Penulis: Wibisono | Editor: Priyo Suwarno
KREDONEWS.COM, JOMBANG – Pemerintah Kabupaten Jombang dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur sepakat mengajukan mendiang KH Yusuf Hasyim sebagai Pahlawan Nasional. Langkah ini didasarkan pada peran besar KH Yusuf Hasyim dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, khususnya melalui Laskar Hizbullah, serta kontribusinya di bidang pendidikan dan pengembangan Nahdlatul Ulama (NU).

Jika usulan ini berhasil, maka warga Jombang sangat bangga, karena dari wilayah ini akan muncul pahlawan nasional baru menjadi empat orang. Sebelumnya Jombang telah melahirkan tiga pahlawan nasional, masing-masing:
- K.H. Hasyim Asy’ari (1871-1947): Pendiri Nahdlatul Ulama dan pengasuh pertama Pondok Pesantren Tebuireng. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada 17 November 1964 melalui Keputusan Presiden Nomor 294 Tahun 1964.
2. K.H. Abdul Wahid Hasyim (1914-1953): Anggota BPUPKI dan salah satu penandatangan Piagam Jakarta. Ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 24 Agustus 1964 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 206 Tahun 1964.
3. K.H. Abdul Wahab Hasbullah (1888-1971): Salah satu pendiri Nahdlatul Ulama, yang diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada 7 November 2014 oleh Presiden Joko Widodo.
Jikalaulah permohonan gelar pahlawan untuk KH Yusuf Hasyim mendapat penetapan dari pemerintah, maka Jombang akan menjadi satu-satunya wilayah pemerintah kabupaten di Indonesia yang berhasil mencatatkan rekor ‘ ayah dan anak’ menjadi pahlawan nasional. Mengapa? karena KH Yusuf Hasrim tidak lain adalah putra dari pahlawan nasional KH Hasyim Asy’ari, pejuang dan tokoh NU, asli Jombang.
KH Yusuf Hasyim memenuhi banyak syarat untuk diajukan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, berikut adalah syarat-syarat yang relevan:
KH Yusuf Hasyim terlibat aktif dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda. Pada usia 16 tahun, ia menjadi anggota Laskar Hizbullah dan berperan dalam berbagai pertempuran, termasuk membebaskan tahanan dari PKI di Ponorogo.
Sebagai pimpinan Laskar Hizbullah, KH Yusuf Hasyim terlibat dalam pertempuran melawan Belanda selama masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Salah satu pertempuran besar yang melibatkan beliau terjadi pada Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948), di mana pasukan Belanda melancarkan serangan besar-besaran untuk merebut Yogyakarta dan daerah sekitarnya. Dalam konteks ini, KH Yusuf Hasyim memimpin pasukan Hizbullah di Jawa Timur untuk mempertahankan wilayah dari serangan Belanda melalui strategi gerilya.
Selain itu, KH Yusuf Hasyim juga aktif dalam berbagai pertempuran di Jawa Timur, termasuk upaya mempertahankan daerah-daerah strategis dari pendudukan Belanda. Perannya sebagai komandan Hizbullah menunjukkan keberanian dan komitmennya dalam menjaga kedaulatan bangsa.
Pada usia 16 tahun, ia menjadi anggota Laskar Hizbullah dan berperan dalam berbagai pertempuran, termasuk membebaskan tahanan dari PKI di Ponorogo. Aksinya dalam membobol penjara untuk menyelamatkan tokoh-tokoh penting menunjukkan keberaniannya dan komitmennya terhadap kemerdekaan. KH Yusuf Hasyim pernah membobol penjara di Ponorogo pada tahun 1948.
Dalam aksi heroiknya, beliau berhasil membebaskan Kapten Hambali seorang komandan Hizbullah, serta dua tokoh penting dari Pondok Modern Gontor, yakni KH Imam Zarkasyi dan KH Imam Sahal, yang ditahan oleh kelompok Partai Komunis Indonesia (PKI). Peristiwa ini menunjukkan keberanian dan kepemimpinan beliau dalam melawan ancaman terhadap bangsa dan agama.
