Penulis : Aditya | Editor : Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM-JAKARTA:Kasus dugaan korupsi Pertamina terkait praktik penjualan Pertalite dengan harga Pertamax terus menjadi sorotan publik. Isu ini semakin panas setelah Arief Poyuono, Eks Petinggi Partai Gerindra, mengkritik keras manajemen Pertamina melalui dua pernyataan provokatif di media sosial.

Dalam analisisnya, ia menyoroti kerugian negara yang mencapai ratusan triliun rupiah akibat praktik “oplosan” harga BBM, sekaligus menawarkan solusi radikal untuk mengembalikan kerugian kepada rakyat.
Sebagai eksponen Partai Gerindra Arief Poyuono kerap mengkritik melaului media sosialnya yang mencerminkan kegelisahan publik terhadap inefisiensi dan kebocoran dana negara.
Untung Meskpipun Dikelola Monyet
Dalam kutipan pertamanya, Arief mengingat pidatonya di acara Serikat Pekerja BUMN tahun 2004. “Aku pernah ingat… Pidato di acara Serikat Pekerja BUMN 2004. Begini aku ngomong: Pertamina dikelola monyet saja akan untung dan enggak mungkin rugi,” tegas Arief
Pernyataan ini menyiratkan keyakinannya bahwa Pertamina seharusnya menjadi perusahaan yang sangat menguntungkan mengingat monopoli dan sumber daya alam yang dimilikinya.
Metafora “dikelola monyet” menegaskan bahwa kerugian Pertamina bukanlah hasil dari kesalahan manajemen biasa, melainkan akibat kesalahan sistematis, terencana.
“Kecuali dirampok dan dikorup dibandingkan dagang sayur di pasar.” imbuhnya. Jika mengelola sayur di pasar pun bisa untung, apalagi mengelola migas yang menjadi kebutuhan primer masyarakat.
Kritik ini relevan dengan kasus terkini, di mana selisih harga Pertalite (yang seharusnya dijual sekitar Rp 10.000 per liter) dan Pertamax (Rp 14.500 per liter) disinyalir “dicolong” oknum tertentu, alih-alih disetorkan ke negara.
Kerugian 197 Triliun dan Solusi Bebas Pajak
Pada unggahan sebelumnya Arief memperkirakan kerugian negara mencapai Rp 197 triliun akibat praktik oplosan harga ini. Ia bahkan memprediksi kerugian bisa melambung hingga Rp 1.000 triliun dalam lima tahun jika tak ditindaklanjuti.
ia pun mengajukan solusi kontroversial. “Akibat oplosan Pertalite jadi Pertamax, negara rugi 197 triliun. Nah, 5 tahun bisa 1.000 T. Kalo begitu, rakyat pengguna Pertamax ruginya bisa 2.000 T. Pertamina harus kembalikan selisih harga Pertamax ke Pertalite ke rakyat dengan cara rakyat free enggak bayar pajak setahun. Gimana? Setuju?” usulnya.
Kritik Arief Poyuono, meski hiperbolis, patut menjadi cambuk bagi pemerintah untuk menindak tegas mafia BBM dan memastikan keuntungan Pertamina benar-benar dinikmati rakyat, bukan segelintir elit.***