Penulis: Tanasyafitra Libas Tirani | Editor: Priyo Suwarno
KREDONEWS.COM, JAKARTA- Hashim Djojohadikusumo, adik Presiden Prabowo Subianto dan Utusan Khusus Presiden Bidang Energi serta Iklim, mengakui dirinya sebagai salah satu penyebab kondisi ‘Ekonomi Gelap’ di Indonesia terkait pembayaran pajak.
‘Ekonomi Gelap’ atau shadow economy, merujuk pada aktivitas ekonomi yang tidak tercatat secara resmi oleh pemerintah, baik karena disengaja untuk menghindari pajak maupun karena berada di luar regulasi.
Aktivitas ini mencakup transaksi legal tapi tidak dilaporkan, seperti pembayaran tunai tukang cukur atau warteg tanpa kuitansi, serta ilegal seperti penyelundupan atau perdagangan barang terlarang.
Di Indonesia, sektor informal seperti UMKM mendominasi, dengan estimasi 30-40% dari PDB luput dari pencatatan pajak. Ia menyatakan hal ini pada acara Bedah Buku “Indonesia Naik Kelas” di Universitas Indonesia sekitar 13-15 Desember 2025.
Dampak Utama
Ekonomi gelap menyebabkan hilangnya penerimaan negara, ketimpangan kompetisi usaha, bias perhitungan PDB, dan risiko korupsi karena transaksi tidak transparan. Hashim Djojohadikusumo menyebutnya mencapai 35% PDB berdasarkan data Bank Dunia, meski angka spesifik itu sulit diverifikasi dari sumber publik.
Hashim merujuk laporan Bank Dunia yang menyebut ekonomi hitam atau abu-abu mencapai 35% dari PDB Indonesia, yang saat ini mendekati Rp25.000 triliun.
Hashim mengilustrasikan dengan pengalamannya membayar tukang cukur bernama Anton dari Garut secara tunai tanpa kuitansi atau PPN 11%, bahkan memberi tip besar. Praktik ini, menurutnya, merembet ke sektor seperti warung makan (Warteg atau Warteg) yang bertransaksi cash tanpa pajak.
Ia kritik sistem perpajakan, bea cukai, dan penerimaan negara Indonesia sebagai yang terlemah di dunia dengan rasio 9-12% terhadap PDB, berdasarkan kajian Gerindra 11-12 tahun lalu dan data Bank Dunia. Hashim klaim bertanggung jawab dan dorong digitalisasi untuk masukkan semua transaksi ke ekonomi resmi.
Hashim Djojohadikusumo merujuk klaim Bank Dunia bahwa ekonomi gelap atau abu-abu di Indonesia mencapai 35% dari PDB, tapi tidak ada bukti dokumen resmi Bank Dunia yang secara spesifik mengonfirmasi angka tersebut dalam laporan terbaru.
Pernyataan Hashim disampaikan pada acara Bedah Buku “Indonesia Naik Kelas” di Universitas Indonesia sekitar 13-15 Desember 2025, di mana ia menyebut telah delapan kali bertemu Bank Dunia dan menerima data tersebut secara langsung.
Ia menghitung nilai ekonomi gelap mendekati Rp8.750 triliun dari PDB Rp25.000 triliun, tapi sumbernya tampak berbasis komunikasi pribadi bukan publikasi resmi.
Laporan Bank Dunia tentang Indonesia lebih fokus pada pertumbuhan ekonomi (prediksi 4,8% untuk 2025), pengangguran muda, produktivitas rendah, dan ketahanan fiskal, tanpa menyebut persentase 35% untuk shadow economy.
Ukuran shadow economy secara global sering diestimasi IMF atau Bank Dunia melalui model tidak langsung seperti rasio pajak rendah atau transaksi tunai, tapi untuk Indonesia, data historis menunjukkan sekitar 20-30% PDB tanpa angka 35% baru-baru ini. **










