Penulis: Yusran Hakim | Editor: Priyo Suwarno
KREDONEWS.COM, JAKARTA- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan untuk meningkatkan impor minyak dan LPG dari Amerika Serikat.

Pernyataan ini disampaikan pada Rabu, 9 April 2025, di Kementerian ESDM, Jakarta. Bahlil menyatakan, “Kita tahu bahwa impor minyak kita kan cukup besar, kami sedang menghitung agar minyak menjadi salah satu komoditas yang bisa kita beli dari AS”.
Rencana ini bertujuan untuk menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat, yang saat ini menunjukkan surplus sekitar 14-15 miliar dolar AS.
Dalam konteks ini, Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan Bahlil untuk mengeksplorasi potensi barang yang dapat dibeli dari AS sebagai bagian dari negosiasi terkait tarif impor yang tinggi.
Saat ini, porsi impor minyak mentah Indonesia dari AS hanya sekitar 4% dari total impor. Meskipun ada kekhawatiran tentang biaya transportasi yang lebih tinggi dari AS dibandingkan dengan negara lain seperti Timur Tengah, Bahlil menegaskan bahwa harga LPG dari AS tetap kompetitif. Penambahan volume impor ini tidak akan menghentikan pasokan dari negara lain, tetapi akan mengalihkan sebagian volume impor.
Kebijakan untuk meningkatkan impor minyak dari Amerika Serikat dengan tarif 34% dapat berdampak signifikan terhadap cadangan devisa Indonesia. Meskipun ada potensi untuk mendapatkan pasokan minyak yang lebih stabil, tarif tinggi akan mengakibatkan pengeluaran devisa yang besar.
Impor minyak yang tinggi, terutama dengan tarif yang mahal, dapat mengurangi cadangan devisa negara. Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan impor minyak mentah berhubungan positif dengan cadangan devisa, tetapi juga menciptakan risiko ketika biaya impor melebihi pendapatan dari ekspor.
Faktor-faktor seperti nilai tukar dan harga minyak juga mempengaruhi dinamika ini. Kenaikan nilai tukar dolar AS dapat membuat biaya impor semakin tinggi, yang pada gilirannya dapat menurunkan cadangan devisa. Jika pemerintah tidak mampu menyeimbangkan antara produksi dalam negeri dan kebutuhan konsumsi masyarakat, maka kebijakan ini berpotensi memperburuk situasi ekonomi Indonesia.
Secara keseluruhan, meskipun ada keuntungan dari diversifikasi sumber impor, tarif yang tinggi dan ketergantungan pada impor dapat menimbulkan tantangan bagi stabilitas ekonomi dan cadangan devisa Indonesia.**