Penulis: Mulawarman | Editor: Yobie Hadiwijaya
KREDONEWS.COM, JAKARTA-Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan masyarakat akan potensi cuaca panas ekstrem yang mulai melanda sejumlah wilayah Indonesia seiring dimulainya musim kemarau pada Mei 2025.
Meski sebagian besar wilayah masih berada dalam masa peralihan dari musim hujan, suhu udara yang menyengat mulai terasa di berbagai daerah.
Pelaksana tugas Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dilansir dari CNN Indonesia, menyampaikan bahwa awal musim kemarau akan berlangsung secara bertahap dari April hingga Juni.
Pada Mei ini, daerah-daerah seperti sebagian kecil Sumatera, mayoritas wilayah Jawa Tengah hingga Jawa Timur, sebagian Kalimantan Selatan, Bali, dan wilayah selatan Papua diprediksi resmi memasuki musim kemarau.
Memasuki Juni, cakupan wilayah kemarau akan meluas mencakup sebagian besar Sumatera, sebagian besar Jawa Barat, Kalimantan Selatan, serta sebagian kecil kawasan di Sulawesi dan Papua.
Dwikorita menjelaskan bahwa beberapa wilayah diperkirakan akan mengalami awal musim kemarau sesuai dengan pola normal, seperti Sumatera, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara, sebagian Maluku, dan sebagian Maluku Utara.
Namun, ada pula wilayah yang diprediksi mengalami kemarau lebih lambat dari biasanya, seperti Kalimantan Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian Sulawesi, sebagian Maluku Utara, dan Merauke.
Puncak Kemarau
BMKG memperkirakan puncak musim kemarau akan terjadi pada periode Juni hingga Agustus 2025.
Suhu udara yang terasa panas dan melebihi 35 derajat Celcius terjadi di sejumlah wilayah Indonesia selama sepekan terakhir.
Suhu udara tertinggi tercatat di Stasiun Meteorologi Juanda, Jawa Timur, yang mencapai 37,9°C. Suhu tinggi juga terpantau di Tanah Merah, Papua Selatan (37°C) dan Balai Besar MKG Wilayah II Tangerang Selatan (35,4°C).
Menurut BMKG, kondisi cuaca panas ini dipicu oleh kombinasi sejumlah faktor, termasuk langit cerah yang minim awan, memungkinkan pemanasan maksimal oleh sinar matahari.
Selain itu, posisi semu matahari yang kini berada dekat garis ekuator dan bergerak ke arah utara dengan deklinasi 11,2° LU juga berkontribusi terhadap peningkatan intensitas penyinaran di wilayah Indonesia.
Kecepatan angin yang relatif lemah di beberapa daerah juga memperparah kondisi. Minimnya sirkulasi angin menyebabkan panas yang terakumulasi di permukaan tidak tersebar secara merata, sehingga menambah efek terik yang dirasakan masyarakat.
Dalam laporan Prospek Cuaca Mingguan periode 29 April–5 Mei 2025, BMKG juga mencatat bahwa karakteristik masa pancaroba masih akan terasa.
Masyarakat diminta mewaspadai potensi suhu panas yang dominan pada pagi hingga siang hari, serta hujan lebat yang mungkin turun di sore hingga malam hari.
“Perpaduan antara radiasi matahari yang intens dan tingkat kelembaban udara yang tinggi membuat suhu udara terasa lebih menyengat. Kami imbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem ini,” demikian pernyataan resmi BMKG dalam laporan tersebut.
Meski kemarau mulai menjelang, BMKG menegaskan bahwa potensi hujan belum sepenuhnya hilang. Beberapa wilayah diprediksi akan mengalami musim kemarau dengan karakteristik di atas normal, yang ditandai oleh curah hujan musiman yang lebih tinggi dari rata-rata.***