Menu

Mode Gelap

Internasional

Bagi Umat Katolik di Gaza, Wafat Paus Berarti tidak ada lagi Telepon

badge-check

Paus Fransiskus tak lelah menelepon Gaza hingga akhir hayatnya

Bagi Umat Katolik di Gaza, Wafat Paus Berarti tidak ada lagi Telepon

Oleh: Daniel Esparza/Maria Angelica Putri Lato

Editor: Jacobus E. Lato 

Bagi mereka, dan bagi banyak orang di Gaza, Paus Fransiskus mewujudkan visi martabat bagi semua orang yang berdiam di wilayah tersebut.

Di tengah reruntuhan puing-puing Gaza yang dilanda perang, komunitas Katolik kecil itu berduka atas kehilangan yang lebih dari sekadar bom dan bangunan. “Kami seperti yatim piatu sekarang,” kata George Anton, seorang jemaat Gereja Katolik Keluarga Kudus, kepada BBC.

Bagi mereka, Paus Fransiskus bukan sekadar kepala Gereja. Ia suara dalam kegelapan, yang menelepon hampir setiap malam menanyakan apa yang mereka makan, bagaimana mereka bertahan menghadapi situasi, sekaligus menawarkan kekuatan yang berlimpah.

Telepon terakhir Paus dilakukan hanya dua hari sebelum wafatnya. Pada Sabtu Suci, Vatican News melaporkan. “Paus menelepon kami untuk terakhir kalinya pada Sabtu malam. Sesaat sebelum dimulainya Misa Malam Paskah. Ketika kami sedang berdoa Rosario. Ia memberi tahu kami bahwa ia berdoa untuk kami, memberkati kami, dan berterima kasih atas doa-doa kami baginya.”

Selama 18 bulan konflik yang tanpa henti, Paus secara pribadi memeriksa nama beberapa ratus orang Kristen yang masih tinggal di Jalur Gaza, daerah kantong yang dihuni lebih dari dua juta orang, yang sebagian besar beragama Islam.

Gereja Katolik Keluarga Kudus di Kota Gaza menjadi satu-satunya paroki Katolik. Ia menjadi tempat berlindung, rumah, komunitas yang ditopang oleh iman dan suara panggilan telepon yang tak terduga.

Pastor Paroki Keluarga Kudus berasal dari Argentina. Sama seperti Paus. Sang pastor adalah misionaris di Institut Sabda yang Menjadi Manusia, sebuah kongregasi, sebuah kelompok biarawan yang didirikan di tanah air mereka.

Pasca-wafatnya Paus, Vatikan merilis sebuah video pendek yang memperlihatkan keakraban dan kelembutan percakapan beliau dengan sang pastor yang dilakukan pada malam hari.

Dalam salah satu video, Paus bertanya kepada Pastor Gabriel Romanelli, apakah makan malam mereka. “Sisa ayam dari kemarin,” jawabnya, disambut tawa hangat Paus. Ini bukan audiensi resmi Bersama Paus. Itu sesuatu yang menyelamatkan.

“Kami memohon kepada Tuhan,” kata Pastor Romanelli, “agar memberikan kedamaian abadi kepada Paus. Kami pun berdoa agar pria dan wanita yang berkehendak baik di seluruh dunia mengindahkan seruannya yang terus-menerus dan mendesak bagi perdamaian di Gaza dan di seluruh dunia.”

Pada tanggal 22 Januari, pasca-gencatan senjata, dalam audiensi umum, Paus berkisah kepada umat beriman tentang teleponnya:

Kemarin saya menelepon paroki di Gaza. Saya meneleponnya setiap hari.  Mereka senang! Ada 600 orang di sana, yang ada di paroki dan sekolah. Dan mereka kisahkan kepada saya, “Hari ini kami makan kacang-kacangan dan daging ayam.” Makanan yang tidak biasa mereka makan saat ini. Jadi hanya beberapa sayuran, sesuatu… Mereka senang!

Apa lagi yang bisa saya lakukan untuk Anda?

Yolande Knell, Koresponden BBC Timur Tengah, menceritakan bagaimana berbagai telepon Paus itu menyentuh kehidupan manusia.

Anton, koordinator darurat di Gereja Paroki Keluarga Kudus, Gaza, tidak bisa berkata apa-apa ketika pertama kali menerima telepon. Belangkangan dia tersadar bahwa dia sudah menceritakan segala-galanya kepada Paus. Tentang rumahnya yang rusak porak poranda, tentang keluarganya dan tentang kesadarannya atas rasa aman.

