Penulis : Jayadi | Editor : Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM-JAKARTA: Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berencana membentuk Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih) di 70.000 desa di seluruh Indonesia. Program ini diharapkan dapat memperkuat ekonomi desa sekaligus mengatasi berbagai masalah yang dihadapi masyarakat pedesaan, seperti jeratan pinjaman online (pinjol), rentenir, dan rantai distribusi yang panjang.

Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie menjelaskan bahwa Kopdes Merah Putih akan berfungsi sebagai unit koperasi simpan pinjam. “Rentenir, tengkulak, dan pinjaman online ini menjadi sumber kemiskinan di desa. Karena koperasi desa adalah salah satu unit koperasi simpan pinjam, masyarakat akan terbantu dari sisi pendanaan dan tidak terjerat lingkaran setan itu,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (7/3/2025).
Namun, realisasi program ini membutuhkan anggaran yang besar. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memperkirakan, setiap koperasi memerlukan dana sekitar Rp5 miliar. “Kalau saya enggak salah, dibutuhkan sekitar Rp5 miliar [per Kopdes],” kata Tito dalam keterangannya, Senin (10/3/2025).
Kritik dari Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin)
Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) menilai rencana pembentukan Kopdes Merah Putih sebagai langkah yang justru dapat menghambat perkembangan koperasi di Indonesia. Sistem sentralisasi yang diterapkan dinilai akan mengikis keberagaman jenis usaha yang selama ini menjadi ciri khas koperasi berbasis kekeluargaan.
Baca juga
Prabowo Atur Agar Letkol Teddy Tak Harus Mundur dari TNI Secara Sah, Makin Kuat KedudukannyaBaca juga
Pertamina Adakan Uji Sampel BBM di 2000 SPBU, Hasilnya Omset Turun 50%Baca juga
Begini Konsep Sekolah Rakyat, Mulai Pembentukan, Kurikulum dan Lainnya
Ketua Umum Dekopin, Jimly Asshiddiqie, mengkritik penamaan “Merah Putih” yang dianggap terlalu politis. “Merah putih itu kan terlalu politis. Lagi pula kalau dia koperasi desa, itu sekaligus di daerah-daerah yang masih ada KUD itu bisa direvitalisasi,” ujarnya, Rabu (12/3). Jimly juga menambahkan bahwa penamaan tersebut berpotensi menimbulkan perpecahan karena bisa dimaknai secara ideologis.
Selain itu, penyeragaman nama dan sistem dianggap tidak sesuai dengan kearifan lokal setiap daerah. Setiap wilayah memiliki jenis usaha koperasi yang khas, dan pemaksaan kesamaan justru dikhawatirkan akan membatasi kreativitas dan potensi koperasi lokal.
Alternatif: Perkuat BUMDes dan KUD
Wakil Ketua Umum Dekopin, Agung Sudjatmoko, menyarankan agar pemerintah fokus pada penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Koperasi Unit Desa (KUD) yang sudah ada. Menurutnya, pembentukan Kopdes Merah Putih hanya berorientasi pada kuantitas tanpa memperhatikan kualitas. “Jadi ini hanya pendekatan sentralistik kuantitatif, tidak pada penguatan organisasi kooperasi sebagai akumulasi dari sosial ekonomi dan budaya masyarakat,” jelas Agung.
Agung juga menekankan pentingnya pendekatan berbasis usaha, bukan teritorial. “Koperasi akan menjadi satu kekuatan besar kalau pendekatannya menggunakan pendekatan basis usaha,” ujarnya.
Catatan Redaksi
Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) adalah inisiatif pemerintah untuk menggerakkan ekonomi desa. Namun, program ini menuai pro dan kontra, terutama terkait potensi tumpang tindih dengan BUMDes dan risiko sentralisasi yang mengabaikan kearifan lokal.
Pro-Kontra Kopdes Merah Putih
Pro:
1. Pemberdayaan Ekonomi Lokal**: Kopdes Merah Putih diharapkan dapat menjadi pusat kegiatan ekonomi desa, memotong rantai distribusi yang panjang, dan meningkatkan pendapatan petani.
2. Integrasi dan Kolaborasi: Dengan melibatkan kelompok tani dan gapoktan, koperasi ini dapat memperkuat sistem pertanian desa secara terorganisir.
Kontra
1. Ancaman terhadap BUMDes: Kehadiran Kopdes Merah Putih dikhawatirkan akan menggeser peran BUMDes yang sudah ada.
2. Tumpang Tindih: Potensi tumpang tindih dengan BUMDes dan KUD dapat menimbulkan kebingungan dan konflik dalam pengelolaan usaha desa.
3. Risiko Penyelewengan Dana: Ada kekhawatiran bahwa dana desa yang dialokasikan untuk Kopdes Merah Putih dapat disalahgunakan.***