Penulis: Adi Wardhono | Editor: Priyo Suwarno
KREDONEWS.COM, JEPARA- Adetya Pramandira (Dera) dari Wahana Lingkungan Hidup mendampingi warga tani dari Desa Sumberrejo, Kecamatan Donorojo, Jepara, ke Jakarta untuk mengadukan perusahaan tambang yang diduga berpotensi merusak alam dan ruang hidup mereka, Pada 26 November 2025.
Aduan tersebut disampaikan ke berbagai lembaga di pusat, termasuk Gakkum KLHK dan Komnas HAM, terkait aktivitas tambang yang menimbulkan kekhawatiran kerusakan lingkungan seperti hilangnya sumber air, limbah tambang yang mencemari sungai, dan ancaman terhadap lahan pertanian warga.
Penggunaan upaya paksa penangkapan kepada aktivis kembali berulang. Dua orang aktivis asal Jawa Tengah, Adetya Pramandira (staf WALHI Jawa Tengah) dan Fathul Munif (Aksi Kamisan Semarang) kali ini menjadi korbannya. Penangkapan semena-mena atau arbitrary arrest terhadap keduanya terjadi pada sekitar 6.45 WIB di Semarang.
Adetya Pramandira (Dera), staf WALHI Jawa Tengah, telah ditahan sejak 27 November 2025 oleh Polrestabes Semarang atas tuduhan penghasutan dan penyebaran informasi bohong terkait demonstrasi Agustus 2025.
Lokasi penahanan Dera dikonfirmasi dipindahkan ke Rumah Tahanan (Rutan) Polda Jawa Tengah, sementara Fathul Munif tetap di Polrestabes Semarang; masa tahanan awal 20 hari dan bisa diperpanjang hingga 40 hari.
Penangkapan dilakukan secara mendadak pukul 06.45 WIB di Semarang setelah Dera pulang dari Jakarta (pendampingan warga Sumberrejo Jepara pada 26 November), tanpa prosedur surat penangkapan yang jelas, dan WALHI serta LBH mengecamnya sebagai kriminalisasi aktivis lingkungan.
Dera termasuk aktivis yang untuk menutupan lokasi tambang berada di Dukuh Toplek, Pendem, dan Topak, Desa Sumberrejo, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, tepat di atas atau dekat bendungan irigasi, sumber air, sungai Ngorono, dan permukiman warga.
Jenis tambang adalah penambangan batu andesit (batuan andesit atau galian C), yang menghasilkan limbah tanah dan potensi longsor serta pencemaran air.
Pengelola utama adalah CV. Senggol Mekar GS-MD (atau GSMD), milik Ahmad Sholihin, dengan izin diterbitkan Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah pada 12 November 2024; terdapat juga tambang lain seperti milik CV Batu Intan di wilayah sekitar.
Melapor ke Komnas HAM
Warga dan aktivis lingkungan seperti Dera berupaya menuntut perlindungan dari pemerintah terhadap dampak negatif tambang tersebut, yang telah menjadi konflik panjang di wilayah itu.
Aktivitas tambang yang dikeluhkan antara lain terkait penambangan batu andesit di atas atau dekat sumber air dan permukiman, serta limbahnya yang mengalir ke sungai dan bendungan, merusak ekosistem setempat dan irigasi pertanian.
Penolakan warga terhadap tambang ini telah berlangsung sejak awal tahun 2025 dengan aksi unjuk rasa dan bahkan penghentian sementara aktivitas tambang berdasarkan surat pernyataan yang ditandatangani warga dan tokoh desa.
Pendampingan dari organisasi lingkungan seperti Wahana Lingkungan Hidup sangat penting dalam membela hak warga tani dan lingkungan hidup mereka.
Kasus ini juga menjadi titik perhatian terkait kriminalisasi aktivis lingkungan yang menolak tambang tersebut, karena tiga warga desa dan aktivis yang menolak tambang kini menghadapi ancaman jerat pidana.
Pendampingan dan advokasi dari para pejuang lingkungan seperti Dera menjadi krusial untuk melawan tekanan tersebut dan memperjuangkan kelestarian lingkungan di Jepara.
-
Sejak akhir 2024, warga Dukuh Topak dan Pendem Desa Sumberrejo mulai menolak aktivitas tambang batu andesit yang sudah berlangsung lama dan dirasa mengancam mata air, lingkungan, dan keamanan lahan mereka. Penolakan memuncak sejak April 2025 akibat kekhawatiran dampak negatif seperti longsor, sedimentasi di saluran irigasi, dan pencemaran sungai akibat limbah tambang.
-
Pada 10 Januari 2025, terjadi demonstrasi warga menuntut penghentian tambang dan penandatanganan surat kesepakatan yang menjanjikan penghentian aktivitas. Namun, janji tersebut hanya bersifat sementara dan aktivitas tambang kembali berjalan, memicu kekhawatiran warga akan dampak lebih luas dan rencana ekspansi tambang baru seluas 3,6 hektar.
-
Pada 20 Juli 2025, ketegangan semakin meningkat ketika warga menghadang alat berat di lokasi tambang CV Senggol Mekar GS-MD yang beroperasi di wilayah tersebut. Peristiwa ini berujung pada laporan polisi terhadap lima warga yang dituduh menghalangi dan melakukan penganiayaan terkait penolakan tambang, yang dihadapi warga dengan pendampingan hukum dari LBH Semarang atas tuduhan kriminalisasi.
-
Pada bulan-bulan setelahnya, warga melakukan aksi gotong royong membersihkan saluran air yang tersumbat tanah bekas tambang dan melakukan penguatan struktur tanah dengan pemancangan bambu untuk mencegah longsor. Warga juga terus menuntut penghentian aktivitas tambang secara permanen dan melakukan pengaduan ke berbagai lembaga pusat pada 26 November 2025 dengan pendampingan dari Wahana Lingkungan Hidup, termasuk ke Gakkum KLHK dan Komnas HAM.
-
Sepanjang proses ini, muncul ancaman intimidasi terhadap warga penolak tambang oleh oknum tak dikenal, sehingga warga dan aktivis lingkungan semakin berjuang secara bersama demi kelestarian ruang hidup mereka.
Kronologi ini menggambarkan konflik panjang antara warga dan perusahaan tambang dengan beragam aksi penolakan, kriminalisasi hingga advokasi lingkungan sepanjang tahun 2025 di Desa Sumberrejo, Jepara. **







