Opini : Jayadi | Editor : Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM- JAKARTA: Dalam beberapa hari terakhir, polemik seputar Rapat Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang digelar di sebuah hotel mewah di Jakarta menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk dari pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti.

Melalui akun media sosial X (sebelumnya Twitter), Bivitri menyampaikan kegelisahannya terkait penyelenggaraan rapat tersebut. Postingannya yang viral mempertanyakan urgensi, efisiensi, dan transparansi dari rapat yang digelar di tempat yang dinilai tidak sesuai dengan semangat penghematan anggaran negara.
Konteks Kejadian
Rapat pembahasan RUU TNI ini digelar di sebuah hotel berbintang di Jakarta, yang dikenal sebagai salah satu hotel termahal di ibu kota. Pemilihan lokasi ini menimbulkan tanda tanya besar, terutama di tengah situasi ekonomi yang masih belum stabil pasca-pandemi dan tuntutan pemerintah untuk melakukan efisiensi anggaran. Bivitri Susanti, dalam cuitannya, mempertanyakan alasan di balik pemilihan hotel mewah sebagai tempat rapat.
Baca juga
Kritik Usman Hamid terhadap KSAD Maruli yang Membela Letkol TeddyBaca juga
TNI Ikut Menangani Narkoba, Clue Agar Tak Tumpang Tindih dengan Polri
“Orang Jakarta pasti paham, ini hotel mahalnya kayak apa. Gunanya ada gedung DPR apa? Ini anggaran siapa yang dipakai? Katanya efisiensi? Dan kenapa buru-buru sampai harus banget di hotel? Urgensinya apa? Yang terpenting: kenapa tidak terbuka?” tulis Bivitri.
Pertanyaan-pertanyaan ini menyentuh beberapa isu krusial, mulai dari penggunaan anggaran negara, urgensi rapat, hingga prinsip transparansi dalam proses legislatif.
Pertanyaan tentang Efisiensi Anggaran
Salah satu poin utama yang diangkat Bivitri adalah soal efisiensi anggaran. Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebenarnya memiliki fasilitas yang memadai untuk menyelenggarakan rapat-rapat penting. Namun, pemilihan hotel mewah sebagai lokasi rapat justru menimbulkan kesan pemborosan. Apalagi, rapat ini digelar dalam konteks pembahasan RUU TNI, yang seharusnya mengedepankan semangat penghematan dan tanggung jawab dalam penggunaan uang rakyat.
Bivitri juga mempertanyakan sumber anggaran yang digunakan untuk menyelenggarakan rapat tersebut. Apakah anggaran tersebut berasal dari APBN atau sumber lain? Jika memang berasal dari APBN, maka hal ini perlu dipertanggungjawabkan secara transparan kepada publik.
Urgensi dan Ketergesaan
Selain masalah anggaran, Bivitri juga mempertanyakan urgensi dan ketergesaan dalam penyelenggaraan rapat tersebut. Mengapa rapat harus digelar di hotel dan tidak bisa menunggu waktu yang lebih sesuai? Apakah ada kepentingan tertentu yang mendorong ketergesaan ini? Pertanyaan-pertanyaan ini penting dijawab mengingat RUU TNI adalah produk legislatif yang memiliki dampak besar terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ketidaktransparanan Proses
Yang tak kalah penting adalah isu transparansi. Bivitri menegaskan bahwa proses pembahasan RUU TNI seharusnya dilakukan secara terbuka dan melibatkan partisipasi publik. Namun, rapat yang digelar di hotel mewah justru menimbulkan kesan tertutup dan eksklusif. Hal ini bertentangan dengan prinsip demokrasi yang mengedepankan keterbukaan dan akuntabilitas.
“Kenapa tidak terbuka?” tanya Bivitri. Pertanyaan ini menggambarkan betapa pentingnya transparansi dalam setiap proses legislatif, terutama yang menyangkut kepentingan publik seperti RUU TNI.
Reaksi Publik dan Implikasi
Kritik Bivitri Susanti ini mendapat respons luas dari netizen dan masyarakat. Banyak yang sepakat bahwa penyelenggaraan rapat di hotel mewah tidak mencerminkan semangat efisiensi dan tanggung jawab. Selain itu, hal ini juga dinilai sebagai bentuk ketidakpekaan terhadap kondisi ekonomi rakyat yang masih berjuang pulih dari dampak pandemi.
Jika tidak direspons dengan baik, polemik ini berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif dan pemerintah. Oleh karena itu, penting bagi DPR dan pihak terkait untuk memberikan penjelasan yang jelas dan transparan mengenai alasan di balik pemilihan lokasi rapat serta penggunaan anggaran yang terkait.***