Menu

Mode Gelap

News

Sosok Arya Wiraraja Jadi Raja Lumajang, Menurut Catatan Sejarah Dinasti Yuan

badge-check


					Pasukan Tartar saat serbu Kediri (ilustrasi/Ist) Perbesar

Pasukan Tartar saat serbu Kediri (ilustrasi/Ist)

Penulis: Satwiko Rumekso | Editor: Yobie Hadiwijaya

KREDONEWS.COM, SURABAYA-Dalam catatan Dinasti Yuan, berdasarkan Naskah Yuan Shi mengisahkan bahwa pada tahun 1293 M Pasukan Mongol sebanyak 20.000 orang bersama 1.000 kapal dengan bekal selama 1 tahun serta biaya sebesar 40.000 batangan perak diberangkatkan dari pelabuhan Chuan Chou menuju Jawadwipa (Jawa).

Tujuannya untuk menghukum Raja Kertanegara yang telah menghina utusannya. Pasukan Mongol ini tiba di Pulau Belitung sekitar bulan Januari tahun 1293 M.

Disini mereka mempersiapakan penyerangan ke Jawa selama 1 bulan.

Adapun pimpinan pasukan kerajaan Mongol tersebut terdiri dari Shi Bi (orang Mongol), Ike Mese (orang Uyghur) dan Gaoxing (orang Cina).

Penyerbuan pasukan Mongol ke tanah Jawa itu selain ditulis didalam sejarah Dinasti Yuan juga ditulis pada Kidung Harsawijaya dan Kidung Ranggalawe.

Kedatangan pasukan Mongol ini kemudian dimanfaatkan oleh Raden Wijaya setelah memperoleh saran dari Arya Wiraraja untuk menyerang Jayakatwang yang pada saat itu menjadi Raja Kediri setelah menghancurkan kerajaan Singasari.

Pasukan Mongol yang dibantu oleh Pasukan Raden Wijaya dan pasukan Aryawiraraja akhirnya berhasil menghancurkan pasukan kerajaan Kediri.

Selain Raden Wijaya yang terlibat didalam penyerangan tersebut juga terdapat Lembu Sora dan Ranggalawe yang bergabung bersama pasukan Mongol menyerang kerajaan Kediri.

Kisah penyerangan pasukan Mongol terhadap kerajaan Kediri tersebut juga diceritakan didalam Yuan Shi yang terjadi pada tanggal 20 Maret 1293 M.

Jayakatwang berhasil ditawan oleh pasukan Mongol dan dibawa ke Ujung Galuh yang sebelum meninggal berhasil menyelesaikan sebuah karya sastra berjudul Kidung Wukir Polaman.

Dengan dihancurkannya kerajaan Kediri tersebut maka berakhirlah kekuasaan kerajaan Kediri.

Setelah berhasil mengalahkan kerajaan Kediri, kemudian pada saat mereka merayakan kemenangannya,pasukan Raden Wijya dan pasukan Arya Wiraraja berbalik melakukan penyerangan secara tiba-tiba pada pasukan Mongol.

Hasilnya sebagian besar mereka terbunuh dan sisanya melarikan diri ke pantai Ujunggaluh untuk kembali ke negerinya.

Seiring runtuhnya Kerajaan Kediri, Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit dan mengangkat dirinya sebagai Raja Majapahit yang pertama.

Menurut Kidung Harsa Wijaya, penobatan Raden Wijaya sebagai Raja Majapahit yang pertama bergelar Sri Kertarajasa Jayawardhana terjadi pada tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 Saka atau bertepatan tanggal 12 Nopember 1293 M.

Mahapatih pertama kerajaan Majapahit adalah Nambi kemudian kerajaan Majapahit inilah yang kelak menjadi kerajaan besar yang mampu mempersatukan Nusantara.

Setelah berdirinya kerajaan Majapahit dengan rajanya Raden Wijaya (Sri Kertarajasa Jayawardhana) yang terjadi pada tahun1293 M, maka sebagai janji Raden Wijaya kepada Arya Wiraraja atas jasanya didalam menghancurkan kerajaan Kediri kemudian dianugerahkan separuh dari luas wilayah Kerajaan Majapahit (wilayah Majapahit sebelah timur) kepada Arya Wiraraja.

Wilayah ini dikenal dengan sebutan Kerajaan Lamajang Tigang Juru.

Arya Wiraraja (Banyak Wide) dinobatkan sebagai raja Kerajaan Lamajang Tigang Juru pada hari Kamis Legi, Wuku Landep, tanggal 25 bulan Bhadrapada (bulan Karo) tahun 1216 Saka atau tanggal 26 Agustus 1294 M.

Keraton Kerajaan Lamajang Tigang Juru berada di Arnon (sekarang Kutorenon) dan terdapat juga benteng pertahanan yang sangat kokoh seluas 135 Ha.

Kerajaan Lamajang Tigang Juru merupaka suatu kerajaan otonom yang tidak berada dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit serta kedua kerajaan ini saling menjalin hubungan baik diatara keduanya.

