Menu

Mode Gelap

Uncategorized

SETARA Institute Soroti Insiden Penembakan, Kasus Solok Diduga Bermotif Bisnis Pengamanan Ilegal

badge-check


					(Kiri) Kabag Ops AKP Dadang Iskandar tembak Kasat Reskrim AKP Ulil Riyanto Anshari Perbesar

(Kiri) Kabag Ops AKP Dadang Iskandar tembak Kasat Reskrim AKP Ulil Riyanto Anshari

KREDONEWS.COM- Penggunaan senjata api yang berakibat hilangnya nyawa seseorang menjadi hambatan serius dalam agenda transformasi kepolisian.

Persoalan ini terlihat melalui insiden penembakan yang melibatkan aparat kepolisian sebagai pelaku dan/atau terduga pelaku.

Terdapat dua insiden penembakan yang terjadi dan mendapat sorotan dalam kurun waktu kurang dari 1 minggu, yakni insiden polisi tembak polisi di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, pada 22 November; dan penembakan dan/atau tertembaknya pelajar SMK di Semarang oleh polisi pada 25 November 2024.

Insiden-insiden penembakan ini menegaskan urgensi pengaturan akuntabilitas penggunaan senjata api di tubuh Polri.

Dalam peristiwa ini, terdapat sekurangnya empat isu yang juga menjadi bagian dari 130 masalah yang diidap Polri sebagaimana studi SETARA Institute dalam Merancang Desain Transformasi Polri (2024).

Selain soal akuntabilitas penggunaan senjata api, isu lain adalah soal kesehatan mental aparat, bisnis keamanan (pertambangan) dan pembinaan sumber daya manusia Polri.

SETARA Institute percaya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mampu menangani, mengurai dan menyelesaikan kasus-kasus ini secara tuntas, transparan dan berkeadilan, karena memiliki pengalaman menangani kasus serupa, seperti kasus penembakan Duren Tiga.

SETARA Institute mendorong Polri mengambil langkah tegas dan terbuka untuk memastikan ketidakberulangan penggunaan senjata api secara melawan hukum di masa yang akan datang.

SETARA Institute merekomendasikan:

1. Mendorong Kapolri menindak tegas jajarannya yang menggunakan senjata api berlebihan dan di luar peruntukannya.

Penggunaan senjata api secara internasional telah diatur dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 34/169 mengenai Kode Etik untuk Petugas Penegak Hukum (Code of Conduct for Law Enforcement Officials ) dan Prinsip Dasar tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Petugas Penegak Hukum (Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials ) yang diadopsi UN Congress (1990). Ketentuan internasional tersebut menekankan prinsip legalitas, nesesitas (keperluan), proporsionalitas, dan akuntabilitas dalam penggunaan senjata api.

2. Menjalankan Standard operating procedures (SOP) termasuk mengatasi gap pengetahuan dan pemahaman aparat dalam penggunaan senjata api. Selain ketentuan internasional, penggunaan senjata api yang diatur melalui ketentuan internal Polri berupa Perkap No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. Pada Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 48 regulasi tersebut, telah diatur ketentuan, kondisi, dan prinsip penggunaan senjata api yang linear dengan aturan internasional.

3. Insiden penembakan ini memperlihatkan aparat Kepolisian, terutama di daerah, belum satu padu dalam mendorong Transformasi Polri untuk mendukung Visi Indonesia 2045, sebagaimana komitmen Kapolri dan jajaran di tingkat Mabes Polri, yang mendorong supremasi hukum dan penegakan hukum yang efektif dan berkeadilan sebagai menjadi prasyarat bagi tercapainya Indonesia 2045.

Untuk mencapai kondisi tersebut, tahapan yang dilakukan adalah internalisasi prinsip prinsip HAM pada SDM Polri, serta penegakan hukum yang berkualitas melalui aparat penegak hukum yang berkompeten dan berintegritas.

4. Isu kesehatan mental perlu mendapat perhatian pimpinan Polri guna mencegah penggunaan senjata api berlebihan.

Temuan SETARA Institute dalam studi Desain Transformasi Polri (2024) menjelaskan bahwa kesehatan mental menjadi kebutuhan yang kurang mendapat perhatian dan pembinaan.

Kondisi ini rentan memengaruhi anggota kepolisian dalam menjalan kinerjanya, sehingga berpotensi memicu tindakan-tindakan yang tidak proporsional.

5. Minimnya perhatian terhadap kesejahteraan anggota Polri berpotensi dan telah secara nyata mengakibatkan berkembangnya bisnis-bisnis ilegal yang dilakukan oknum anggota Polri, termasuk jasa pengamanan bisnis, sebagaimana yang menjadi latar belakang penembakan polisi di Solok Selatan, Sumatera Barat.

Keterbukaan motif penembakan yang pada pokoknya adalah bisnis pengamanan dan kemungkinan keterlibatan dalam bisnis ilegal, adalah fenomena gunung es yang sesungguhnya banyak terjadi di berbagai tempat.

Kapolri harus menempatkan masalah ini sebagai prioritas penataan institusi Polri yang dituntut melakukan transformasi institusi guna mendukung kemajuan Indonesia 2045.*

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Beginilah Ujud Mother Ship, Drone Induk yang Mampu Angkut 100 Anak Drone

21 Juni 2025 - 20:00 WIB

Polda Jabar Ringkus 44 Pejudi Kasino di Pasar Kosambi, Walikota Mengaku Kecolongan

21 Juni 2025 - 19:31 WIB

Sekolah Rakyat Jombang Sudah Siapkan 8 Wali Kelas, 17 Wali Asrama serta 84 Tenaga Kebersihan

21 Juni 2025 - 18:07 WIB

Cerita Hari Ini: Gedung Sakral di Keraton Surakarta Ini Tempat Pertemuan Raja dan Ratu Kidul

21 Juni 2025 - 14:23 WIB

Ploso Punya Tradisi Nasional Titik Nol, Camat Tridoyo Purnomo Didapuk Jadi Bung Karno

21 Juni 2025 - 12:48 WIB

Pemerkosaan Massal Mei 1998 Hanya Rumor, Fadli Zon Dinilai Menghapus Fakta

21 Juni 2025 - 12:11 WIB

Jombang Sudah Siap Operasikan Sekolah Rakyat. Warsubi: Ini Tanggung Jawab Negara Urus Anak Miskin

21 Juni 2025 - 10:12 WIB

Melantik 118 Kepala Sekolah, Warsubi: Kita Bikin Fondasi Generasi Indonesia Emas 2045

20 Juni 2025 - 20:50 WIB

Kasus Dana Hibah, Gubernur Jatim Khofifah Absen dari Panggilan KPK

20 Juni 2025 - 15:41 WIB

Trending di Headline