Penulis: Mayang Kresnaya Mahardhika | Editor: Priyo Suwarno
KREDONEWS.COM, BANDUNG- Dalam perjalanan menggunakan bus menuju ke Magelang, Jumat 21 Februari 2025, Gubernur Jawa B arat Dedi Mulyadi menyampaikan informasi bahwa penonaktifan kepala sekolah SMAN 6 Depok, adalah upaya untuk memudahkan audit terkait dengan acara outing class ke Bali dengan kewajiban membayar Rp3,8 juta/ siswa.

Dedi menambahkan bahwa penonaktifan kepala sekolah ini terbuka dan bisa berlanjut kepada kepala-kepala sekolah lainnya, apabila melakukan hal yang sama. “Karena hal itu bertentangan bukan hanya kebijakan yang saya buat sekarang, juga bertentangan dengan keputusan gubernur terdahulu, juga oleh Pak PJ Gubernur, untuk merespon kecelakaan bus pelajar SMK Depok, yang menimbulkan banyak korban, ” katanya.
“Jadi, kita tidak boleh melakukan perbuatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip pendidikan itu sendiri. Juga bertentangan dengan prinsip keadilan dan keterbukaan dan ketaatan, pada peraturan yang berlaku,” kata Dedi yang saat itu mengenakan baju doreng militer, didampingi putrinya Ni Hyang, yang sering dia sebut sebagai Ibu PKK.
Sebelumn mengambil tindakan tegas terhadap Kepala SMAN 6 Depok, Dedi setelah menerima keluhan dari orang tua siswa mengenai biaya tinggi untuk kegiatan study tour ke Bali. Meskipun ada larangan dari pemerintah provinsi untuk mengizinkan siswa melakukan perjalanan ke luar provinsi, kepala sekolah tetap memberangkatkan 347 siswa dengan biaya mencapai Rp 3,8 juta per siswa.
Dedi menegaskan bahwa kegiatan study tour seharusnya dilakukan di dalam kota untuk menghindari beban finansial yang berat bagi orang tua. Ia menyatakan bahwa konsep study tour bisa diterapkan tanpa harus bepergian jauh, dan menekankan pentingnya manajemen pendidikan yang lebih baik di Jawa Barat.
Orang tua siswa juga menyuarakan keberatan terhadap biaya yang dianggap terlalu mahal, dengan beberapa orang tua mendukung ide agar kegiatan tersebut dilaksanakan di lingkungan lokal saja. Tetapi seungguhnya, Dedi sudah begitu banyak melakukan tindakan positif untuk memperbaiki pendidikan di wilayahnya, meski belum menjabat resmi sebagai gubenur Barat.
Tebus Ijazah Siswa
Bukan urusan outing class saja, Dedi juga bersemangat memperbaiki sistem pendidikan. Dia berenancan menebus ijazah sebanyak 335.109 siswa dari SMA, SMK, dan SLB swasta yang saat ini ditahan oleh sekolah, karena tunggakan biaya pendidikan. Total biaya yang diperlukan untuk menebus ijazah tersebut diperkirakan mencapai Rp 1,3 triliun.
Dedi menyatakan bahwa penahanan ijazah ini tidak dapat dibenarkan, terutama mengingat Pemprov Jabar telah memberikan bantuan sebesar Rp 600 miliar setiap tahunnya kepada sekolah swasta.
Ia menekankan pentingnya transparansi dalam penggunaan dana tersebut dan mengharapkan agar sekolah tidak lagi menahan ijazah siswa.
Proses pendataan mengenai tunggakan biaya pendidikan masih berlangsung, dan Dinas Pendidikan Jabar sedang berupaya menyelesaikannya secepat mungkin. Dedi juga menegaskan bahwa jika sekolah swasta terus menahan ijazah, bantuan dari pemerintah akan dialihkan menjadi beasiswa bagi siswa dari keluarga tidak mampu.
Pemeriksaan KIP
Dedi Mulyadi, sedang melakukan pendalaman dugaan penyalahgunaan dana Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang diperuntukkan bagi siswa di wilayahnya. Penyelidikan ini dipicu oleh laporan dari siswa mengenai pemotongan dana yang seharusnya diterima oleh para siswa.
Dia mendapat laporan dari siswa bahwa ada pemotongan sebesar Rp 200 ribu per siswa dari dana Program Indonesia Pintar (PIP), yang seharusnya digunakan untuk membantu siswa dari keluarga kurang mampu.
Dedi Mulyadi menekankan bahwa setiap penyimpangan dalam penggunaan dana pendidikan harus ditindak tegas dan tidak dapat dibiarkan.
Ia berkomitmen untuk memastikan bahwa dana KIP dan PIP digunakan sesuai dengan tujuan awalnya, yaitu untuk mendukung pendidikan siswa.
Sebagai bagian dari upaya transparansi dan akuntabilitas, Dedi juga meminta agar pengelolaan keuangan di sekolah-sekolah di Jawa Barat dilakukan secara terbuka dan profesional. Hal ini bertujuan untuk mencegah praktik korupsi dan memastikan bahwa bantuan pendidikan benar-benar sampai kepada siswa yang membutuhkan. **