Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, SURABAYA– Terjadi polemik setelah terbit Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 yang dinilai bertentangan langsung dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
Perpol ini tetap melegalkan penempatan anggota Polri aktif di instansi sipil, meskipun MK telah melarang praktik tersebut tanpa melalui pensiun dini.
1. Kronologi dan Fakta Hukum
Terdapat ketidaksinkronan yang nyata antara putusan pengawal konstitusi dengan regulasi internal kepolisian berdasarkan lini masa berikut:
* 13 November 2025: Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Amar putusan menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam UU Polri bertentangan dengan UUD 1945. Artinya, polisi aktif dilarang menjabat di luar struktur kepolisian kecuali mundur atau pensiun.
* 9-10 Desember 2025: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menandatangani dan mengundangkan Perpol Nomor 10 Tahun 2025. Peraturan ini justru mengatur kembali penugasan anggota Polri aktif di 17 Kementerian/Lembaga.
2. Isi Perpol Nomor 10 Tahun 2025
Peraturan ini menjadi dasar hukum internal Polri untuk menugaskan anggotanya di luar struktur organisasi Polri.
* Ketentuan: Mengizinkan penugasan di dalam dan luar negeri (Pasal 2) serta menetapkan daftar instansi tujuan (Pasal 3 ayat 2) baik untuk jabatan manajerial maupun non-manajerial berdasarkan permintaan resmi.
* Daftar 17 Instansi Sasaran Penugasan:
* Kemenko Polhukam
* Kementerian ESDM
* Kemenkumham
* Kementerian Agama
* Kementerian Dalam Negeri
* Kemendikbudristek
* Kementerian Luar Negeri
* Kementerian Perhubungan
* Kementerian Perindustrian
* Kementerian Pertahanan
* Kementerian Kelautan dan Perikanan
* Kementerian PUPR
* Lemhannas
* Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
* Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
* Badan Narkotika Nasional (BNN)
* Badan Intelijen Negara (BIN)
3. Analisis LBH Jakarta: Pelanggaran Konstitusi dan Reformasi
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai Perpol ini adalah bentuk pembangkangan terhadap konstitusi dan upaya melanggengkan “Dwifungsi Polri”. Berikut adalah poin-poin krusial pandangan LBH Jakarta:
A. Melanggar Putusan MK yang Final dan Mengikat
Putusan MK bersifat erga omnes (berlaku untuk semua). MK menegaskan bahwa jabatan di luar kepolisian hanya boleh diduduki setelah anggota Polri mengundurkan diri atau pensiun. Perpol ini dianggap menabrak kepastian hukum yang dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
B. Indikasi Kembalinya Dwifungsi & Militerisasi Sipil
Praktik ini dinilai melanggengkan Dwifungsi Polri yang seharusnya dihapus sejak Reformasi 1998. Penempatan polisi aktif di jabatan sipil bertentangan dengan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 tentang tugas Polri sebagai alat keamanan negara, bukan administrator pemerintahan.
C. Merusak Jenjang Karier ASN
Keberadaan frasa “penugasan Kapolri” merugikan kepastian hukum dan kesempatan karier Aparatur Sipil Negara (ASN). Jabatan strategis yang seharusnya diisi oleh ASN profesional justru diduduki oleh perwira aktif Polri.
Contoh Pejabat Polri Aktif di Posisi Sipil (Data LBH):
* Irjen Pol. Mohammad Iqbal: Sekjen DPD RI.
* Irjen Pol. Prabowo Argo Yuwono: Sekjen Kementerian Koperasi dan UKM.
* Komjen Pol. Djoko Poerwanto: Irjen Kementerian Kehutanan.
* Komjen Pol. Setyo Budiyanto: Irjen Kementerian Pertanian.
* (Catatan: Masih ada setidaknya 4.351 polisi aktif lainnya yang bekerja di luar institusi).
4. Desakan dan Rekomendasi
Berdasarkan analisis di atas, LBH Jakarta mendesak langkah konkret dari berbagai pihak:
* Presiden RI: Memerintahkan Kapolri menarik seluruh anggota Polri aktif dari jabatan di luar institusi kepolisian.
* Kapolri: Segera menarik seluruh anggota Polri aktif yang menjabat di kementerian/lembaga sipil.
* Kementerian/Lembaga: Menghentikan praktik permintaan dan pengangkatan anggota Polri aktif dalam jabatan struktural.
* DPR & Pemerintah: Segera merevisi UU Polri secara menyeluruh agar selaras dengan Putusan MK No. 114/PUU-XXIII/2025, demi mewujudkan pemolisian sipil yang profesional dan taat konstitusi.****








