Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, PONTIANAK– Erma Ranik Law & Consulting mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam membeli tanah pertanian. Ia menegaskan bahwa sertifikat tanah saja tidak cukup sebagai jaminan sahnya transaksi. Dalam hukum agraria Indonesia, terdapat aturan ketat yang harus dipatuhi agar pembelian tidak berujung batal demi hukum.
“Jangan senang dulu kalau Anda ditawari tanah pertanian bersertifikat karena Anda belum tentu berhak membelinya,” ujar Erma.
Aturan yang dimaksud merujuk pada PP No. 41 Tahun 1964, yang menyebutkan hanya mereka yang berdomisili di kecamatan yang sama dengan lokasi tanah yang boleh membeli tanah pertanian. Jika domisili pembeli berbeda kecamatan, meski masih dalam satu kabupaten atau kota, transaksi tersebut tidak sah secara hukum.
Selain itu, Erma juga mengingatkan adanya batasan kepemilikan tanah pertanian. Berdasarkan peraturan Menteri ATR/BPN tahun 2016, seorang individu dilarang memiliki lahan pertanian lebih dari 20 hektare. Jika batas ini dilanggar, maka pembelian bisa dibatalkan.
“Kalau Anda tetap ngotot beli padahal Anda beda kecamatan walaupun satu kabupaten, Anda nggak bisa beli,” kata Erma.
Dengan demikian, calon investor diminta berhati-hati dalam menerima tawaran tanah pertanian. Pemahaman terhadap regulasi menjadi kunci agar investasi tidak berakhir merugikan.
Adil Ka’ Talino, Bacuramin Ka’ Saruga, Basengat Ka’ Jubata.
Netizen berkomentar bahwa aturan itu dilapangan tidak berlaku,
alghaf_alghaf
Nyatanya banyak orang kota punya
sawah di desa… Peraturan dari mana
lagi ini…..
abraham_irul
Aturan cuma buat rakyat kecil, klo buat
pejabat sama pengusaha beda ceritanya
Balas
Adi_Ganjar
Bukan beda kecamatan lagi,, lintas
lautan, lintas provinsi,, tapi aman aman
saja
sono_warsono
Orang china bisa beli
humay_aken
dikalimantan ribuan hektar yg punya
orang jakarta
Balas