Penulis: Eko Wienarto | Editor: Priyo Suwarno
KREDONEWS.COM, LOMBOK- Pendaki asal Brasil, Juliana Marins,27, terbaring selama berhari-hari di tebing Gunung Rinjani setelah jatuh pada Sabtu, 21 Juni 2025. Netizen global, terutama dari Brasil, ramai menyerukan evakuasi cepat lewat media sosial, bahkan mengirim sinyal SOS.

Balai Taman Nasional Gunung Rinjani menyebut tim SAR sebenarnya sudah bergerak sejak hari kejadian. Namun, Basarnas mengungkap bahwa kondisi cuaca ekstrem dan terbatasnya oksigen jadi penghambat—Juliana berada di ketinggian 9.000 kaki, di area tebing curam dan terjal.
Kepala Basarnas, Marsekal Madya Mohammad Syafii, mengungkapkan bahwa tim SAR Basarnas bersama tim gabungan telah berupaya maksimal melakukan pencarian dan evakuasi pendaki asal Brasil, Juliana Marins, yang jatuh di Gunung Rinjani.
Syafii menyatakan bahwa setelah tim berhasil menjangkau korban pada kedalaman 600 meter dan melakukan pemeriksaan, tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan sehingga korban dipastikan meninggal dunia.
Basarnas TELAH mengerahkan enam anggota tim khusus dari Basarnas Special Group serta satu helikopter untuk mempercepat evakuasi. Upaya evakuasi manual juga tetap dilakukan secara intensif. Pada Selasa, 24 Juni, perwakilan Kedubes Brasil bahkan turun langsung ke Posko Sembalun untuk memantau perkembangan penyelamatan.
Jiwanya Juliana Marins tidak terselamatkan. Setelah terjatuh ke jurang sedalam sekitar 600 meter di Gunung Rinjani pada Sabtu, 21 Juni 2025, Juliana sempat terlihat masih hidup berdasarkan rekaman video drone yang viral, namun tim SAR mengalami kesulitan mengevakuasi karena medan ekstrem dan cuaca buruk.
Pada Selasa, 24 Juni 2025, tim SAR berhasil mencapai lokasi korban dan memastikan Juliana sudah meninggal dunia setelah pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan. Jenazahnya kemudian dievakuasi ke tempat aman oleh tim SAR gabungan.
Setelah Juliana terjatuh ke jurang sedalam ratusan meter di jalur pendakian menuju puncak Rinjani pada Sabtu, 21 Juni 2025, tim SAR gabungan dari Basarnas, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, TNI, Polri, relawan, dan porter segera dikerahkan ke lokasi dengan peralatan vertical rescue.
Lokasi korban berhasil ditemukan pada Senin pagi, 23 Juni 2025, sekitar 500 meter lebih rendah dari titik jatuh awal, menggunakan drone thermal, namun korban tidak menunjukkan tanda-tanda gerakan.
Evakuasi dilakukan dengan teknik vertical rescue, yaitu turun tebing menggunakan tali dan peralatan climbing, karena medan yang sangat curam dan tebing vertikal menjadi hambatan utama. Tim SAR juga membangun flying camp di ketinggian tertentu untuk menjaga titik evakuasi selama proses penyelamatan.
Cuaca yang tidak menentu, kabut tebal, dan badai menjadi kendala besar sehingga evakuasi melalui udara dengan helikopter belum bisa maksimal dilakukan. Namun, helikopter tetap disiagakan sebagai opsi evakuasi cepat jika cuaca memungkinkan.
Jika evakuasi langsung ke lokasi korban masih sulit, alternatif evakuasi melalui jalur Danau Segara Anak dipertimbangkan untuk membawa korban ke tempat aman.
Setelah korban berhasil dijangkau dan dievakuasi dari kedalaman jurang, jenazah dibawa ke posko SAR di jalur pendakian Sembalun dan selanjutnya diangkut ke fasilitas kesehatan menggunakan helikopter.
Secara keseluruhan, proses evakuasi ini memadukan teknik pendakian vertikal, penggunaan drone untuk pemantauan, dan kesiapan evakuasi udara, sambil terus menyesuaikan dengan kondisi cuaca dan medan yang ekstrem di Gunung Rinjani.
