Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM, SURABAYA– Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, menilai kontroversi sejumlah pejabat publik belakangan, yang suka pamer dan jauh dari kehidupan rakyat Indonesia pada umumnya.
“Hari ini saya ingin membahas soal orang-orang yang hari-hari ini kita perhatikan karena kontroversinya, flexing,
dan melakukan banyak hal yang ternyata sangat-sangat berjarak dengan hidup kita sehari-hari.” kata Bivitri yang juga penulis di sebuah media terkenal.
Menurut Bivitri kejadian ini hanya gejala permukaan dari persoalan yang lebih mendasar, meskipun pejabat publik itu sudah disingkirkan tetap akan muncul yang baru.
“Sudah ada yang di non-aktifkan, katanya mau diganti (PAW) dan seterusnya, Nah, tapi saya ingin menekankan persoalan kita sebenarnya bukan hanya di orang-orang ini.” terangnya.
Untuk itu Bivitri mengajak untuk melihat akar masalahnya, sebab bila akar masalah tidak diselesaikan akan muncul orang orang baru.
“Kalau kita hanya menyelesaikan yang ini, tapi tidak menyelesaikan akar masalahnya, maka meskipun mereka sudah dipecat, mungkin nanti akan muncul orang-orang baru,” ujarnya.
Menurutnya, pejabat publik lahir dari sistem pemilu yang disokong partai politik. Dari sinilah muncul praktik kartel politik yang membuka ruang bagi oligarki mempengaruhi kebijakan, bahkan hingga ke media massa. Situasi tersebut diperparah dengan korupsi, nepotisme, serta benturan kepentingan.
Bivitri menegaskan, solusi utama ada pada pembenahan sistem kepartaian agar lebih demokratis. Partai politik, kata dia, harus membuka diri pada kaderisasi yang sehat, memberi kesempatan pada anak muda.
Selain itu juga menghadirkan partai baru yang bebas dari jejak oligarki, kemudian pemilu perlu dievaluasi agar daftar calon legislatif disusun berdasarkan kapasitas politik, bukan sekadar popularitas, kekayaan, atau kedekatan keluarga elit.
Ia menambahkan, pendidikan politik di internal partai menjadi kunci agar calon legislatif memahami persoalan publik dan mampu menyerap aspirasi warga.
“Kalau partai politik internalnya sendiri tidak demokratis, bagaimana mungkin mereka bisa memperbaiki demokrasi Indonesia,” tuturnya.
Dengan sistem yang transparan, terbuka, dan partai yang benar-benar demokratis, Bivitri meyakini peluang munculnya pejabat publik yang kapabel dan berintegritas akan lebih besar, sekaligus meminimalkan dominasi kartel politik maupun oligarki.***