Penulis: Majid | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, SURABAYA– Koalisi Difabel Jawa Timur resmi mengajukan permohonan audiensi kepada Gubernur Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Emil Dardak. Mereka mendesak pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Pengarusutamaan Isu Disabilitas serta revisi Perda No. 3 Tahun 2013 yang dinilai sudah usang.

Dalam surat bernomor 002/KDJ/IV/2025, koalisi menyatakan Pokja ini penting untuk menjamin integrasi isu disabilitas dalam seluruh sektor pembangunan, seperti pendidikan, kesehatan, hingga ketenagakerjaan, demi mewujudkan Jawa Timur sebagai provinsi inklusif.
“Pokja akan jadi jembatan agar kebijakan pembangunan tak lagi abai terhadap kebutuhan difabel. Kami ingin Jawa Timur jadi model provinsi ramah disabilitas,” ujar N. Fadili, Humas Koalisi Difabel Jatim, melalui pesan tertulis yang diterima media pada selasa 22 april 2025
Menurut penyandang disabilitas fisik itu, pokja diusulkan beranggotakan perwakilan penyandang disabilitas dari berbagai latar, dan bertugas menyusun kebijakan inklusif, memantau anggaran, serta mengevaluasi dampak program. Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 8 Tahun 2016 dan prinsip Nothing About Us Without Us.
Sementara itu, anggota koalisi, Fira Fitria, menambahkan, “Pokja bisa mendorong aksesibilitas di sekolah, rumah sakit, hingga transportasi, dan memperluas pelatihan kerja inklusif.”
Aktivis disabilitas asal Tuban itu menjelaskan, Koalisi yang didukung 26 organisasi ini juga menekankan pentingnya pelibatan komunitas disabilitas dalam penyusunan kebijakan, serta penyesuaian perda dengan hukum nasional dan Konvensi Internasional (CRPD).
Tak hanya itu, Fira juga menyerukan pentingnya pengakuan hak konsesi bagi penyandang disabilitas sebagai bentuk afirmasi nyata dari negara. Hak konsesi seperti insentif pajak, kuota kerja, kemudahan akses usaha, dan subsidi layanan dasar dipandang krusial untuk mengatasi ketimpangan struktural yang masih dihadapi kelompok disabilitas di berbagai bidang.
“Kami berharap Pokja ini menjadi warisan kepemimpinan Ibu Khofifah-Mas Emil dalam memperjuangkan kesetaraan dan martabat penyandang disabilitas,” tutup Fira.***