Menu

Mode Gelap

Headline

Konflik Berakar dari Pengelolaan Tambang, KH Sarmidi Bantah Pernyataan Mahfud MD

badge-check


					Perpecahan di tubuh pengurus NU mendapat sorotan dari Mahfud MD, bahwa itu disebabkan oleh soal kepengurusan tambang eks KPC di kalimantan Timur, tetapi dibantah oleh KG Sarmidi Husna. Foto: Instagram@arusbawah.co Perbesar

Perpecahan di tubuh pengurus NU mendapat sorotan dari Mahfud MD, bahwa itu disebabkan oleh soal kepengurusan tambang eks KPC di kalimantan Timur, tetapi dibantah oleh KG Sarmidi Husna. Foto: [email protected]

Penulis: Yusran Hakim   |    Editor: Priyo Suwarno

KREDONEWW.COM, JAKARTA– Pengurus PB NU bereaksi  membantah bahwa perpecahan di PB NU terkait dengan urusan tambang, terutama bantahan dari Katib Syuriyah PBNU KH Sarmidi Husna yang mengatakan bahwa isu tambang sama sekali bukan penyebab pemberhentian Gus Yahya sebagai Ketua Umum PB NU.

Meskipun Mahfud MD menyatakan bahwa konflik internal PB NU memang berakar dari perebutan pengelolaan izin usaha tambang, pengurus PB NU menampik anggapan tersebut sebagai penyebab utama perpecahan.

Mahfud sendiri mengaku prihatin dan malu, jika organisasi keagamaan sebesar NU harus mengalami gejolak hanya karena urusan materi duniawi seperti tambang, serta menegaskan posisinya yang netral tanpa memihak kubu mana pun.​

Secara lebih rinci, Mahfud MD mengungkap bahwa konflik muncul karena pertarungan kepentingan di dalam soal pengelolaan tambang, di mana ada kubu yang menginginkan satu hal dan kubu lain menginginkan hal berbeda, sehingga memicu perpecahan di tubuh PB NU.

Inilah usaha baru pengelola tambang 26.000 ha bekas tambang batubara KPC yang memperoleh konsesi dari pemerintah 2024. Foto: [email protected]

Ia juga mengingatkan bahwa NU sebelumnya pernah menggugat korupsi pengelolaan tambang, namun kini situasinya malah memicu konflik internal. Mahfud mendorong agar semua pihak kembali bersatu demi marwah NU dan melupakan perbedaan terkait tambang demi kelangsungan organisasi.​​

Dari sisi pengurus PB NU, bantahan keras disampaikan untuk menepis klaim bahwa masalah perpecahan berdasar pada isu tambang.

Mereka menolak anggapan bahwa polemik pengelolaan tambang menjadi faktor utama dalam pergantian atau pemberhentian tokoh seperti Gus Yahya, menegaskan bahwa isu tersebut tidak sama sekalii.

PB NU mulai mengelola tambang setelah mendapatkan konsesi izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) yang diberikan oleh pemerintah pada tahun 2024. Konsesi tambang tersebut berada di Kalimantan Timur dengan luas sekitar 26 ribu hektare.

Susunan direksi dan komisaris yang duduk di badan usaha pengelolaan tambang bataubara eks PT KPC 26.000 hektar yang dimliki PB NU. Foto: arusbawah.co

Izin ini diberikan berdasarkan janji Presiden Joko Widodo saat Muktamar NU pada Desember 2021, yang direalisasikan melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 menjadi PP Nomor 25 Tahun 2024, yang membuka kesempatan bagi organisasi keagamaan untuk memiliki wilayah izin usaha pertambangan.​

PB NU membentuk badan usaha bernama PT Berkah Usaha Muamalah Nusantara (PT BUMN) yang berkedudukan sebagai pengelola tambang batu bara eks PT Kaltim Prima Coal (KPC) di lokasi tersebut.

Badan usaha ini dimiliki oleh koperasi yang sahamnya dikelola bersama antara pimpinan dan warga NU. Langkah ini diambil PB NU untuk secara resmi menjalankan pengelolaan tambang, yang dianggap sebagai salah satu sumber pendapatan organisasi guna membiayai kegiatan operasional dan programnya.​

Sebelumnya kepemimpinan PB NU di era KH Said Aqil Siroj sejak tahun 2011 memang sudah menyuarakan prinsip etis terkait pertambangan, termasuk tuntutan keadilan bagi masyarakat sekitar, pembatasan luas wilayah dan waktu eksplorasi, serta penghindaran dampak lingkungan yang merugikan.

Investor

PB NU tengah menggandeng investor mitra swasta dalam negeri untuk mengelola tambang batubara yang mereka kelola di Kalimantan Timur.

Mereka membentuk badan usaha bernama PT Berkah Usaha Muamalah Nusantara (PT BUMN) yang sahamnya dimiliki oleh koperasi sekaligus melibatkan investor dari pihak lain. Meskipun nama investor belum diumumkan secara gamblang, PB NU memastikan bahwa investor adalah perusahaan swasta nasional yang bekerja sama dalam pengelolaan tambang tersebut.

Kolaborasi dengan investor ini diharapkan bisa mempercepat produksi batubara di lahan eks PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang luasnya sekitar 26 ribu hektare, dengan target produksi perdana pada pertengahan hingga akhir 2025. Namun, PB NU juga menghadapi tantangan seperti harga kompensasi data informasi yang harus dibayarkan kepada pemerintah, yang sedangkan masih dalam proses negosiasi agar pembayaran bisa dilakukan secara mencicil.

Ringkasnya, ada perebutan mitra investor swasta untuk menjadi partner pengelolaan tambang batu bara PB NU, tetapi hingga awal 2025, mitra sudah ada namun belum dipublikasikan nama-namanya secara resmi.​ **

 

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

75.000 Ha Hutan Batang Toru Dibatat Penyebab Banjir Bandang Sumut, WALHI Sebut Ulah Tujuh Perusahaan

1 Desember 2025 - 06:29 WIB

Aceh Tamiang Lumpuh Total, 120.000 Jiwa Terisolasi Jalan Rusak Jemabatan Putus

1 Desember 2025 - 05:37 WIB

TNI AL Kerahkan KRI dan Bantuan Kemanusiaan Besar ke Sumut, Sumbar dan Aceh

30 November 2025 - 19:41 WIB

Massa dan Ketua DPRD Sumut Erni Sitorus dan Anggota di Jalanan Tanah Becek

30 November 2025 - 18:46 WIB

Rais Aam PBNU Sampaikan Segera Gelar Muktamar

30 November 2025 - 18:14 WIB

Empat Orang Sekeluarga Tewas Seketika Satu Balita Luka-luka, Akibat KA Mutiara Hantam Accord di Beji Pasuruan

30 November 2025 - 18:07 WIB

Peringatan Hari Ulang Tahun ke-54 KORPRI Kota Mojokerto Digelar dengan Sederhana

30 November 2025 - 13:09 WIB

Bupati Mojokerto Salurkan BLT Sementara Senilai 47 M

30 November 2025 - 12:53 WIB

Gunung Semeru Meletus Tiga Kali Sehari setelah Statusnya Diturunkan

30 November 2025 - 12:02 WIB

Trending di Nasional