Berikut kronologi evakuasi pendaki asal Brasil, Juliana Marins, yang jatuh di Gunung Rinjani, Bali:
Juliana Marins (27 tahun) memulai pendakian ke puncak Gunung Rinjani melalui jalur Sembalun pada Jumat, 20 Juni 2025, bersama beberapa pendaki lain dan pemandu lokal.
Kronologi
Pada Sabtu pagi, 21 Juni 2025 sekitar pukul 04.00 WITA, Juliana terjatuh ke jurang sedalam 600 m meter di area Cemara Tunggal, jalur menuju puncak Rinjani, tepatnya ke arah Danau Segara Anak.
Setelah Juliana tidak dapat menyusul kelompoknya, pemandu kembali ke titik istirahat terakhir dan melihat cahaya di jurang yang diduga berasal dari Juliana, lalu menghubungi pihak berwenang.
Tim SAR gabungan dari Basarnas, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Polri, TNI, relawan, dan porter segera dikerahkan untuk pencarian dan evakuasi.
Pada Senin, 23 Juni 2025, tim SAR berhasil menemukan lokasi Juliana di kedalaman sekitar 600 meter, sekitar 500 meter lebih rendah dari titik awal jatuhnya, namun kondisi korban belum dapat dipastikan karena medan yang sangat curam dan cuaca buruk.
Pada Selasa, 24 Juni 2025 pukul 18.00 WITA, rescuer dari Basarnas berhasil menjangkau korban dan memastikan Juliana sudah meninggal dunia setelah pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan.
Proses evakuasi korban sempat tertunda karena kondisi cuaca yang buruk dan visibilitas terbatas, sehingga evakuasi dilakukan pada Rabu, 25 Juni 2025 dengan metode lifting menggunakan helikopter dari lokasi terakhir korban ditemukan.
Setelah diangkat, jenazah Juliana akan dievakuasi melalui jalur pendakian menuju Posko Sembalun dan selanjutnya dibawa ke RS Bhayangkara Polda NTB menggunakan helikopter.
Selama proses evakuasi, jalur pendakian dari Pelawangan 4 Sembalun ke puncak Gunung Rinjani ditutup sementara sampai evakuasi selesai.
Kesulitan evakuasi disebabkan oleh medan yang sangat curam, kedalaman jurang yang dalam, dan cuaca yang tidak menentu di puncak Gunung Rinjani.
Setelah Juliana terjatuh ke jurang sedalam ratusan meter di jalur pendakian menuju puncak Rinjani pada Sabtu, 21 Juni 2025, tim SAR gabungan dari Basarnas, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, TNI, Polri, relawan, dan porter segera dikerahkan ke lokasi dengan peralatan vertical rescue.
Lokasi korban berhasil ditemukan pada Senin pagi, 23 Juni 2025, sekitar 500 meter lebih rendah dari titik jatuh awal, menggunakan drone thermal, namun korban tidak menunjukkan tanda-tanda gerakan.
Evakuasi dilakukan dengan teknik vertical rescue, yaitu turun tebing menggunakan tali dan peralatan climbing, karena medan yang sangat curam dan tebing vertikal menjadi hambatan utama. Tim SAR juga membangun flying camp di ketinggian tertentu untuk menjaga titik evakuasi selama proses penyelamatan.
Cuaca yang tidak menentu, kabut tebal, dan badai menjadi kendala besar sehingga evakuasi melalui udara dengan helikopter belum bisa maksimal dilakukan. Namun, helikopter tetap disiagakan sebagai opsi evakuasi cepat jika cuaca memungkinkan.
Jika evakuasi langsung ke lokasi korban masih sulit, alternatif evakuasi melalui jalur Danau Segara Anak dipertimbangkan untuk membawa korban ke tempat aman.
Setelah korban berhasil dijangkau dan dievakuasi dari kedalaman jurang, jenazah dibawa ke posko SAR di jalur pendakian Sembalun dan selanjutnya diangkut ke fasilitas kesehatan menggunakan helikopter. **