Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, JAKARTA– TNI Angkatan Darat (TNI AD) membuka rekrutmen besar-besaran sebanyak 24.000 tamtama pada tahun 2025 untuk membentuk Batalyon Teritorial Pembangunan di 514 kabupaten/kota di Indonesia.
Rekrutmen ini bertujuan memperkuat fungsi teritorial TNI AD yang fokus pada pembinaan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam mendukung pertahanan negara, terutama dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Tamtama yang direkrut akan berperan tidak hanya dalam tugas tempur, tetapi juga dalam mendukung sektor-sektor seperti pertanian, kesehatan, hingga dukungan untuk Makan Bergizi Gratis (MBG).
Meskipun demikian, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menjelaskan, fungsi tempur TNI AD tetap berjalan tanpa berkurang, sehingga profesionalisme prajurit tetap dijaga.
Masing-masing batalyon akan menempati lahan seluas 30 hektar dan dilengkapi empat kompi yang fungsional:
– Kompi Pertanian, mendukung ketahanan pangan nasional
– Kompi Peternakan, memperkuat penyediaan protein hewani
– Kompi Medis, melayani kesehatan masyarakat dan tanggap bencana
– Kompi Zeni, membangun infrastruktur di daerah tertinggal
Kritik Koalisi
Rekrutmen prajurit TNI baru-baru ini mendapat sorotan dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Koalisi menilai kebijakan tersebut menyimpang dari tugas pokok TNI sebagai alat pertahanan negara.
Dalam rencana tersebut, prajurit tidak disiapkan untuk bertempur, melainkan untuk mendukung ketahanan pangan serta layanan kesehatan. Koalisi menyatakan hal ini tidak sesuai dengan fungsi dasar TNI yang seharusnya direkrut, dilatih, dan dididik untuk menghadapi perang, bukan menangani urusan sipil seperti pertanian, perkebunan, peternakan, atau layanan medis.
“Dengan demikian, kebijakan rekrutmen ini telah menyalahi tugas utama TNI sebagaimana diatur dalam konstitusi dan UU TNI,” tegas Koalisi kepada wartawan, Rabu (11/6/2025).
Koalisi juga menilai, dalam situasi geopolitik yang makin kompleks, TNI justru harus fokus pada peningkatan keahlian tempur. Pelibatan TNI dalam bidang nonmiliter dianggap berpotensi melemahkan profesionalisme dan konsentrasinya dalam menghadapi ancaman perang, yang pada akhirnya bisa mengancam kedaulatan negara.
Lebih lanjut, Koalisi menyatakan bahwa pelibatan TNI dalam urusan sipil merupakan kegagalan dalam menjaga batas yang jelas antara ranah sipil dan militer. Mereka mengingatkan bahwa konstitusi UUD 1945 dan UU TNI telah mengatur secara tegas batasan peran militer, dan tidak mencakup urusan di luar bidang pertahanan.
“Hal ini tentu mencederai semangat Reformasi TNI yang menginginkan TNI profesional dan tidak mencampuri urusan sipil,” ujar mereka.
Atas dasar itu, Koalisi mendesak pemerintah untuk mengawasi kebijakan rekrutmen dan pelibatan TNI agar tidak keluar dari fungsi utamanya. Presiden dan DPR juga didorong untuk mengevaluasi kebijakan tersebut agar TNI tetap pada jati dirinya sebagai alat pertahanan negara.
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil yang menyuarakan kritik ini meliputi Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, HRWG, WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative, LBH Jakarta, LBH Pers, LBH Masyarakat, LBH Surabaya Pos Malang, ALDP, Public Virtue, ICJR, AJI Jakarta, PPMA