Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, SUMEDANG- Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, resmi dilantik sebagai Ketua Majelis Pembimbing Daerah (Mabida) Gerakan Pramuka Jawa Barat.
Upacara berlangsung khidmat di Balairung Rudini, IPDN Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Selasa (9/12/2025), dipimpin langsung Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka, Budi Waseso.
Pada kesempatan yang sama, Sekda Jawa Barat, Herman Suryatman, turut dikukuhkan sebagai Ketua Kwartir Daerah (Kwarda) untuk masa bakti 2025–2030.
Pelantikan ini tidak hanya menjadi seremoni formal. Dalam sambutannya, Dedi Mulyadi menyampaikan orasi kebudayaan sekaligus kritik tajam terhadap kerusakan lingkungan.
Ia mengajak anggota Pramuka dan masyarakat merenungkan kembali makna kemerdekaan di tengah degradasi alam yang semakin parah.
Mantan Bupati Purwakarta itu menyinggung sikap diam masyarakat dengan metafora “mematung”.
“Dan semua orang diam, berdiri seperti patung.
Patung dimusyrikan, tapi sikap kita yang mematung, membiarkan kerusakan terhadap Indonesia, dianggap pada sikap yang beriman? Gak bisa.” tegas Kang Dedi.
Ia menilai birokrasi dan masyarakat sering kali hanya bereaksi saat bencana terjadi, lalu kembali abai ketika keadaan normal. Kritiknya juga menyinggung ironi 80 tahun kemerdekaan dibandingkan masa kolonial.
“Belanda menjajah Indonesia 350 tahun, gunung masih utuh, samudera masih terbentang luas, sungai-sungai jernih. Dia meninggalkan perkebunan yang terhampar… gedung-gedung yang kokoh,” ungkapnya.
Namun setelah merdeka, hutan gundul, sungai keruh, dan infrastruktur rapuh menjadi kenyataan.
“Indonesia merdeka 80 tahun. Gunung gundul… Pertanyaannya adalah, siapa yang penjajah itu?” ujarnya.
Dedi juga menyoroti kerugian ekonomi akibat eksploitasi alam. Menurutnya, keuntungan dari pembabatan hutan atau penambangan tidak sebanding dengan biaya besar yang harus dikeluarkan negara untuk menanggulangi bencana.
“Kita dapat dari pembabatan hutan berapa triliun… Tapi ketika bencana berapa puluh triliun, ratus triliun yang harus kita kerahkan? Rugi.” jelasnya.
Menutup pidato, Dedi menegaskan bahwa kritiknya bukan sekadar retorika politik, melainkan suara hati nurani atas “penjajahan” baru yang dilakukan bangsa sendiri terhadap alam. Ia berharap Gerakan Pramuka Jawa Barat menjadi garda terdepan dalam mengubah mentalitas perusak lingkungan.***