Sebagai pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, KH Yusuf Hasyim berkontribusi besar dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai tokoh yang mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan pendidikan formal, sehingga banyak santri yang terdidik dan siap berkontribusi bagi masyarakat.
KH Yusuf Hasyim adalah komandan pertama Banser, yang merupakan sayap militer dari Nahdlatul Ulama (NU). Dalam perannya ini, ia tidak hanya mengajarkan ilmu agama tetapi juga disiplin dan keterampilan bela negara kepada para santrinya.
Beliau dikenal sebagai “Kiai Militer” yang berperan dalam menjaga ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berbasis pesantren. KH Yusuf Hasyim aktif membangun hubungan antara pesantren dan negara, serta memperjuangkan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.
Selain berperan dalam perjuangan fisik, KH Yusuf Hasyim juga aktif dalam melawan pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI) pada masa-masa kritis, termasuk saat mengamankan pesantren dari ancaman PKI.
Kontribusi KH Yusuf Hasyim tidak hanya terbatas pada aspek militer dan pendidikan, tetapi juga mencakup penguatan nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan di kalangan masyarakat. Penghargaan atas jasa-jasanya semakin diperkuat dengan upaya pengajuan gelar Pahlawan Nasional oleh Pemkab Jombang dan Pemprov Jawa Timur.
Biografi Ringkas
KH Yusuf Hasyim, lahir 3 Agustus 1929 di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur
Keluarga dan Pendidikan Awal
Orang Tua: Ia adalah putra bungsu dari KH M Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), dan Nyai Nafiqoh.
Pendidikan: KH Yusuf Hasyim menghabiskan masa kecilnya di pesantren dan belajar di berbagai lembaga pendidikan Islam, termasuk Pesantren Al-Quran Sedayu Lawas dan Krapyak di Yogyakarta. Ia dikenal rajin membaca meskipun tidak mengenyam pendidikan formal secara luas.
Perjuangan Kemerdekaan
Laskar Hizbullah: Pada usia 16 tahun, ia bergabung dengan Laskar Hizbullah dan terlibat dalam pertempuran melawan Belanda. Ia menjadi komandan kompi dalam peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.
Keterlibatan Militer: KH Yusuf Hasyim terlibat dalam berbagai pertempuran penting, termasuk peristiwa Madiun 1948, di mana ia berperan sebagai komandan tempur yang menyelamatkan beberapa tokoh penting dari ancaman PKI.
Karir Politik
Nahdlatul Ulama: Beliau aktif di NU dan pernah menjabat sebagai Ketua Pengurus Besar GP Ansor. Ia juga terlibat dalam pengambilan keputusan penting bagi NU, termasuk kembalinya Khittah NU 1926 pada tahun 1984.
Partai Kebangkitan Umat: Pada tahun 1998, KH Yusuf Hasyim mendirikan Partai Kebangkitan Umat (PKU) dan pernah menjabat sebagai anggota DPR-GR serta DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Pengasuhan Pesantren
Pesantren Tebuireng: Ia menjadi pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng dari tahun 1965 hingga 2006. Di bawah kepemimpinannya, pesantren ini berkembang pesat, termasuk pendirian sekolah umum dan perguruan tinggi seperti Universitas Hasyim Asyari (Unhasy).
Wafat
KH Yusuf Hasyim wafat pada 14 Januari 2007 di RSUD dr Soetomo Surabaya dan dimakamkan di kompleks Pesantren Tebuireng.
Warisan
Kontribusi KH Yusuf Hasyim tidak hanya terbatas pada aspek militer dan politik tetapi juga mencakup pengembangan pendidikan Islam yang berkelanjutan. Beliau dikenang sebagai “Kiai Militer” yang mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dengan semangat kebangsaan. Saat ini, ada upaya untuk menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada beliau sebagai pengakuan atas jasa-jasanya bagi bangsa dan negara. **