Penulis: Ganjar | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, BLITAR- Saya selalu mengenang satu cerita dari ayah saya, Prijosanjoto. Beliau adalah seorang pejuang muda yang tergabung dalam Mas TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar) dan pernah bertempur di wilayah Blitar.
Kisah ini bukanlah tentang aksi heroik menggempur markas musuh atau menembak lawan. Ini adalah cerita tentang sebuah kelalaian yang hampir saja merenggut nyawa.
Lokasi pasti kejadiannya saya tidak tahu, namun ayah saya menceritakannya secara spontan suatu ketika kami sedang dalam perjalanan mobil dari Malang ke Blitar.
Pada suatu hari, ayah saya dan rekan-rekannya tengah beristirahat di pinggir sungai yang landai. Lebar sungai itu kira-kira dua belas meter.
Airnya yang tenang sering mereka gunakan untuk mandi atau mencuci pakaian setelah bertugas. Pasukan itu lalu memutuskan untuk beristirahat secara bergantian.
Cikal Bakal TNI
Prijosanjoto, sebagai anggota termuda, mendapat tugas berjaga. Ia lalu memanjat pohon untuk mendapatkan udara yang lebih sejuk dan jangkauan pandang yang lebih luas.
Sayangnya, karena terlalu lelah, Ia malah tertidur di atas pohon. Tidak ada yang menyadari hal itu, karena rekan-rekannya yang lain juga terlelap di bawah dan tidak bisa mengawasinya.
Suatu ketika, ayah saya terbangun karena mendengar suara kendaraan dari jauh, suara yang khas dari mesin perang tentara Belanda. Bukannya langsung waspada, ayah justru berpikir santai, “Ah, tenang Belanda masih jauh.” Bahkan ayah nyaris kembali tidur.
Akan tetapi, ketika beliau memiringkan badan ke arah sumber suara, Prijosanjoto kaget, melihat barisan tentara Belanda bersenjata lengkap sudah berada dalam jarak tembak.
Kendaraan mereka rupanya masih jauh di belakang. Ternyata, pasukan infanteri Belanda punya strategi baru, tentara bergerak lebih dulu untuk menyergap para pejuang muda itu.
Sangat terkejut, Prijosanjoto langsung melompat turun dan berteriak membangunkan rekan-rekannya. Pasukan Mas TRIP itu kontan berlarian menyelamatkan diri.
Saat itu, peluru musuh mulai menghujani tanah dan air di sekitar mereka.
Dalam situasi panik tersebut, mereka hanya memiliki dua pilihan: melintasi sungai yang areanya terbuka, atau berlari di sepanjang tepi sungai untuk mencari tempat berlindung.Prijosanjoto dan dua temannya memilih untuk menyeberangi sungai. Pilihan itu sangat berbahaya, sebab mereka langsung menjadi sasaran tembak utama tentara Belanda.
Peluru memang mengenai permukaan air dan menciptakan cipratan di dekat mereka, tetapi tembakan itu belum cukup akurat, kemungkinan karena belum pada jarak tembak efektif
Di sisi lain, hal ini justru memberikan kesempatan bagi rekan-rekan mereka yang lain untuk kabur di sepanjang tepian sungai.
Taktik spontan itu berhasil menyelamatkan mereka. Perhatian tentara Belanda terpusat pada tembakan ke arah sungai. Ini memberi waktu bagi pasukan yang berlari di pinggiran untuk menjauh dan menghindari kejaran kendaraan musuh.
Akhirnya, berkat reaksi yang cepat dan sedikit keberuntungan, seluruh pasukan Mas TRIP selamat dari penyergapan pagi itu.
Sekarang, setiap kali saya teringat ucapan, “Ah, Tenang Belanda masih jauh,” saya merasa sedikit getir. Itu adalah kalimat yang dulu terdengar santai dan lucu.
Padahal, kalimat itu sesungguhnya menyimpan pelajaran berharga: jangan pernah lalai dalam perjuangan, sebab bahaya sering kali datang tanpa peringatan.***
Facebook Comments Box












