 2 Juli 1677. Di sini, Amangkurat II berbalik melawan Trunojoyo dan malah melindungi ayahnya.
Amangkurat II bersama Amangkurat I pun melarikan diri ke Tegal.
Dalam pelarian itu, Amangkurat I akhirnya meninggal dunia pada 13 Juli 1677. Sebelum meninggal dunia, Amangkurat I menunjuk Amangkurat II menjadi pemimpin Mataram.
Konon, dalam pelarian ke Tegal, Amangkurat II meracuni ayahnya sendiri dan mengklaim takhta.
Penunjukan Amangkurat II sebagai penerus Amangkurat I ini juga tanpa sepengetahuan Pangeran Puger.
Amangkurat II akhirnya menjadi pemimpin Mataram menggantikan ayahnya, Amangkurat I pada 13 Juli 1677.
Amangkurat II kemudian melanjutkan pemerintahan dengan meminta bantuan VOC. Hal itu dilakukan untuk memadamkan pemberontakan Trunojoyo.
Permintaan Amangkurat II itu kemudian disepakati oleh VOC dengan syarat wilayah pesisir utara Jawa yang dikuasai Mataram diserahkan kepada VOC sebagai jaminan pembayaran biaya perang.
Pada akhirnya, pemberontakan Trunojoyo berhasil dipadamkan oleh Mataram dan VOC pada 26 Desember 1679.
Bahkan, Amangkurat II mengeksekusi mati Trunojoyo dengan tangannya sendiri pada 2 Januari 1680.***