Penulis : Jayadi | Penulis : Aditya Prayoga
KREDONEWS.COM-JAKARTA: Dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga mencuat, di mana para direksi diduga sengaja mengurangi produksi minyak kilang dalam negeri untuk membuka peluang impor.

Modus yang digunakan adalah menurunkan produksi kilang minyak dalam negeri sehingga minyak mentah dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tidak terserap.
Pertamina berdalih spesifikasi minyak tidak sesuai atau kurang ekonomis. Akibatnya, pemenuhan kebutuhan minyak dilakukan dengan impor, yang diduga dilakukan secara melawan hukum.
Baca juga
BBM Berkualitas Rendah Dampaknya Sangat Luas, Bukan Hanya Pada Kendaraan
Tersangka dalam kasus ini mengimpor minyak dengan metode spot atau penunjukan langsung, membayar harga tinggi kepada mitra usaha atau DMUT.
Dalam kaitan kasus ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa pemerintah berencana membangun kilang minyak terbesar di Indonesia.
Bahlil mengumumkan rencana pembangunan kilang minyak dengan kapasitas 500 ribu barel per hari. “Kapasitasnya kurang lebih sekitar 500 ribu barel. Ini salah satu yang terbesar nantinya dalam rangka mendorong agar ketahanan energi kita betul-betul lebih baik,” ujar Bahlil di Istana Kepresidenan, Senin (3/2).
Pembangunan kilang ini menjadi bagian dari tahap pertama investasi hilirisasi pada 2025, dengan total kebutuhan dana mencapai USD45 miliar, yang bersumber dari modal Badan Pengelola Investasi Danantara.
Pemerintah juga merencanakan proyek hilirisasi lainnya, seperti pembangunan fasilitas penampungan minyak mentah di Pulau Nipa untuk Cadangan Penyangga Energi, serta pengolahan batu bara menjadi dimetil eter (DME) sebagai substitusi LPG.***