Penulis: Yusran Hakim | Editor: Priyo Suwarno
KREDONEWS.COM, JAKARTA- Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, dengan hukuman pidana penjara selama 20 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi.

Demikian tuntutanNurachman atau Nurachman Adikusumo dari Kejaksaan Agung sidang tanggal 28 Mei 2025 di Pengadilan Tipikor Jakarta. Majelis hakim Ketua Majelis Hakim Rosihan Juhriah Rangkuti, dengan hakim anggota Sri Hartati dan Iwanrawan
Kasus ini bermula dari dugaan pemufakatan jahat berupa pembantuan suap pada penanganan perkara terpidana Ronald Tannur di tingkat kasasi pada tahun 2024. Juga gratifikasi yang diterima Zarof selama menjabat di MA dari 2012 hingga 2022, termasuk uang senilai Rp 915 miliar dan emas seberat 51 kilogram.
Jaksa menilai tindakan Zarof telah mencederai kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dan memperburuk citra Mahkamah Agung di mata publik.
Tuntutan ini disampaikan dalam persidangan pada akhir Mei 2025, tepatnya pada tanggal 28 Mei 2025, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Jaksa menegaskan bahwa Zarof terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan yang disangkakan
Jaksa menyatakan bahwa terdakwa Zarof terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan permufakatan jahat, memberikan suap kepada majelis hakim kasasi sebesar Rp 5 miliar terkait penanganan perkara pembunuhan Ronald Tannur pada tahun 2024, serta menerima gratifikasi sepanjang 2012 hingga 2022, termasuk uang senilai Rp 915 miliar dan emas seberat 51 kilogram.
Selain hukuman penjara dan denda, jaksa juga menuntut perampasan barang yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, seperti uang pecahan rupiah dan mata uang asing.
Jaksa menyatakan perbuatan Zarof sangat mencoreng integritas lembaga peradilan dan tidak mendukung agenda reformasi birokrasi serta pemberantasan korupsi.
Hal yang memberatkan tuntutan adalah Zarof melakukan kejahatan dengan motif berulang, sedangkan hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya.
Sidang tuntutan ini digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 24/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst. Zarof juga terlibat dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang sedang diselidiki Kejaksaan Agung.
Zarof Ricar dituntut 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar atas kasus suap dan gratifikasi yang mencakup pengurusan perkara di Mahkamah Agung, serta perbuatan korupsi yang merusak kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Kronologi
Kasus ini bermula dari perkara Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus penganiayaan yang mengakibatkan kematian Dini Sera Afrianti pada Oktober 2023. Ronald Tannur sempat divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Surabaya pada Juli 2024.
Pengacara Ronald, Lisa Rachmat, kemudian meminta bantuan Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), untuk memengaruhi putusan kasasi agar Ronald tetap dinyatakan tidak bersalah. Lisa menjanjikan dana Rp 5 miliar untuk hakim MA dan Rp 1 miliar sebagai fee untuk Zarof.
Zarof diduga menjadi perantara atau makelar kasus yang mengurus suap dan gratifikasi dalam perkara kasasi Ronald Tannur. Dalam proses penyidikan, Kejaksaan Agung menemukan uang tunai sekitar Rp 915 miliar dan emas seberat 51 kilogram di kediaman Zarof.
Zarof ditangkap pada 24 Oktober 2024 di Bali setelah penyidik melacak keberadaannya. Ia telah mengaku pernah menemui salah satu hakim MA terkait perkara tersebut, namun detailnya masih didalami.
Pada 10 April 2025, Zarof ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) setelah penyidik menemukan bukti upaya menyembunyikan asal-usul harta kekayaannya. Aset terkait kasus ini diblokir di beberapa lokasi seperti Jakarta Selatan, Depok, dan Pekanbaru.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena mengungkap praktik korupsi dan gratifikasi besar-besaran di lembaga peradilan tertinggi Indonesia serta memicu penyelidikan lanjutan terhadap jaringan korupsi di Mahkamah Agung.
Zarof Ricar berperan sebagai makelar suap dan gratifikasi dalam upaya mempengaruhi putusan kasasi kasus pembunuhan Ronald Tannur, yang berujung pada penangkapan dan penetapan tersangka pencucian uang dengan aset mencapai hampir Rp 1 triliun dan emas 51 kg. **