Luas wilayah Kerajaan Lamajang Tigang Juru meliputi wilayah Lamajang, Besuki dan Blambangan hingga sampai ke Bali (meliputi Madura, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Situbondo, Jember, Bondowoso, Banyuwangi hingga Bali) Sampai sekarang.

Keturunan dari Raja Arya Wiraraja yang berada di Bali yang tergabung dalam komunitas Paiketan Wang Bang Pinatih masih tetap mengakui sebagai keturunan raja dari Lumajang.

Selain mengalami masa kejayaannya, keberadaan Kerajaan Lamajang Tigang Juru juga menjadi awal berkembangnya kesenian Pandalungan yang pada saat ini tersebar di wilayah tapal Kuda Jawa Timur yang dulunya merupakan wilayah kekuasaan dari Kerajaan Lamajang Tigang Juru.

Arya Wiraraja menjadi Raja di Kerajaan Lamajang Tigang Juru dengan dicintai oleh seluruh rakyatnya serta berhasil membangun kerajaannya dengan damai makmur dan sejahtera hingga sampai akhir hayatnya berada di Bumi Lamajang.

Ketika mendengar kabar bahwa Arya Wiraraja meninggal dunia, maka Nambi yang pada saat itu masih menjabat sebagai Maha patih Majapahit dengan Rajanya Jayanegara (putra dari Raden Wijaya) memohon ijin kepada Raja Jayanegara untuk pulang ke Lamajang dalam suasana berkabung karena ayahnya meninggal dunia.

Namun karena akal licik dari Halayudha (seorang pejabat Kerajaan Majapahit yang mengincar kedudukan Mahapatih Nambi) kemudian disampaikan kepada Raja Jayanegara bahwa Mahapatih Nambi tidak akan kembali ke Majapahit dan pada saat ini sedang menyusun kekuatan untuk menyerang Kerajaan Majapahit.

Mendengar berita itu kemudian Raja Jayanegara segera menyerang Mahapatih Nambi yang saat itu berada di Lamajang.

Nambi tidak pernah menduga akan mendapat serangan besar dari Majapahit sehingga Kerajaan Lamajang berhasil dihancurkan dan Nambi berhasil dibunuh pada penyerangan besar itu.

Kisah ini diabadikan didalam Kitab Negarakretagama tentang runtuhnya Kerajaan Lamajang yang terjadi pada tahun 1316 M.

Buntut dari penyerangan Kerajaan Majapahit terhadap kerajaan Lamajang tersebut adalah terjadinya peperangan-peperangan yang sporadis dilakukan oleh beberapa kerajaan kecil diwilayah Kerajaan Lamajang seperti Sadeng, Blambangan dan yang lainnya yang merasa tidak puas atas dihancurkannya Kerajaan Lamajang oleh Kerajaan majapahit.

Ketika Kerajaan Majapahit runtuh pada tahun 1478 M dan mulai munculnya Kerajaan Islam di tanah Jawa, keadaan ini membawa pengaruh terhadap keadaan Lumajang pada saat itu.

Dibawah pemerintahan Panembahan Senopati dari Kerajaan Mataram Islam, daerah Lumajang dan sekitarnya berhasil direbut kembali dibawah kekuasaan Kerajaan Mataram Islam pada saat penaklukan daerah sebelah timur Lamajang (sekarang Lumajang) dan Renong (sekarang Kutorenon) oleh pasukan Kerjaan Mataram Islam yang dipimpin Ki Tumenggung Alap-alap yang berada di daerah Winongan atas perintah Raden Suro Tani.***

 

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Ning Ita Walikota Mojokerto Raih Penghargaan Prominent Award 2025

12 September 2025 - 07:39 WIB

Gus Yani Kukuhkan 33 Orang Komisi Irigasi Gresik: Berinovasi Menjaga Ketersediaan Air

12 September 2025 - 06:40 WIB

Dua Motor Milik Tamu Raib Saat Hadiri Hajatan di Barongawahan Jombang

11 September 2025 - 22:04 WIB

Diduga Sopir Ngantuk Tabrak Tiga Mobil dan Toko Madura di Diwek, Tiga Korban Tewas

11 September 2025 - 21:13 WIB

Kebakaran Hebat Usaha Penggilingan Ban Bekas di Mojoagung, Keluarga Sandy Persia Alami Kerugian Rp 250 Juta

11 September 2025 - 20:49 WIB

Pelatihan SKKNI Wujudkan Profesionalisme Pengurus Koperasi di Mojokerto

11 September 2025 - 20:07 WIB

PT PGN Raih Penghargaan Top Award GRC #5 Star, dan Dirut Arief Kurnia Menyabet The Most Committed Leader 2025

11 September 2025 - 19:34 WIB

Para Atlit Paralympic Mojokerto menerima bantuan alat olahraga dan modal usaha

11 September 2025 - 19:22 WIB

Nama Senen Masuk dalam Pelantikan Pejabat di Pemkab Jombang, Warsubi: Masih Ada Gelombang Berikutnya

11 September 2025 - 18:21 WIB

Trending di Headline