Penulis : Jayadi | Editor : Aditya Prayoga
Kebijakan pemerintah Indonesia yang melarang penjualan gas LPG 3 kg di pengecer mulai 1 Februari 2025 telah menyebabkan antrean panjang dan kesulitan akses bagi masyarakat. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan subsidi tepat sasaran, namun implementasinya menimbulkan berbagai masalah.
Latar Belakang Kebijakan
Sebelumnya, masyarakat dapat membeli gas LPG di pengecer dengan harga yang lebih tinggi, oleh karena itu dikeluarkan kebijakan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, dengan tujuan untuk mengendalikan harga agar elpiji 3 kg tidak dijual di atas harga eceran tertinggi (HET) dan memastikan bahwa gas bersubsidi hanya dijual di agen resmi Pertamina.
Dampak Kebijakan
1. Antrean Panjang: Banyak orang terpaksa mengantre berjam-jam di agen resmi untuk mendapatkan gas LPG 3 kg. Di beberapa daerah, antrean ini bahkan menyebabkan kemacetan lalu lintas.
“Susah banget carinya, sampai harus keliling dari agen ke agen, sampai dapat gas itu 1 jam lebih, karena antrenya parah,” kata konsumen LPG, dikutip Kredonews.com, Senin (10/2).
Bahkan ada kejadian seorang warga RT/RW 001/007, Kelurahan Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), bernama Yonih (62) meninggal saat antrean, 3 Februari 2025
2. Kesulitan bagi UMKM: Pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) juga merasakan dampak negatif dari kebijakan ini. Mereka yang bergantung pada LPG tidak bisa menjalankan usahanya karena kesulitan mendapatkan LPG.
3. Tetap Mahal: Meskipun harga di agen resmi lebih murah dibandingkan pengecer, biaya transportasi dan waktu yang dihabiskan untuk antre dapat membuat total biaya menjadi lebih tinggi bagi konsumen.
Respon Masyarakat dan Pemerintah
Banyak masyarakat merasa kesulitan dengan kebijakan ini karena semakin sulit mendapatkan gas. Sejumlah pihak mengusulkan agar pemerintah meninjau ulang kebijakan tersebut atau setidaknya menawarkan solusi alternatif yang lebih mudah dijangkau.
Sebagai respons, pemerintah mengizinkan pengecer kembali beroperasi sebagai sub-pangkalan dengan sejumlah batasan. Langkah ini bertujuan mengurangi antrean serta mempermudah akses masyarakat terhadap LPG 3 kg.
Bukan Kebijakan Prabowo
Larangan penjualan elpiji 3 kg oleh pengecer bukan merupakan kebijakan Presiden Prabowo Subianto. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan hal ini.
“Sebenarnya ini bukan kebijakan dari Presiden untuk kemudian melarang itu. Tapi melihat situasi dan kondisi, tadi Presiden turun tangan untuk menginstruksikan agar para pengecer bisa dapat berjualan kembali,” kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, dikutip dari Tribune, Selasa, 4 Februari 2025.
Dasco menjelaskan bahwa pengecer elpiji 3 kg nantinya harus mendaftar sebagai sub-pangkalan agar bisa menjual gas tersebut. Namun, Prabowo menghendaki agar selama proses pendaftaran, pengecer tetap diperbolehkan menjual gas elpiji 3 kg secara bertahap.
Saat ini, sebanyak 370 ribu pengecer telah terdaftar sebagai sub-pangkalan elpiji 3 kg. Bagi pengecer yang belum terdaftar, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa Kementerian ESDM bersama Pertamina akan aktif membekali mereka dengan sistem aplikasi serta membantu proses pendaftaran menjadi sub-pangkalan.
Oke Gas
Oke Gas adalah slogan kampanye yang diusung oleh pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan wakil presiden Gibran Rakabuming Raka memiliki makna yang lebih luas dan tidak berkaitan dengan kelangkaan gas LPG 3 kg.***