Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, JAKARTA– Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan bahwa penetapan status darurat di Indonesia harus melalui mekanisme resmi dan terukur.
“Bencana nasional dapat ditetapkan ya, yang menetapkan instansi adalah BNPB dan kemudian nanti diajukan kepada presiden menjadi perpres,” ujar Tito.
Ia menjelaskan, keputusan tersebut diambil bila sebuah provinsi tidak lagi mampu menangani situasi. “Ada pertimbangan misalnya ketidakmampuan dari satu provinsi, provinsi itu sudah tidak mampu memobilisasi semua kekuatannya,” tambahnya.
Proses ini dimulai dari laporan resmi kepala daerah. “Ada pernyataan dari gubernur. Harus mulai dari situ dulu. Ya yang menyatakan sudah tidak mampu misalnya,” jelas Tito.
Selain laporan daerah, BNPB juga melakukan penilaian langsung di lapangan. “Dan yang kedua ada penilaian sendiri dari BNPB yang melihat bahwa memang sudah daerah tidak mampu sehingga harus dilakukan, diambil oleh-oleh pemerintah pusat ya. Itu karena dampak yang luas misalnya,” ungkapnya.
Terkait kesiapan menghadapi bencana, Tito meminta agar rencana latihan diperbaiki. “Kita harus memperkuat betul persiapan, baik pemerintah maupun segenap unsur masyarakat ya. Persiapan ketika untuk menghadapi berbagai bentuk bencana spesifik di daerah itu,” tegasnya.
Ia mendorong setiap daerah memiliki SOP sesuai ancaman masing-masing. “Kalau daerah itu misalnya rentan gunung meletus, dibuatkan SOP untuk itu. Kalau karena hidrometeorologi, karena curah hujan yang berlebihan, potensi longsor banjir bandang ya cepat bergerak,” katanya.
Pemetaan wilayah rawan juga harus segera dilakukan agar simulasi berjalan nyata. “Daerah-daerah yang rawan longsor dipetakan, yang rawan banjir dipetakan, dan setelah itu dilakukan semacam skenario, simulasi untuk kalau terjadi, maka ini harus dilakukan oleh pemerintah dan lintas sektoral, di samping juga unsur non-pemerintah. termasuk masyarakat,” jelas Tito.
Dengan latihan yang baik, dampak bencana diharapkan bisa ditekan. “Sehingga bisa mengurangi jumlah korban, mengurangi jumlah apa namanya itu, kerusakan,” lanjutnya.
Ia menutup dengan penekanan bahwa penanganan pascabencana sama pentingnya dengan pencegahan. “Dan ketika (bencana) sudah lewat, cepat untuk dilakukan mitigasi, netralisasi. Nah ini yang mungkin ke depan perlu kita sempurnakan lagi. Karena negara kita adalah negara yang rawan bencana,” tutupnya.***






