Penulis: Satwiko Rumekso | Editor: Yobie Hadiwijaya
KREDONEWS.COM, SIDOARJO-Proyek rehabilitasi Masjid Agung Sidoarjo yang menggunakan dana APBD Kabupaten Sidoarjo Tahun Anggaran 2025 dengan pagu anggaran sebesar Rp 2.790.000.000,00 dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebesar Rp 2.789.669.570,70 kini memasuki tahap pengerjaan.

Namun, di balik pelaksanaan fisik proyek, muncul sejumlah dugaan pelanggaran administratif yang dapat mengarah pada indikasi korupsi yang sedang mendapat sorotan tajam dari publik dan media.
Proyek yang dilaksanakan melalui mekanisme tender pascakualifikasi satu file—sistem gugur ini dimenangkan oleh CV. Tiga Anugerah Utama, sebuah perusahaan berkualifikasi kecil yang beralamat di Kemantren RT 10 RW II, Tulangan, Kabupaten Sidoarjo.
Perusahaan ini mengajukan penawaran senilai Rp 2.535.798.710,31 (harga terkoreksi), mengalahkan 12 peserta lainnya, setelah tender sebelumnya gagal karena tidak ada peserta yang lulus evaluasi. Meskipun berada di urutan ke-6 dari total 179 peserta yang mengikuti tender, CV. Tiga Anugerah Utama akhirnya terpilih sebagai pemenang, menimbulkan pertanyaan terkait kualitas dan integritas proses seleksi.
Menurut informasi dari sumber terpercaya yang tidak dapat disebutkan identitasnya, terdapat potensi pelanggaran dalam penunjukan (YK) sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bagian Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) Kabupaten Sidoarjo.
(YK) sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), dan tanpa alasan yang jelas, ditunjuk menggantikan Soeparno sebagai Plt Kabag PBJ.
Penunjukan ini diduga bertentangan dengan Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 1 Tahun 2021, khususnya pada poin 2 yang menyebutkan bahwa seorang PNS hanya dapat dipromosikan dalam jabatan yang selevel atau lebih tinggi di unit kerja yang sama.
Oleh karena itu, penunjukan (YK) yang berasal dari unit kerja berbeda (Disperindag ke PBJ) memunculkan pertanyaan terkait legalitas dan kepatuhannya terhadap peraturan yang berlaku.
Lebih lanjut, dugaan lain yang turut mencuat adalah hubungan antara CV. Tiga Anugerah Utama dengan CV. Yang Andalan Utama, yang sebelumnya menangani proyek pembangunan jembatan Kedungpeluk senilai Rp 2,4 miliar.
Proyek tersebut, dalam status tanggap darurat, masih menyisakan sejumlah masalah yang belum terselesaikan. Tak hanya itu, kabar berkembang bahwa CV. Tiga Anugerah Utama juga diperkirakan akan terlibat kembali dalam proyek besar Pembangunan Double Deck RSUD R.T. Notopuro dengan anggaran sekitar Rp 24,5 miliar.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah beredarnya kabar mengenai dugaan gratifikasi yang diterima oleh (YK) sebesar Rp 750 juta dari rekanan proyek. Uang tersebut diduga diberikan untuk memastikan kelolosan CV. Tiga Anugerah Utama dalam proyek rehabilitasi Masjid Agung Sidoarjo. Meski dana tidak ditransfer langsung atas nama (YK), sumber menyebutkan bahwa dana tersebut diarahkan kepada yang bersangkutan.
Terdapat pula bukti transfer pemindahan dana antar rekening BCA yang diduga ditujukan kepada (YK), meski atas nama pihak lain, yakni (SNR) ke (MK), yang semakin memperkuat dugaan praktik titip proyek.
Selain itu, isu terkait hubungan (YK) dengan aparat penegak hukum (APH) semakin memperburuk persepsi publik mengenai ketidakberesan dalam proses pengadaan ini. Sejumlah pihak menyebutkan bahwa proses pengadaan proyek telah dipolitisasi demi kepentingan pihak tertentu, sehingga sulit bagi lembaga pengawas atau aparat hukum untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang ada.
Berikut adalah beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan dugaan pelanggaran dalam kasus ini:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN): Mengatur tentang manajemen ASN, termasuk pengisian jabatan pimpinan tinggi dan kewenangan pejabat pembina kepegawaian.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil: Menjabarkan lebih lanjut mengenai pengisian jabatan dan kewenangan pejabat dalam struktur organisasi pemerintah.
3. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah: Mengatur tata cara pengadaan barang/jasa, termasuk mekanisme tender dan kualifikasi peserta.
4. Surat Edaran BKN Nomor 1/2021 tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas dalam Aspek Kepegawaian: Menjelaskan ketentuan mengenai penunjukan pejabat pelaksana harian dan pelaksana tugas.
5. Peraturan LPSE Kabupaten Sidoarjo: Mengatur prosedur dan mekanisme pengadaan secara elektronik di lingkungan pemerintah Kabupaten Sidoarjo.
Jika terbukti terjadi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di atas, sanksi yang dapat dikenakan antara lain:
1. Sanksi Administratif: Seperti pembatalan hasil tender, pencabutan izin usaha, atau pemecatan pejabat yang bersangkutan.
2. Sanksi Pidana: Termasuk hukuman penjara dan denda sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, terutama jika terbukti ada unsur korupsi atau penyalahgunaan wewenang.
Masyarakat Sidoarjo, yang sudah memiliki pengalaman pahit dengan operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK di masa lalu, menunjukkan keprihatinannya atas situasi ini. Mereka berharap agar kejadian serupa tidak terulang kembali dan meminta agar seluruh proses pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Sidoarjo dijalankan sesuai dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, serta bebas dari praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Dalam hal ini, masyarakat mendesak agar Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terbukti melanggar aturan jabatan berdasarkan PP No. 94/2021 diberikan sanksi pemberhentian tidak hormat, serta agar penyedia jasa yang terbukti melakukan penyimpangan di-blacklist dari sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Proyek rehabilitasi Masjid Agung Sidoarjo, yang seharusnya menjadi simbol kemaslahatan umat, justru tercoreng oleh dugaan praktik kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan kewenangan. Jika seluruh dugaan ini terbukti benar, maka bukan hanya ada cacat prosedural dalam proses pengadaan proyek, tetapi juga indikasi kuat adanya praktik gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang yang harus segera mendapat perhatian serius dari aparat penegak hukum dan lembaga pengawas.
Redaksi akan terus berupaya menghubungi pihak-pihak terkait untuk mendapatkan klarifikasi dan konfirmasi lebih lanjut, dan laporan ini akan diperbarui seiring dengan perkembangan informasi yang masuk. Publik menanti tindakan tegas yang dapat membuktikan bahwa pemerintahan Kabupaten Sidoarjo berkomitmen untuk memastikan proses pengadaan barang dan jasa benar-benar berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur oleh hukum.***