Penulis : Jayadi | Editor : Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM-MALANG: Aksi unjuk rasa menentang pengesahan Undang-Undang TNI di depan gedung DPRD Kota Malang berakhir dengan kerusuhan. Ratusan demonstran yang berasal dari berbagai elemen masyarakat sipil di Kota Malang berusaha menerobos masuk dan membakar sebagian bangunan gedung dewan tersebut.

Pada Minggu malam (23/3/2025), para pengunjuk rasa melemparkan bom molotov dan petasan ke halaman dalam Gedung DPRD Kota Malang. Awalnya, aksi tersebut berlangsung secara damai dan terkendali sejak Minggu sore sekitar pukul 16.00 WIB. Namun, situasi berubah setelah waktu berbuka puasa, sekitar pukul 18.30 WIB, ketika massa mulai bertindak lebih agresif.
Ledakan terdengar, dan api terlihat menyala di area luar gedung utama sekitar pukul 18.41 WIB. Sebuah pos satpam di sisi timur gedung, yang terletak di Jalan Kahuripan, Kota Malang, terbakar. Api menghanguskan beberapa barang bekas di pos pengamanan serta bangunan di sisi timur yang terpisah dari gedung utama DPRD. Selain itu, api juga muncul di depan pintu utama gedung, menghanguskan sebagian dinding gedung hingga meninggalkan bekas abu.
Baca juga
Bansos Maksimal 5 Tahun, Beda dengan Bansos Disabilitas, Ada Program Graduasi
SBY: TNI Netral dan Tak Kembali ke Dwifungsi ABRI, SBY/AHY Beri Contoh Mundur dari Militer
Melihat situasi yang semakin tidak terkendali, aparat kepolisian dan TNI segera bertindak untuk membubarkan massa. Mereka menggunakan water cannon dan gas air mata, yang membuat para pengunjuk rasa berlarian ke arah Jalan Kahuripan dan Jalan Surapati. Dalam insiden tersebut, setidaknya enam petugas keamanan, baik dari kepolisian maupun TNI, dilaporkan terluka akibat bentrokan dengan massa.
Hingga pukul 20.00 WIB, petugas gabungan dari DPRD Kota Malang, kepolisian, dan petugas pemadam kebakaran (Damkar) masih tetap berjaga di lokasi. Empat unit mobil pemadam kebakaran disiagakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran lebih lanjut.
Penolakan terhadap RUU TNI (Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia) didasarkan pada beberapa alasan yang menjadi perhatian masyarakat sipil, aktivis, dan kelompok pro-demokrasi hingga melakukan aksi unjuk rasa berjilid jilid bahkan meluas hampir ke seluruh Indonesia.
Berikut adalah beberapa alasan umum yang sering dikemukakan dihimpun oleh Redaksi
1. Kekhawatiran atas Meningkatnya Peran Militer dalam Kehidupan Sipil
Banyak pihak khawatir bahwa RUU TNI akan memperluas peran militer dalam urusan sipil, yang dianggap dapat mengancam demokrasi dan kebebasan sipil. Mereka menolak kembalinya intervensi militer dalam politik atau urusan publik, yang pernah terjadi di masa lalu.
2. Kurangnya Transparansi dan Partisipasi Publik dalam Pembahasan RUU
Proses pembahasan RUU TNI sering dianggap tidak transparan dan tidak melibatkan partisipasi publik secara memadai. Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan terhadap niat dan tujuan di balik RUU tersebut.
3. Kekhawatir Penguatan Militerisme
Beberapa kelompok menilai bahwa RUU TNI dapat memperkuat militerisme, yaitu dominasi militer dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka menginginkan TNI tetap fokus pada tugas pertahanan negara, bukan terlibat dalam urusan domestik.
4. Kembalinya Dwi Fungsi ABRI
Sejak era Reformasi, TNI telah menjalani proses reformasi untuk memisahkan diri dari politik dan urusan sipil. Namun, beberapa pihak menilai bahwa RUU TNI justru dapat mengembalikan TNI ke peran yang lebih luas, sehingga dianggap kembali kepada masa lalu yang disebut Dwi Fungsi ABRI.***