Menu

Mode Gelap

Internasional

Apakah Trump Punya Strategi Hebat untuk Timur Tengah?

badge-check

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersama Presiden Donald Trump di Gedung Putih pada bulan April 2020.

 

Terjemahan dari artikel asli: Does Trump Have a Grand Strategy for the Middle East?

Oleh Jim Hanson

 

Di tengah berbagai gebrakan Pemerintahan Trump yang sulit memuaskan berbagai pihak, muncul pertanyaan apakah yang hendak dicapai Amerika?

Pemerintahan Trump rupanya sedang berupaya menerapkan strategi besar untuk Timur Tengah. Strategi itu mencakup upaya yang lebih daripada sekadar rencana perdamaian untuk Gaza.

Keinginan ini diperlihatkan Presiden Donald Trump dengan memasukkan Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Qatar dalam rencana perjalanan luar negeri pertamanya pada masa jabatan keduanya. Upaya ini berlanjut ketika ia menambahkan Mesir dan Turki ke dalam koalisinya dalam upaya gencatan senjata di Gaza dan lainnya.

Wakil Presiden JD Vance mengungkapkan hal tersebut kepada public dalam konferensi pers pada 21 Oktober 2025 setelah bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Dapatkah strategi besar Pemerintahan Trump berhasil? Pertanyaan itu perlu karena sebelumnya sudah ada upaya perdamaian. Tidak banyak hasilnya. Terbatas sekali. Termasuk Perjanjian Camp David 1978, Perjanjian Oslo 1993, dan Perjanjian Abraham selama pemerintahan Trump yang pertama.

Berbeda dari berbagai upaya politik masa lalu, Trump kini membayangkan sebuah kerangka kerja yang jauh lebih luas berdasarkan Perjanjian Abraham yang diperluas untuk meningkatkan hubungan perdagangan, dan penciptaan pengaturan keamanan bersama.

Trump mengutamakan perdagangan. Selama kunjungan pertamanya ke negara-negara Dewan Kerja Sama Teluk, ia membuat sejumlah kesepakatan, yang mendatangkan lebih dari $2 triliun setara dengan Rp 33 ribu triliun investasi dari negara-negara Teluk Arab di Amerika Serikat.

Kesepakatan ini menjadi fondasi untuk membangun koalisi yang lebih besar guna

mendukung Rencana Perdamaian Dua Puluh Poin yang diluncurkan Trump sendiri. Delapan negara mayoritas Muslim mendukungnya, dan belasan negara lain menawarkan dukungan atau menyatakan minat untuk berpartisipasi. Israel dan Palestina menyetujui persyaratan tersebut dan Hamas membebaskan sandera Israel yang masih hidup.

Para teroris Hamas yang tersisa kini berusaha menegaskan kembali kekuasaan teror mereka di Gaza. Banyak bagian dari perjanjian damai mereka langgar, tetapi aksi mereka mungkin tidak memicu respons penuh yang mendorong Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk kembali ke Gaza. Trump pun mencatat berbagai penyimpangan yang Hamas lakukan sehingga ia pun sepakat dengan mitra koalisi perdamaiannya untuk mengatasinya.

Namun, masih belum jelas apakah mitra Arab dapat mengendalikan Hamas, ketika semua pihak yang terlibat paham bahwa solusi menyeluruh untuk masalah Israel-Palestina akan terungkap dari generasi ke generasi. Gagasan seputar “keterkaitan”, yaitu keyakinan bahwa Israel harus menyelesaikan perselisihan dengan Palestina sebelum perdamaian regional yang lebih luas, sudah tidak relevan lagi.

Semua pihak sebelumnya menggunakan Palestina sebagai daya ungkit. Kini mereka punya insentif alternatif untuk mengatasi kekhawatiran tersebut. Para pemain utama berebut posisi di Timur Tengah yang baru dengan mengesampingkan pertikaian lama demi memanfaatkan peluang baru. Tidak ada yang menyanyikan “Kumbaya” di sekitar api unggun, tetapi dengan terbentuknya pasar baru, tak seorang pun ingin berada di luar oase.

Dengan memulai dengan kesepakatan yang saling menguntungkan berikut prospeknya yang lebih banyak lagi, Trump menciptakan dinamika yang berbeda. Ini bukan tentang penaklukan militer atau debat diplomatik. Ini soal kompetisi untuk mendapatkan sedikit kemakmuran. Bahkan mungkin keuntungan atas pemain lain. Ia langsung menyentuh jiwa masyarakat di lingkungan tersebut dan mengajak mereka menggunakan cara favoritnya untuk menangani masalah: yaitu lewat kesepakatan bersama.

Kesepakatan kali ini juga menawarkan peluang untuk menjauhkan negara-negara seperti Qatar dan Turki dari dukungan mereka terhadap terorisme dan gerakan kaum Islam radikal. Itulah bagian penting dari teka-teki ini.

Dengan memberi mereka jalan menuju keamanan dan kemakmuran, dan bahkan peluang untuk menjadi lebih penting di panggung dunia, Washington mendapatkan daya ungkit untuk memengaruhi perilaku mereka. Mereka tidak dapat memiliki ikatan destruktif dengan para jihadis sekaligus ikatan konstruktif dengan kemitraan AS.

Tentu saja, keberhasilan strategi Trump masih jauh dari harapan. Banyak hal harus berjalan lancar agar strategi tersebut berpeluang untuk berhasil.

Namun, mungkin keuntungan terbesarnya adalah strategi tersebut tidak mengulangi kegagalan masa lalu. Tidak membatasi diri pada kebijaksanaan konvensional yang keliru. Atau juga mengabaikan pentingnya kepentingan pribadi dalam menyatukan negara-negara Timur Tengah yang berbeda.

 

Jim Hanson* adalah Pemimpin Redaksi Middle East Forum. Sebelumnya, ia bertugas di Pasukan Khusus Angkatan Darat AS dan memimpin operasi kontraterorisme, kontrapemberontakan dan pertahanan internal asing di lebih dari dua lusin negara. Ia penulis beberapa buku, termasuk Winning the Second Civil War – Without Firing a Shot dan Cut Down the Black Flag – A Plan to Defeat ISIS.

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

​​Para Perempuan Sambut Gembira Penangkapan Pimpinan Lembaga Amal yang Teridentifikasi dalam Investigasi BBC soal Bantuan Berimbalan Seks

28 Oktober 2025 - 18:23 WIB

Hantu Gaza: Bagaimana Hamas Bertahan Hidup (Bagian Keempat)

27 Oktober 2025 - 17:26 WIB

Qatar: Sang Pembakar sekaligus Petugas Pemadam Kebakaran

27 Oktober 2025 - 17:23 WIB

Resmi! Timor Leste Bergabung dengan ASEAN, Jadi Anggota ke-11

26 Oktober 2025 - 11:38 WIB

Hantu Gaza: Bagaimana Hamas Bertahan Hidup (Bagian Ketiga)

25 Oktober 2025 - 18:34 WIB

Hantu Gaza Bagaimana Hamas Bertahan Hidup (Bagian Kedua)

23 Oktober 2025 - 17:01 WIB

Google Tambahkan Fitur Ajaib Nano Banana ke Search dan Photos

23 Oktober 2025 - 15:09 WIB

ChatGPT Atlas Aplikasi Pembunuh Google Resmi Dirilis, Bikin Heboh

22 Oktober 2025 - 16:28 WIB

Hantu Gaza: Bagaimana Hamas Bertahan Hidup

22 Oktober 2025 - 16:07 WIB

Trending di Internasional