“Paus senantiasa memberkati saya… Beliau selalu menyemangati kami untuk menjadi kuat,” kisah Anton kepada Knell. Pertanyaan yang selalu diajukannya adalah, “Apa lagi yang bisa saya lakukan untuk kalian?”

Di Gaza, kematian dan kehancuran bangunan menjadi hal yang rutin. Kontak telepon setiap hari dengan pemimpin spiritual Vatikan ini memberikan sesuatu yang luar biasa. Memberikan perasaan bahwa mereka tidak dilupakan.

Ikatan Paus Fransiskus dengan umat Kristen di Gaza yang kuat mencerminkan kepeduliannya yang mendalam terhadap Tanah Suci. Dalam kunjungannya ke Tanah Suci pada 2014, Paus tanda terjadwal berhenti di Gaza, di tembok pembatas Israel di Betlehem. Di sana Paus berdoa bagi perdamaian.

Dalam pesan Paskah terakhirnya, yang dibacakan oleh seorang ajudan, ia kembali meminta diadakannya gencatan senjata. Beliau menyebutkan situasi di Gaza sebagai “situasi kemanusiaan yang dramatis dan menyedihkan.”

Kardinal Pierbattista Pizzaballa, Patriark Latin Yerusalem, mencatat bahwa kata-kata Paus menembus melewati ambiguitas politik. “Perang bukan sekadar senjata. Perang terkadang adalah kata-kata,” katanya, menegaskan jelasnya prinsip moral Paus Fransiskus.

Kini, saat konklaf baru akan dimulai di Roma untuk memilih pengganti Paus Fransiskus, umat Kristen Gaza berdoa bukan hanya untuk paus baru, tetapi juga untuk berlanjutnya rasa belas kasih. Mereka berharap Paus selanjutnya akan mengingat nama mereka juga. Sekaligus terus-menerus menyerukan perdamaian dengan keberanian dan kelembutan yang sama.

Di tanah tempat agama Kristen pertama kali berakar, umat Kristen yang tersisa di Gaza terus menapaki jalan iman. Membawa daun palem di antara puing-puing bangunan, menyalakan lilin untuk melawan kegelapan.

Di Gereja Ortodoks Yunani St. Porphyrius, para wanita dengan gaun warna-warni merayakan Minggu Palma dengan daya tahan hidup mereka yang luar biasa. Bagi mereka, dan bagi banyak orang di Gaza, Paus Fransiskus mewujudkan visi adanya martabat bagi semua yang tinggal di wilayah tersebut. Visi itu, sebagaimana dilaporkan oleh Jane Arraf untuk NPR, adalah warisan yang kini mereka bawa menuju masa datang. Visi tentang kehadiran, kedamaian , kedamaian, dan keyakinan radikal bahwa kehidupan manusia itu sakral.

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Kota Congqing Dihantam Lebih 6.000 Kali Petir Semalam, Ratusan Pasien “Asma Akibat Badai Petir” Padati IGD

24 April 2025 - 22:03 WIB

Jepang Pamerkan Senjata Rel yang Bisa Tembak Jatuh Rudal Hipersonik China

24 April 2025 - 21:39 WIB

Vatikan Umumkan Masa Berkabung Untuk Paus Fransiskus Selama 9 Hari

24 April 2025 - 20:53 WIB

Hari Kamis, Puluhan Ribu Orang Padati Basilika Santo Petrus Untuk Berikan Penghormatan Terakhir Kepada Paus Fransiskus

24 April 2025 - 19:42 WIB

PLTU Kalbar Senilai Rp 1,2 Triliun Mangkrak Sejak 2016, Polisi: Masih Dalam Penyelidikan

24 April 2025 - 19:08 WIB

40 Kursi Taman di Jalan Ijen Kota Malang Lenyap, Ini Jawaban Kepala Dinas Lingkungan

24 April 2025 - 18:35 WIB

China Satu-satunya Negara Pemilik Teknologi Pemotong Kabel Bawah Laut Sedalam 4.000 Meter

24 April 2025 - 18:18 WIB

Viral, Tugu Biawak di Wonosobo, Sangat Hidup meski dengan Biaya Murah

24 April 2025 - 18:13 WIB

Bangun Lintasan Rp 50 Miliar, Bali Gratiskan Nonton Panjat Tebing Dunia 2025 di Nusa Dua

24 April 2025 - 17:51 WIB

Trending di News